Sekitar Pukul 09.30 hari Kamis
(16/5), rombongan tim ujicoba penilaian standard Sertifikasi Udang telah tiba
di gedung karyawan tambak ‘Koperasi Putra Serang Mandiri’, di Desa Kemayun,
Wilayah Sawah Luhur, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
Koperasi ini mengelola tambak
yang tersebar di lahan seluas 60 hektar. Terbentuk atas kerjasama investor
lokal dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui program revitalisasi
lahan tambak yang tidak produktif. Mulanya beroperasi pada November 2012, walau
kepengurusan rampung pada Januari 2013. “sudah sepuluh tahun lebih lahan tidak
digunakan, sebelumnya lahan udang windu milik Perusahaan Indo Cor yang tutup saat krisis moneter 1997,” ujar
Muallim, manajer Koperasi. Pada awal-awal itu hampir semua fasilitas dan
perlengkapan dibantu pemerintah, baik itu benur, pakan, kapur, kincir, dan
fasilitas listrik.
Koperasi memayungi delapan
kelompok, diantaranya Windu Sejahtera, Windu Sejati, dan Windu Makmur. Rata-rata
dalam satu kelompok terdiri atas 10 – 15 orang/petambak, satu kelompok
mengelola ahan seluas 18 – 20 hektar. Mereka telah memetik hasil panen udang
Vaname pada siklus pertama, dengan rata-rata panen sebanyak 60 – 70 persen.
Hasil panen tersebut dikelola koperasi dengan mempertimbangkan jatah investor
dan tentu para koordinator setiap petakan tersebut. “Hasil panen cukup
menguntungkan. Ini didukung kualitas lahan yang belum tercemar dan
terkontaminasi bakteri (lahan baru), tapi kami masih mengalami kendala cuaca, pada
Desember – Januari lalu di sini sering hujan,” ucap Carto, Ketua Kelompok Windu
Sejahtera. Pada musim hujan itu mereka mengamankan kualitas air tambak dengan
pemberian kapur dan probiotik.
Pengelolaan tambak koperasi ini
menggunakan sistem tambak intensif. Dengan padat penebaran 500 – 1 juta benur
perpetak atau 4000 - 0,25 hektar, tidak menggunakan pakan alami atau sepenuhnya
dari pakan buatan, penggunaan kincir untuk suplay oksigen. Air masuk dan keluar
menggunakan sistem perpipaan.
Kita kembali ke ujicoba standar
ASC, di sana telah menunggu para teknisi dan staff koperasi yang sehari
sebelumnya juga menghadiri sosialisasi standar Aquaculture Stewardship Council
(ASC) di Gedung Dinas Kelautan Perikanan, Sumberdaya Mineral dan Energi.
Setelah berleyeh-leyeh sejenak, para koordinator penilai mengumpulkan anggota
timnya masing-masing untuk mendiskusikan indikator-indikator standar ASC, yang
terdiri atas 4 (empat) kelompok; yaitu kelompok Pengelolaan Kesehatan dan
Kesejahteraan Udang secara bertanggungjawab, kelompok sosial ekonomi, kelompok
pengaturan aspek pencemaran lingkungan, kelompok ekosistem dan keanekaragaman
hayati.
ada baiknya kita urai satu
persatu temuan kelompok-kelompok tersebut, meski waktu itu tidak sempat
tercatat dengan baik.
Pengelolaan Kesehatan dan Kesejahteraan Udang
Diskusi pengelolaan kesehatan dan
kesejahteraan udang dipimpin oleh Wahyu Subachri, Staff Senior Aquaculture WWF
– Indonesia. Wahyu telah lama malang melintang di dunia budidaya udang,
sehingga detail-detail pengelolaan udang dapat ia gali sedalam-dalamnya. Anggota
kelompok ini adalah Pak Yanto, Muallim, Ridwan, Casto, dan saya sendiri.
Satu persatu indikator Wahyu
bedah, pertama tentang pencegahan patogen yang keluar masuk ke dalam tambak dan
penyebaran patogen di dalam tambak. Pada poin itu perlakuan yang diterapkan
tidak ketat, ada tambak yang saluran air masuk dan keluarnya bercampur atau (inlet
dan outlet)-nya sama. “Pengobatan hanya dilakukan dengan sterilisasi pada
tandon dan pemasangan saringan (kondom) pada pipa air. Tapi banyak juga pipa
air masuk yang tidak ada saringannya,” ujar
Yanto, koordinator Teknisi Tambak Kelompok Windu Sejahtera.
Catatan sumber benih dan
kapasitas benih, total udang yang distok
ke tiap kandang dalam 12 bulan terakhir, serta penggunaan bahan kimia
sepeti pakan, probiotik, kapur, serta informasi dosis masing-masing belum
terdokumentasi dengan baik. Padahal dengan adanya catatan dapat membantu
petambak untuk merefleksi kekuatan dan kelemahan pengelolaan tambak sebelumnya.
“Untuk sertifikat benih bebas patogen (Specitific
Pathogen Free) kami hanya mendengar informasi bahwa benih yang berasal dari
CP Lampung dan Anyer tersebut bebas virus,” kata Carto, ketua kelompok Windu
Sejahtera. Beruntung karena koperasi tidak menggunakan antibiotik, sebab dapat
merusak jaminan mutu dan pangan udang.
Begitu halnya pembahasan tentang
pakan. Sejauh ini koperasi belum mengetahui asal-usul bahan pakan, terkait
sumber, spesies dan negara asal. Bahan pakan yang kandungannya melebihi 2
persen harus diperoleh dengan cara-cara yang bertanggungjawab, bukan diperoleh
dengan perusakan lingkungan atau merugikan ketersediaan pangan negara lain.
misalnya sumber kedelai tidak diperoleh dari negara-negara miskin, dimana
rakyatnya hidup kelaparan.
