Istilah ini tiba - tiba lahir tadi siang. Di sebuah halaman instansi penelitian perikanan budidaya, Bonto Jolong, Maros. Sambil duduk - duduk, seorang peneliti senior, peneliti junior, teknisi, dan kepala balai, bincang santai tapi serius tentang rencana pengembangan Pandu (Padi dan Udang Windu), yang dicanangkan pemerintah pusat.
Di pikir - pikir, konsep Pandu ini tidak relevan dengan persyaratan hidup udang. Udang terbiasa hidup di habitat estuari (payau), dan padi terbiasa hidup di air tawar. Jika padi dipelihara di air payau, kecil kemungkinan padi dapat menghasilkan buah. Sedangkan jika windu di tempatkan di perairan salinitas rendah, kecil kemungkinan juga dapat berkembang.
"Bagaimana kalau kita ganti saja, Pandu menjadi Mangdu - Mangrove Windu?" kata Pak Indra, Kepala Balai Penelitian Perikanan Maros.
"Wah bagus itu pak, Saya jadi ingat Mangga Dua," kata seorang teknisi. Sontak menimbulkan gelak tawa.
Kami datang ke balai juga dalam rangka untuk mengambil bibit mangrove sebanyak 200 bibit. Bibit hasil penelitian Pahrur (peneliti Balai Maros), yang memelihara propagul mangrove di bak air sisa pemeliharaan udang vannamei, dengan sistem terapung. Mangdu, ke depan merupakan konsep pemeliharaan udang bersamaan dengan pemeliharaan bibit mangrove.
Sebelumnya, Balai Maros telah mencoba memelihara bibit mangrove sebanyak 4000 propagul jenis Rhizophora (asal Tongke - Tongke, Sinjai), pada perairan kolam IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah) tambak Super intensif yang terletak di Dusun Punaga, Kecamatan Mangarabombang, Kab. Takalar. Dipelihara selama 3 bulan, dan akhirnya diangkat pada Rabu, 12 Desember 2018. Mangrove itu diserahkan semuanya, sekitar 3000 bibit yang jadi ke WWF-ID, untuk ditanam di kawasan tambak - tambak di Pinrang.
Fahrur awalnya agak ragu - ragu, apakah propagul dapat bertahan hidup dengan mediasi air. Sebab, itu, awalnya Fahrur menyemai bibit mangrove di sedimen yang berupa limbah padatan, namun terlihat kurang efektif. Tapi, ketika ia diperlihatkan oleh Burhanuddin, rekan kerja yang lebih senior, bahwa mangrove bisa tumbuh dengan hanya mediasi air (tidak menggunakan tanah), tidak tanggung-tanggung, ia segera memesan propagul dari Sinjai, untuk segera disemaikan di IPAL tambak intensif Punaga.
Bersamaan dengan itu, pada IPAL tersebut juga dipelihara kerang hijau, serta dipelihara ikan mujair, yang ternyata cukup efektif untuk menekan limbah organik berupa konsentrasi nutrien N (Nitrogen) dan P (phospat), sebelum dibuang ke perairan umum. Apalagi di IPAL tersebut terdapat satu rute yang dimana air diaerasi, yang bertujuan untuk mendestruksi limbah organik. Sedangkan limbah padat sudah terbukti efektif untuk dijadikan pupuk organik bagi sayur -sayuran maupun pupuk untuk tambak.
"Kami tinggal menunggu, apakah bibit mangrove tersebut dapat hidup ketika ditanam di lumpur ataupun tanah berpasir. Kalau misalnya dapat tumbuh dengan baik. Maka kami akan memproduksi terus bibit mangrove di IPAL tambak Punaga, Takalar. Dan akan mendorong agar tambak - tambak intensif yang lain dapat ikut pula memanfaatkan mangrove untuk menekan limbah organik," Kata Fahrur.
**
Kembali ke Mangdu, belajar dari dapat bibit mangrove tumbuh di air dengan sistem terapung, tidak menutup kemungkinan hal ini dapat diperluas untuk pemeliharaan bibit mangrove di dalam tambak, di saluran air, dan juga muara saluran. Kandungan N dan P air di kawasan budidaya tampaknya memungkinkan mangrove tumbuh dengan baik.
Kembali ke Mangdu, belajar dari dapat bibit mangrove tumbuh di air dengan sistem terapung, tidak menutup kemungkinan hal ini dapat diperluas untuk pemeliharaan bibit mangrove di dalam tambak, di saluran air, dan juga muara saluran. Kandungan N dan P air di kawasan budidaya tampaknya memungkinkan mangrove tumbuh dengan baik.
Hal ini dapat terwujud, dengan memanfaatkan kawasan budidaya udang di Marana, Maros (kawasan pembinaan BPPBAP Maros) untuk sebagai ujicoba penerapan Mangdu. Lalu, hal itu dapat ditularkan semangatnya ke daerah - daerah lain, seperti Pinrang, yang merupakan lokasi dampingan WWF-Indonesia.
Jika seperti itu, maka cita - cita perikanan berkelanjutan dapat terlihat sinarnya. Pembudidaya tidak lagi terlalu terbebani oleh limbah yang dia hasilkan. Limbah itu dimanfaatkan oleh bibit mangrove, di samping kualitas air lebih terjaga. Selain itu, para pembudidaya dapat menyumbangkan bibit mangrove tersebut, untuk dipelihara di sekitar tambak, atau di tempat - tempat lain yang membutuhkan mangrove.
0 komentar:
Posting Komentar