Selasa lalu, 3 November 2015,
saya kembali dirasuki oleh suara-suara yang demikian hidup di ruang Mattulada,
Unhas. Suara itu datang dari seorang Ishak Ngeljaratan, guru yang masih tampak
muda dan datang dari sebuah zaman di masa lalu. Ishak berbicara cergas tentang
ruang sadar dan membuat saya tiba-tiba merasa bahwa selama ini masih setengah
sadar atau bahkan seperlima sadar.
Foto milik Fajar
Pikiran saya pun melintang-lintang,
sebegitu penting-kah ‘sadar’ itu? Hingga para pemikir sibuk dengan concience. Kenapa si Descartes
repot-repot menulis buku tentang Distinct
and Clearly, lalu memusingkan kita dengan kata-kata ‘Cogito ergo sum – Saya
Sadar maka saya ada’? Kenapa Plato dengan uletnya membagi ruang ephisteme
(teori) dan ruang opinion (pendapat-doksa)? Kenapa Paulo Preire mendengungkan
pada kita apa itu kesadaran kritis dan kesadara palsu? Kenapa Budha meminta
kita untuk ‘hadir’ dalam setiap tindakan? Lantas kenapa Alwy Rachman banyak
mengisi kita tentang Ruang Sadar tak Berpagar? Untuk apa kita duduk-duduk di
Mattulada, mendengar ocehan Ishak yang menukik tentang Aku Sadar?
Ishak memulainya dengan
menggambarkan ruang, luasnya ruang tergantung pada apa yang terkandung dalam
ruang itu sendiri. Seperti dunia, luasnya dunia diukur dengan seberapa luas
material menjangkau, dengan memaksakan pikiran bahwa luar dunia sama dengan kekosongan.
Inilah yang menurut para filsuf disebut sebagai cakrawala atau horizon. Begitu
halnya dengan seseorang, seseorang diukur dari luasnya cakrawala yang dia
punyai, serta seberapa dalam pemahaman seseorang tentang sesuatu hal.
Adanya ruang mengharuskan adanya
waktu, sebagai titi mangsa, sebagai awal mula untuk mengukur perkembangan
dunia, perjalanan suatu dunia, tumbuh, menanjak, puncak, dekaden, hingga
matinya sebuah dunia. Ruang dan waktu adalah sebuah konsep yang bersifat
abstrak untuk menjelaskan hal-hal yang kasat mata dan berkembang di sekeliling
panca indera kita.
Ishak melanjutkan dengan apa yang
disebut abstraksi, dia sempat menyebut-nyebut seorang filsuf yang mengusung
abstraksi ini, yaitu Aristoteles. Abstraksi merupakan cara kerja Akusadar-akal
untuk mendefinisikan esensi masing-masing mahluk atau entitas yang memiliki
ciri-ciri yang sama, yang akan diterima oleh semua orang yang sadar atau
dikenal dengan sebuatan universal. Ishak memisalkan kuda, hewan yang memiliki
karakteristik esensial, yang membedakannya dengan entitas yang lain, seperti
meringkik. Namun kuda itu baru dapat kita mengerti setelah membacanya dengan
suara, dengan melibatkan pendengaran. Kuda bukan sekadar deretan kata K+U+D+A,
tapi sebuah pengertian dalam bentuk gambaran citra (imajiner) pada saat kita
membacanya. Kita melakukan abstraksi saat membaca kuda. Namun, ketika kita
menyebutkan pula beberapa entitas selain kuda, misalnya terdapat dua ekor kuda,
seekor kambing dan 3 ekor sapi, kita pun mendapat pengertian lebih abstrak dan
tentu lebih universial, bahwa semua entitas itu tidak dapat lagi disebut kuda,
tapi tergolong dalam kategori binatang, atau memiliki sifat-sifat kebinatangan,
yang kalau dispesifikkan lagi adalah entitas-entitas kategori binatang mamalia
(menyusui) dan bersifat herbivora (memakan tumbuhan).
Permainan abstraksi ini adalah
kekuatan manusia, yang tercermin melalui bahasa yang digunakannya. Akan sangat
berbeda dengan binatang, yang kemampuan bahasanya hanya pada koordinasi prilaku
antar binatang, bersifat intrinsik dan dibatasi oleh paket insting, hingga
tidak memiliki kemampuan untuk melakukan abstraksi, memikirkan
pengertian-pengertian, penalaran, mendefinisikan, generalisasi, analisis, yang
akhirnya tidak ada pembelajaran yang berkesinambungan, yang konsekuensinya
tidak ada perkembangan atau evolusi.
Menurut Ishak, bahasa dapat
menciptakan realitas dan membantu untuk melihat alam nyata dengan lebih bijak. Hal
ini ditunjukkan dengan istilah Rahmatan
Lil Alamin, rahmat bagi sekalian alam. “kalimat ini sangat dahsyat, bahkan
saya sebagai orang Kristen dapat masuk ke dalamnya”. Konsep islam sebagai
rahmatan lil Alamin memberi rasa baru bahwa orang dapat menjadi Islam ketika
dia dapat menjadi rahmat bagi orang lain dan bagi alam. Orang yang merusak alam
berarti dia tidak rahmatan lil alamin, yang juga berarti tidak islami.