Aspek Sosial dan Ekonomi
Aspek ini digawangi oleh Eri
Damayanti, fasilitator Telapak, dia melakukan survei dengan metode wawancara ke
masyarakat sekitar tambak dan para pekerja tambak. Temuannya kemudian
didiskusikan pasca pengamatan. Diantara beberapa temuannya, koperasi dianggap
belum transparan dalam hal pemberian hak karyawan, misalnya informasi hasil
usaha koperasi. Selain ituMasyarakat merasa terganggu dengan suara bising mobil
truk yang keluar masuk desa, tapi masyarakat juga memperoleh keuntungan, sebab jalan
desanya diperbaiki.
Sementara ini koperasi
menjalankan diskusi rutin seminggu sekali dalam membahas
permasalahan-permasalahan di tambak. Tapi sistem tertulis belum dijalankan.
Catatan kasus dapat membantu pengelolaan konflik dan keluhan, mengantisipasi
munculnya masalah berulang. Lalu tidak ada klaim sepihak. Begitu halnya saat
pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat lokal, informasinya masih dalam bentuk
lisan.
Meski begitu, itu sulit
diterapkan, sebab kriteria-kriteria tersebut harus disesuaikan dengan kondisi
masyarakat lokal, dimana pegang pensil saja mereka kesulitan.
Pengaturan pencemaran
lingkungan
Ita Suarlia-lah yang berperan
untuk pembahasan pencemaran. Kelompok ini menemukan tidak adanya aktivitas
pengeboran di kawasan tambak. Sehingga persoalan salinisasi atau intrusi
penggaraman air di sekitar tambak tidak dikhawatirkan. Tapi alasan utama tidak
adanya pengeboran karena tanah di wilayah tambak itu mengandung metana, “PT.
Indo Cor mungkin tutup karena munculnya metana di dalam tambak,” kata Muallim.
Eutrofikasi atau kesuburan
perairan juga belum menjadi kendala. Sebab di tambak-tambak tersebut hanya
mengandalkan sisa pakan buatan yang juga menjadi pupuk perairan. Jumlah
nitrogen dan fosfor yang diperoleh masih di bawah standar. Namun yang belum
tertangani adalah penanganan air buangan dari kolam teraerasi. Bagaimana tidak,
saluran pemasukan air dan pengeluaran air sama.
Untuk kualitas oksigen air,
dimana perubahan persentase oksigen pada subuh dan siang hari di bawah 56
persen. Sementara konsumsi energi belum tercatat dengan baik, seperti energi
yang dibutuhkan ketika berkendaraan di sekitar lokasi, energi aerasi tambak,
pompa air, dan penerangan kantor dan kawasan.
Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati
Ragil dari Wetlands International
memimpin kelompok ini. mereka mendiskusikan dampak aktivitas budidaya terhadap
ekosistem dan keanekaragaman hayati. Kajiannya antara lain : Lepasnya spesies
budidaya dan potensinya sebagai invasive spesies, eutrofikasi pada badan air
dan perubahan fauna pada badan air penerima limbah, Konversi area yang
sensitif, seperti mangrove dan lahan basah, penggunaan sumberdaya lain seperti
ikan untuk bahan pakan yang berpotensi menyebabkan over exploitasi, Penyebaran
penyakit dan parasit dari spesies budidaya ke spesies liar, Perubahan genetik
pada spesies budidaya, Kematian predator misalnya pembunuhan burung di dekat
fasilitas aquaculture, Penyebaran hormon dan antibiotic yang kemungkinan
mengenai spesies aquatic di sekitar fasilitas budidaya.
Ragil mengamati sejarah mangrove
di kawasan ini dan ditemukan bahwa mangrove yang tumbuh adalah jenis achantus.
Itu pun tumbuh jauh di dekat laut. Menurut tetua daerah ini dahulunya wilayah
ini dipenuhi mangrove, tapi pelan-pelan dikonversi menjadi tambak. Menurut
Ragil, perusahaan bertanggungjawab untuk merehabilitasi areal seluas 50 persen ekosistem terdampak.
Ini sesuai dengan kesepakatan Balsar pada 1999.
Selain itu tidak diperbolehkan
lagi membuka lahan tambak di area ekosistem mangrove maupun ekosistem lahan
basah alami penting yang memiliki nilai ekologis sesuai dengan yang ditentukan
BEIA. Sehingga, tidak diperbolehkan bagi tambak yang dibangun setelah Mei 1999,
kecuali untuk lokasi pompa, inlet dan outlet kanal yang dikompensasi dengan
kegiatan rehabilitasi ekosistem
secara equivalen.
Namun, tantangannya daerah ini
belum dilakukan kajian dampak lingkungan. sementara Organisme lokal yang masih
ada di kawasan tersebut adalah spesies burung/aves, dan itu belum dilakukan
identifikasi, masih mengandalkan ingatan para teknisi dan pekerja tambak.
Penutup
Uji coba standar ASC di Kawasan
Tambak Koperasi Putra Serang Mandiri’ usai pada pukul 16.30. para peserta pun
memanfaatkan waktu luang itu untuk ketawa-ketiwi dan saling menimpali. Kami
dari tim Aquaculture WWF – Indonesia berharap kegiatan uji coba ini dapat
memberi pemahaman bagi para teknisi dan penyuluh Pemda yang terlibat, agar
standar ASC dapat diterapkan di lahan mereka, sehingga terjalin harmonisasi
antara aktivitas teknis bisnis budidaya dan pelestarian lingkungan.
Idham Malik
Seafood Savers Officer for Aquaculture (WWF - ID)
0 komentar:
Posting Komentar