semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Kepiting Bakau dan Vitomolt


Pendahuluan
Kepiting bakau adalah salah satu komoditas penting perikanan. Teknologi budidaya kepiting makin berkembang dengan hadirnya produksi kepiting lunak (soft shell) yang sangat digemari oleh konsumen. Juga sangat menguntungkan petani karena harganya dua kali lipat dari harga normal.

Sebelumnya dilakukan dengan mutilasi tungkai kepiting bakau, tapi tak efektif diterapkan karena mortalitas tinggi mencapai 30% dan pertumbuhan menyusut. Untuk itu, inovasi selanjutnya dikembangkan dengan ketersediaan hormon molting yang berupa ekdisteroid yang terbukti mampu meningkatkan laju molting.

Sekilas tentang Ekdistroid
Ekdistroid yang ditemukan berasal dari ekstrak bayam (Amaranthacea tricolor) yang mengandung 20-hidroxyecdison (20E) (Fujaya dkk. 2007). Ekdison ini disintesis dengan bahan sterol, yaitu dengan merombak kolestrol menjadi 7 -dehidro- kolestrol, kemudian dihidrolisasi pada suhu atom C25, C22, dan C20. Mekanisme sintesis kolestrol dikendalikan oleh organ -Y. Secara umum, steroid disekresikan oleh korteks adrenal, testis, ovari dan plasenta (Aslamyah, 1997).

Setelah disekresi oleh organ-Y, dalam hemolimp dikonversi menjadi hormon aktif, 20 – hidroxyecdysone oleh enzim 20 – hidroxylase yang terdapat di epidermis organ dan jaringan tubuh yang lain.

Kenapa Eksdistroid?
Secara umum hormon mengatur aktivitas kehidupan seperti metabolisme, reproduksi, pertumbuhan, dan perkembangan. Hormon berfungsi sebagai pembawa pesan kimiawi antar sel atau antar kelompok sel.

Hormon steroid merupakan hormon yang larut dalam lemak, sehingga dapat dengan mudah menembus membran sel menuju sel target. Dengan demikian, ekdistroid dapat meningkatkan metabolisme protein dalam sel yang akan mendorong pertumbuhan kepiting. Sehingga, memincu terjadinya molting (pelepasan cangkang) dan terbentuknya cangkang baru untuk mewadahi pembesaran ukuran kepiting.

hormon steroid resisten terhadap penguraian yang dilakukan oleh enzim-enzim pencernaan, juga termasuk hormon yang cepat larut dalam pakan, selain itu dapat meningkatkan efisiensi konversi pakan (Aslamyah, 2007). Membantu penyerapan nutrien dalam pakan ke dalam jaringan tubuh.

Mekanisme kerja hormon steroid
Steroid merupakan hormon yang larut dalam lemak, sehingga dengan mudah menembus membran sel target. Pada sitoplasma hormon steroid terjadi ikatan dengan reseptor membentuk hormon reseptor kompleks, yang selanjutnya ditranslokasikan dan ditransformasi ke dalam inti sel. Hormon reseptor kompleks di dalam inti sel akan mengaktifkan gen khusus (DNA) untuk memacu transkripsi messenger (mRNA) baru, yang kemudian memberi kode untuk sintesa protein-protein yang khas pada wilayah ribosom. Asam-asam amino yang diidentikan dengan kodon-kodon dalam ribosom dirakit menjadi polipeptida. Molekul-molekul protein bergerak melintasi reticulum endolasma menuju kompleks golgi, di sana molekul-molekul tersebut dipekatkan dan dibentuk menjadi tetes-tetes atau granula-granula yang diselubungi membran. Sebagian protein yang baru terbentuk dilepaskan ke luar sel dan sebagian yang lainnya berinteraksi dengan unsur lain dalam sel untuk menghasilkan tanggapan. (Turner dan Bagnara, 1988).

Pemanfaatan hormon ekdistroid
Penambahan hormon ini sebelumnya diterapkan dengan metode injeksi pada pangkal kaki kepiting. Namun masih dianggap kurang efisien untuk produksi kepiting molting secara massal.


Pemberian vitomolt melalui pakan diduga lebih efisien karena kepiting tidak perlu lagi dikeluarkan dari wadah untuk disuntikkan hormon molting satu persatu.

Aplikasi vitomolt dalam Pakan Kepiting Bakau
Heri Susanti telah menerapkan aplikasi vitomolt dalam pakan kepiting bakau. Hasilnya menunjukkan efektivitas dan berpengaruh terhadap molting.

Tapi, penelitian yang dilakukan Heri Susanti masih dalam skala kecil atau laboratorium, yaitu menggunakan hewan uji berjumlah 50 ekor dan pemberian pakan bervitomolt dilakukan selama 15 hari. Dengan demikian, akurasi penelitian belum sepenuhnya terjamin dalam skala industri secara massal.

Bahan protein pada pakan penelitian Heri Susanti berasal dari ikan segar dengan komposisi 60 %. Sementara menurut Karim (2005) kadar protein pakan 35 % sudah dapat meningkatkan laju pertumbuhan bobot harian, dan produksi biomassa. Pakan yang berbahan dasar ikan dari tinjauan harga termasuk mahal, selain itu penggunaan protein terlalu tinggi juga menghambat pertumbuhan, protein berlebih akan digunakan sebagai sumber energi sehingga menghasilkan nitrogen berlebihan. Nitrogen yang berlebihan itu akan dibuang dalam bentuk amoniak melalui sistem eksresi. Amoniak yang tidak terionisasi (NH3) merupakan racun bagi kepiting.

Penggunaan Pakan yang Dianggap Murah dan Ramah Lingkungan
Menurut Anderson dkk (2004) kecernaan kepiting bakau pada serat dari semua bahan baku sumber nabati sangat tinggi, yaitu berkisar 94,4 – 96,1 %. Selain ikan segar, juga digunakan beberapa bahan yang merupakan subtitusi protein dari ikan sekaligus pelengkap nutrisi lainnya, yaitu:

- Limbah ikan, selain alokasi anggaran dapat diefisienkan, kandungan protein pada limbah ikan tetap memadai
- Kedelai, sumber protein dan lemak nabati. Juga mengandung vitamin dan mineral serta daya cerna yang baik. Kadar antigizi juga rendah serta mengandung asam amino sistein.
- Ubi kayu, merupakan penyuplai karbohidrat pada kepiting bakau. Ubi kayu dapat menghasilkan energi lebih banyak perhektar dibanding gandum dan beras.
- Limbah kepiting, dapat menjadi bahan serat untuk peyeimbang konsumsi makanan dalam tubuh.
- Jagung, selain sebagai sumber karbohidrat juga mengandung asam amino yang mengandung sulfur.

Penggunaan pakan ini masih sementara dalam penelitian.. vitomot telah dikembangkan oleh Prof Dr Yushinta Fujaya, MSi, salah seorang staff pengajar di Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin. Untuk informasi lebih lanjut, bisa hubungi beliau di nomor: 08152521799.

terimakasih..

Selasa, 28 Juli 2009
Idham Malik



0 komentar:

Kepiting Bakau dan Vitomolt