Bahasa manusia yang berkelindan
dan berkembang itu menurut Ishak tidak dapat dibatasi oleh istilah yang justru
mereduksi makna sebuah bahasa. Seperti kaidah Objek penderita yang terdapat dalam
bahasa Indonesia. Sebab, tidak semua akan menderita ketika diposisikan dalam
proposisi tersebut. “Bunda Maria mengasihi ummatnya”, apakah Bunda Maria
membuat derita ummatnya dengan kasihnya?
Ishak melanjutkannya dengan
mengelaborasi komposisi bahasa dari judul kumpulan tulisan Alwy Rachman, “Ruang
Sadar tak Berpagar”. Penggunaan kata Tak pada judul tersebut merupakan tekanan
yang sangat kuat, yang akan berbeda jika kita menggunakan komposisi lain,
misalnya “Tak ada pagar pada ruang sadar” yang terkesan datar-datar saja. Rasa tekanan
judul tersebut sama dengan “Tiada Tuhan selain Allah”, yang akan menjadi jinak
dan tidak bertenaga jika diputar “Selain Allah tiada tuhan”.
Melampaui bahasa, Ishak mulai
mengurai tentang ‘sadar’ itu, yang dilihatnya secara subjektif sebagai “Aku
Sadar”, upaya untuk melibatkan subjek yang sadar. Aku Sadar merupakan mengganti
kata jiwa, yang menurut Ishak tidak kuat menggambarkan subjektifitas sang Aku
dan lebih menunjukkan subjek sebagai kata benda. Terdapat sang Aku yang
melampaui koordinasi antar struktur biologis, misalnya otak, jantung, serta
organ-organ lainnya. Sang Aku ada pada setiap organ, Aku Sadar inilah yang
berkehendak, berfikir, merasa, dan bahkan menderita. Bahkan ketika kita
melihat, yang melihat adalah sang Aku Sadar, ketika kita mendengar, yang
mengaktifkan pendengaran adalah Aku Sadar, ketika kita mencium, yang mendorong
kita membaui sesuatu adalah Aku Sadar. Aku Sadar ada sebagai pengendali setiap
tindak laku kita.
Hal ini berlaku juga dengan
kemampuan belajar kita, kemampuan kita memahami sesuatu, kemampuan kita
berinteraksi, bercakap, menulis, sangat ditentukan oleh Aku Sadar. Ketika Aku
Sadar mengarahkan dirinya untuk mempelajari sesuatu (intensi), maka percayalah,
hal-hal yang dipelajari itu akan dengan mudah untuk kita serap dan kita gunakan
sebagaimana mestinya. Hal-hal yang menghalangi kita untuk maju dan mengerti
sesuatu, misalnya karena beban psikologi atau blok mental dan menyebabkan Aku
Sadar menjadi lemah, lantas membuat Aku Sadar menyerah dan memvonis diri bahwa
diri tidak mampu dan tidak pantas. Aku Sadar selalu berupaya untuk memperluas
ruang sadarnya, semakin luas ruang sadar maka semakin berisi-lah ia, semakin
bermanfaatlah ia, dan semakin berbedalah ia dengan orang lain. Ishak
mengistilahkannya dengan Bio Sphere di
samping biospace (ruang fisik), dalam hidup ini kita dibedakan
berdasarkan biosphere kita
masing-masing. Mendengar hal tersebut, seluas apa gerangan cakrawala
(biosphere) Ishak Ngeljaratan dan Alwy Rachman?
Foto : Imhe Mawar
Foto : Imhe Mawar
***
Bincang-bincang kumpulan 61 esai
“Ruang Sadar tak Berpagar” pada Rabu itu begitu merasuk dalam alam sadar saya.
Mendorong saya untuk selalu waspada terhadap segala kondisi yang dapat
menyebabkan tidaksadaran atau lebih pada hanya untuk memuaskan nafsu akan
harta, tahta dan kepuasan seks.
Saya mengucapkan penghormatan
tertinggi dan terimakasih kepada Ishak Ngeljaratan dan Alwy Rachman, yang telah
membantu membuka cakrawala kita tentang ruang sadar, juga terhadap teladan
mereka berdua yang selalu sadar dalam perkataan dan perbuatan.
Saya berdoa semoga dua mahluk
Indah ini dapat bersama-sama kembali di alam lain, siapa tahu mereka dapat
membuka cakrawala penghuni dunia lain tersebut.
Planet Coffee-Tamalanrea, 5 November 2015
Idham Malik
6 komentar:
Idham. Basah mata saya membaca tulisan ini. Sungguh.
Idham. Basah mata saya membaca tulisan ini. Sungguh.
Idham. Basah mata saya membaca tulisanmu. Sungguh.
Idham. Basah mata saya membaca tulisanmu. Sungguh.
Terimakasih telah membaca Kak, semoga Kak Alwy selalu sehat untuk mendampingi kami yang masih muda ini.
Ruang sadar sy smakin terjaga stelah membaca tulisan di atas, tks om Idam, ttp smangat dan sadar menulis sesuatu yang menginspirasi adalah amal yg sangat dasyat
Posting Komentar