Tuberculosis menyerang kita dengan
begitu cepat. Kita pun mesti memberantasnya beramai-ramai, itulah yang dilakoni
KMP TB Sipakainge’.
Kelurahan
Ballaparang terletak di lorong-lorong Jalan Timah, diapit Jalan Rappocini dan
Pelita Raya, ‘ular hitam’ yang selalu dirubungi macet saban sorenya. Di antara
kemewahan rumah pribadi, kawasan ini dihubungkan dengan gang-gang sempit padat
penduduk, yang pembatas rumah hanyalah dinding beton. Sepintas, tak ada yang
istimewa. Namun, diantara kegaduhan lorong kota ini, masih tersembul angin
segar, yang boleh disapa ‘Komunitas Masyarakat Peduli (KMP) Tuberculosis (TB)
Sipakainge’.
Seperti arti
namanya, ‘Sipakainge’ hadir untuk saling mengingatkan. Khususnya tentang bahaya
tubercolosis dan penularannya. Sejak Desember 2011, komunitas berhasil
mengumpulkan 60 orang anggota yang sama-sama tersentuh hatinya untuk
memberantas penyakit TB. “Diantaranya Tergabung 20 kader yang dilatih khusus
‘Aisyiyah untuk menyuluh dan mencari suspek TB,” ujar Pattagiling (49), Ketua
Komunitas Sipakainge.
Wilayah yang
lorong-lorongnya cukup kumuh ini, dengan warga berpenghasilan di bawah UMR
(Upah Minimum Regional), penderita TB termasuk banyak. Maret lalu ditemukan 14
suspek, diantaranya terdapat empat warga dengan BTA (Bahan Tahan Asam) positif.
Tak dapat dipungkiri, kuman TB memang dapat bertahan lama di ruangan yang
sanitasinya buruk, lembab dan kurang cahaya matahari. Sisi lain, ekonomi warga
pas-pasan, sehingga selalu tak mampu mencukupi kebutuhan gizi keluarga. Gizi
kurang menyebabkan imunitas menurun, sehingga sangat mudah terserang kuman TB
jika terdapat sumber penularnya.
Sipakainge’
terbagi atas tiga bidang, yaitu bidang penyuluhan, pencari suspek, dan PMO
(Pengawas Penelan Obat). Komunitas ini melakukan penyuluhan TB di Posyandu
terdekat sebanyak dua kali sebulan. Setiap
anggota komunitas pun mensosialisasikan bahaya TB pada keluarga, tetangga, dan
orang terdekatnya. “Sebagai ketua RW, ketika ada orang berkumpul di RW, saya
sering sosialisasikan bahaya TB,” ungkap Pettagiling, yang juga wakil Makassar untuk
pertemuan komunitas TB se- Indonesia di Surabaya, 18 – 24 Januari 2012 lalu.
Sehabis
penyuluhan, biasanya akan banyak laporan mengenai keberadaan penderita TB. Warga
melaporkan kerabat sesuai dengan gejala-gejala penderita, seperti batuk berdahak
lebih dari dua minggu dan disertai bercak darah, sesak nafas, kurang nafsu
makan. Dari laporan ini, dilakukan penelusuran oleh komunitas untuk menemukan
suspek TB, lalu mengambil spesimen dahaknya untuk diperiksa di Laboratorium Balai
Kesehatan Pettarani dan Puskesmas Kassi-Kassi. Jika terbukti positif TB, maka
dilanjutkan dengan pendampingan pengobatan oleh para kader dengan masa enam
sampai sembilan bulan.
Pattagiling
hingga saat ini baru menemukan dua suspek, padahal targetnya mencari sembilan orang
penderita selama tiga bulan ini. Dua orang itu satu bekerja sebagai tukang
becak, satunya lagi ibu rumah tangga. Keduanya adalah penerima beras miskin.
Meski begitu, sebagai ketua, ia lebih berfungsi untuk menyemangati anggota
untuk terus berusaha mencari suspek. “Sebenarnya, di sini kita banyak menemukan
penderita, tapi sayang rata-rata mereka sudah pernah putus. Sementara donor
menginginkan kita mencari penderita yang belum pernah diobati. Tapi, dengan
alasan kemanusiaan, mereka tetap kita rujuk ke Puskesmas,” ungkap
Pettagiling.
Sepulang dari
pertemuan di Surabaya, Pattagiling terpilih sebagai salah seorang formatur Paguyuban
Peduli TB Indonesia. Dalam jangka waktu dekat, paguyuban ini akan melaksanakan
kongresnya yang pertama. Harapannya, paguyuban skala nasional ini dapat
mengoptimalkan fungsi kader seluruh Indonesia dalam mendampingi penderita
menuju kesembuhannya.
Idham Malik (diterbitkan oleh Tabloid
Aisyiyah Care)
2 komentar:
assalamu alaikum
kaka ada info tentang Komunitas Masayrakat Peduli Tb lainnya yang ada di kota makassar?
Posting Komentar