Dalam PRA itu penduduk diminta
untuk membuat kalender musim, kalender harian, dan diagram venn di desanya.
Kalender musim merupakan salah satu teknik penggalian informasi atau
pengumpulan data untuk mengetahui kegiatan dan keadaan yang terjadi berulang
dalam suatu kurun waktu tertentu (musiman) dalam kehidupan masyarakat. Kalender
musim ini berhasil memetakan aktivitas penduduk di tiga dusun.
Di Dusun ketiga dusun, rata-rata
penduduk telah memiliki lahan, walau lahan mereka masih banyak di bawah satu
hektar. Lahan mereka diperuntukkan untuk menanam padi sawah pada musim hujan,
kacang di sawah pada musim kemarau. Kacang juga di tanam di ladang pada musim
hujan, tepatnya bulan Maret hingga Juni. Sebagian kecil masyarakat ada yang
mengusahakan cengkeh, mereka biasa panen setelah pohon cengkeh berusia tiga
tahun. Bulan panennya yaitu Agustus hingga November. Usaha lain yang berkembang
yaitu ternak sapi, ternak ini dikandangkan selama setahun, umur tiga tahun
baiknya sudah laku di pasaran.
Lalu dilanjutkan dengan materi
kalender harian, yaitu upaya untuk menggali pengetahuan dari masyarakat
mengenai peta aktivitasnya dalam sehari. Dari sini diketahui waktu petani
mengunjungi kebunnya? Waktu kapan mereka balik dari kebun, apa yang mereka
lakukan pada malam hari? Dan apa yang dilakukan oleh para ibu rumah
tangga/perempuan? Sehingga akan diketahui aktivitas dan waktu produktif penduduk.
Pola aktivitas sehari-harinya ada
kemiripan di ketiga dusun, pada pagi hari mereka mengurus ternak, dengan
menyiapkan pakan ternak. Setelah sarapan mereka menjenguk sawah mereka untuk
melihat saluran air sawah, membersihkan rumput-rumput, atau sekadar
mengamat-amati sawah. Tengah hari mereka kembali ke rumah, jam dua siang baru
kembali lagi ke sawah atau ke kebun kacang. Sore hari kembali ke rumah,
malamnya kembali ke sawah lagi untuk menjaga sawah atau kebun dari serangan
babi hutan.
Aktivitas perempuan di Bacu-Bacu
boleh dikata cukup padat juga. Sejak subuh mereka sudah menyiapkan sarapan dan
membersihkan rumah. Pada pagi hari mereka membantu anak untuk persiapan ke
sekolah, setelah itu ke kebun untuk
memetik sayur. Bukan hanya laki-laki yang berangkat ke sawah, ibu-ibu juga
begitu, mereka ke kebun pada pukul 08.00 dan ke rumah pada 11.00, kembali ke
kebun lagi pada 14.00 dan ke rumah pada 16.00. sehingga, selain menyiapkan
makanan dan membersihkan rumah, para perempuan juga bekerja di sawah.
Diagram venn adalah metode untuk
mendeteksi kerentanan di masyarakat, dengan melihat partisipasi lembaga di desa
pada kehidupan masyarakat. Kehadiran lembaga di desa, baik itu lembaga formal
maupun informal, sedikit banyak akan memberikan pengaruh pada masyarakat, namun
masyarakat pun kadang abai terhadapnya. Diagram ini selain memberi pemahaman
pada masyarakat mengenai keberadaan lembaga yang ada di sekitarnya, juga untuk
mengetahui tingkat kepedulian dan tingkat keseringan (frekuensi) lembaga
masyarakat dalam membantu memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat.
Pada bagan tersebut diperoleh
gambaran bahwa terdapat beberapa organisasi di desa yang keberadaannya kurang
dirasakan oleh masyarakat, di antaranya Bumdes (Badan Usaha Milik Desa), Karang
Taruna, Majelis Ta’lim dan Puskesmas Bantu (Pustu). Badan yang dirasakan pengaruhnya
oleh masyarakat namun tidak besar yaitu Posyandu, kelompok jimpitan, dan
kelompok arisan PKK. Dari bagan ini kita dapat mengetahui kira-kira apa yang
menyebabkan badan-badan itu kurang dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.
