Hidup di kota besar, dengan banyak iming-iming, menuntut kita bekerja keras. Bagi golongan menengah dengan modal pendidikan yang baik, akan bekerja lebih panjang, memeras otak dan tenaga untuk menyelesaikan satu persatu tugas kantor, pulang lebih lama dan pergi lebih cepat, sehingga waktu bersama keluarga semakin berkurang. Bagi mereka yang tergolong masyarakat bawah, lebih sulit lagi, harus menghabiskan waktu dengan menjual tenaganya kepada pemilik modal, dengan jaminan kesehatan rendah, serta kurangnya kesempatan untuk meningkatkan keterampilan dan pengembangan pengetahuan (kognitif). Selain itu, lantaran kurangnya waktu, keluarga pun terbengkalai, anak tidak dididik dengan baik, kadang-kadang suami melakukan kekerasan terhadap istri, hubungan tidak harmonis. Dan kurangnya pelarian dari pekatnya hidup, sebab, pemerintah kurang memfasilitasi hiburan-hiburan khas rakyat.
Ruang publik berkurang, alun-alun tidak ditata dengan baik, pasar-pasar tradisional semakin termarginalisasi, kesenian rakyat-yang menghubungkan manusia satu dengan yang lain, tenggelam dalam sari-sari kemanusiaan, semakin jarang dilakukan. Justru, yang diberi ruang dan kesempatan adalah simbol-simbol penghisapan, yaitu mall-mall, kawasan hiburan dengan harga tinggi, yang dimana rakyat biasa yang jumlahnya jutaan tidak mendapat akses.
Di Bali, masih tersisa hidup yang nyaman dalam komunitas. Saya juga percaya, di semua daerah di Indonesia juga masih kuat semangat komunitasnya. Semangat kolektif itu dirawat dan diramu dalam tradisi, di mana Manusia Bali harus menyelenggarakan upacara-upacara, yang tujuannya untuk memperoleh berkah dari Hyang Widi. Tapi, saya melihat ada maksud khusus yang juga sangat berguna bagi kehidupan bersama.
Sesajen-sesajen itu, berupa aneka buah-buahan, serta penganan yang diperoleh dari sumber-sumber alam, baik hewan maupun tumbuhan, dapat dinikmati oleh keluarga terdekat, beserta tetangga-tetangga. Dengan demikian, kehidupan bersama semakin terawat dengan baik. Kita secara tidak langsung didorong untuk saling membagi, memberi, dan tolong menolong. Selain itu, sesajen dapat memberi kekuatan psikologis bagi Manusia Bali. Sehingga mereka menjalani hidup dengan penuh kepercayaan diri.
Sumberdaya alam yang digunakan oleh mereka juga pun dijaga dan diberdayakan. Buah-buahan itu dipelihara dengan baik, ayam, telur, babi, dan lain-lain itu pun dapat memutar ekonomi orang Bali.
Tentu, banyak hal lain yang dibesarkan dengan tradisi tersebut, misalnya kesenian. Manusia Bali sangat menikmati kesenian komunitasnya, dimana anak-anak bali sedari kecil diajarkan berbagai tarian, musik, pahat, lukis. Jiwa mereka mekar dengan nuansa, keindahan - keindahan. Hal-hal ini bisa kita saksikan dari pagar-pagar rumah mereka, pintu rumah, bunga-bunga yang dipelihara di halaman rumah, pakaian mereka berupa kebaya yang khas, rambut gadis-gadis mereka yang panjang. Kesenian ini, sebagai bentuk kesadaran kolektif, sebagai bentuk rasa syukur terhadap berkah alam, juga saat ini berdampak ekonomi - meski memiliki nada eksploitatif.
Kebudayaan, kepercayaan, agama, tujuannya pasti baik. Tujuan yang paling jelas dan real, yaitu adalah keadilan sosial bagi seluruh manusia. Maka, sebaik-baik manusia adalah mereka yang berguna bagi komunitasnya.
0 komentar:
Posting Komentar