Yang terasa betul
ketidakhadirannya adalah Pustu. Sebabnya yaitu petugas Pustu yang dibangun pada
1997 itu jarang hadir, baik itu bidan maupun kepala Pustu. Padahal hidup mereka
sudah dijamin negara. “Para petugas ini datang ke desa hanya sekali dalam tiga
bulan, atau sekali dalam enam bulan,” ujar Meleng. Sehingga banyak warga yang
mulanya sakitnya tidak terlalu berat, namun karena tidak tertangani dengan
baik, lama-kelamaan menjadi sakit berat dan harus ditangani di rumah sakit. Ini
justru merugikan masyarakat, sebab selain sakit juga akan menguras biaya.
Di desa ini terdapat warga yang
menderita sakit parah yang tidak tertangani dengan baik, baik itu berupa sakit
menahun (gondok, gatal bersisik, asma), cacat (buta, tuli), dan penyakit
menular (kusta, lepra dan TBC). Penyakit dan cacat butuh perawatan serius dari
pihak petugas kesehatan, sebab merekalah yang bertanggungjawab membantu
masyarakat desa. selain itu para petugas ini punya kewajiban untuk
menyelenggarakan posyandu berupa imunisasi di desa bagi anak-anak di bawah umur
7 tahun. Imunisasi membentuk antibody generasi Bacu-Bacu agar tidak mudah
terserang penyakit.
Aktivitas yang padat dan tidak
disertai dengan ketercukupan gizi membuat warga desa rentan terhadap penyakit.
Terutama penyakit-penyakit musiman, seperti influenza, demam, dan penyakit
diare. Namun sayangnya, saya tidak menelusuri strategi apa yang digunakan oleh
warga dalam menanggulangi penyakitnya. Misalnya dengan mengonsumsi
tanaman-tanaman obat tertentu, meminta tolong pada dukun ataukah mencari obat
di pustu atau di pasar dekat kecamatan. Saya pun tidak menelusuri sejarah
penyakit pada penyakit gondok, kusta dan TBC, sehingga akan diketahui penyebab
dan metode penyebaran penyakit. Dari sini dapat diketahui intervensi apa yang
mesti diperbuat oleh pihak luar, misalnya LSM, pemerhati masyarakat. Misalnya
dengan memberikan pemahaman mengenai penyakit dan cara pencegahannya.
Dari segi sanitasi, saya melihat
sebagian warga desa Bulo-Bulo sudah mewujudkan tata sanitasi yang baik. Warga
Bulo-Bulo sangat memerhatikan aspek kebersihan di lingkungan mereka, dengan
rajin membersihkan halaman rumah, dan juga kebersihan toilet. Ketersediaan air
untuk kebutuhan domestik tercukupi sehingga tidak terlihat ada masalah di
bagian sanitasi ini atau prilaku hidup sehat. Walaupun terdapat satu dua warga
yang mengaku belum memiliki WC (Water
Closed).
Lemahnya kelompok jimpitan dan arisan juga
menjadi indikasi lemahnya ikatan sosial di masyarakat. Jimpitan merupakan upaya
masyarakat untuk bersama-sama mengumpulkan modal yang akan digunakan untuk
memperbaiki fasilitas-fasilitas umum. Ini terlihat ketika kami mengadakan penggalian
masalah-masalah yang ada di desa. ketika membincangkan persoalan bidang
pertanian, ternyata beberapa peserta membentuk benteng dan menyerang para
pengambil kebijakan dan pemerintah.
Warga menilai bahwa rusaknya
saluran irigasi disebabkan oleh kurang beresnya kinerja kontraktor dan mereka
yang terlibat dalam pengerjaan proyek irigasi. Sehingga terdapat sawah warga
yang tidak terkena air atau saluran air bocor dan tidak sampai ke ujung
irigasi. Malam itu, warga menyerang bertubi-tubi pembuat saluran air itu, yang
katanya tidak melibatkan masyarakat dalam mengerjakan proyek. Hanya dua bulan
setelah selesai pengerjaan irigasi, saluran tersebut bocor.
Setelah melihat sendiri esok
harinya, saluran irigasi warga tersebut memang mengalami banyak titik
kebocoran, sehingga air tidak sampai ke ujung saluran. Namun, saya cukup mengherankan
kenapa warga tidak sukarela memperbaiki titik-titik kebocoran itu? Sebenarnya dengan
biaya tak seberapa, kebocoran itu bisa ditanggulangi dengan modal swadaya
masyarkaat. Belum lagi saluran itu banyak tersumbat akibat banyaknya tumbuhan
liar hidup di saluran tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar