Pendahuluan
Budidaya
perikanan telah berkembang pesat terutama dalam dua dasarwarsa terakhir. Akan
tetapi perkembangan tersebut masih terkendala oleh penyakit infeksi. Peyakit
infeksi merupakan penyakit yang diakibatkan oleh organisme, baik yang bersifat
unisel, multisel maupun non-selular. Intensitas infeksi menjadi tinggi manakala
stress lingkungan ikut terlibat di dalamnya, misalnya akibat kualitas perairan
yang buruk (Holm, 1999).
Sejak lama pengendalian penyakit
sangat mengandalkan penggunaan antibiotic, vaksin dan senyawa kimia
(desinfektan) sebagai usaha preventif dan kuratif. Peningkatan perhatian
masyarakat dunia terhadap kesehatan pangan dan lingkungan, menyebabkan
penolakan terhadap produk-produk yang mengandung residu antibiotic atau kimia
tertentu. Sebagai alternative pengendalian penyakit infeksi, terutama secara
preventif, maka salah satunya adalah penggunaan probiotik.
Probiotik secara umum dapat
didefenisikan sebagai makanan tambahan (suplemen) berupa sel-sel mikroba hidup,
yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi inang melali modifikasi bentuk
keterikatan (asosiasi) dengan inang atau komunitas mikroba lingkungan hidupnya
(Verschuere et al., 2000).
Probiotik
Secara
alami, floranormal mikroba pada hewan perairan terbentuk saat telur atau anakan
kontak pertama dengan air atau lingkungan.
Setelah beberapa saat kemudian, flora normal akan mencapai kestabilan.
Kestabilan flora normal ini akan membantu ketahanan hewan terhadap infeksi. Kondisi
stabil ini sangat dipengaruhi oleh pakan dan factor-faktor lingkungan, sehingga
menurut Fuller (1987) tiga hal utama yang dapat mempengaruhi floranormal
mikroba yaitu higine yang berlebihan (excessive
hygiene), terapi antibiotic dan stress. Kelebihan hygiene akan mendorong
pertumbuhan mikroba saluran pencernaan yang sesuai dengan senyawa yang berlebih
tersebut untuk tumbuh lebih banyak sehingga keseimbangan flora normal saluran
pencernaan terganggu. Terapi antibiotic akan menekan pathogen sekaligus mikroba
penyuun flora normal mikroba saluran pencernaan, sebagai akibatnya keseimbangan
flora normal terganggu. Adapun stress menyebabkan fisiologis tubuh inang
mengalami perubahan dan berakibat perubahan keseimbangan flora normal mikroba
intestinum. Ikan dan hewan akuatik lainnya memerlukan suhu, pH, kesadahan,
salinitas dan sejumlah factor lingkungan lainnya pada tingkatan yang optimum
esuai dengan spesiesnya. Di perairan bebas, tidak hanya organismen yang
menguntungkan terdapat di dalamnya, sebagain dari organism tersebut bersifat
fatogenik opurtunis maupun patogenik
obligat.
Kondisi kulaitas lingkungan yang
buruk, kualitas bibit atau hewan yang kurang baik, padat tebaran tinggi dan
kualitas pakan yang kurang baik, akan merugikan hewan budidaya dan memudahkan
terjadinya wabah penyakit. Probiotik dapat diterapkan sebagai pakan tambahan
(aditif) pada pakan buatan maupun pakan alami seperti rotifer, krustacea dan
alga. Usaha ini ditujukan agar probiotik masuk ke dalam saluran pencernaan,
menyeimbangkan populasi mikroba pada saluran pencernaan, mengendalikan pathogen
pada tubuh inang dan lingkungan, menstimulasi imunitas inang dan sebagai
agensia perbaikan kualitas air melalui kemampuannya mereduksi polutan antara
lain melalui transformasi dan biodegradasi. Mengingat hal tersebut, maka
penggunaan probiotik sebagai alternative pengendalian penyakit yang aman
menjadi sangat esensial karena probiotik tidak saja mengendalikan mikroba
pathogen, tetapi juga memperbaiki kualitas air.
Pemilihan mikroba untuk probiotik
terutama didasarkan pada kemampuannya dalam melekat pada epitel usus,
mengkolonisasi dan melakukan aktivitas metabolic yang menguntungkan inang,
serta menstimulasi imunitas inang (Gibson, et
al., 1997, Fuller, 1997).
Secara nyata sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa probiotik menguntungkan karena: menghambat pembentukan
floramikroba yang merugikan (pathogen) melalui penghambatan dalam
mengkolonisasi saluran pencernaan, menghasilkan senyawa antimikroba dan
berkompetisi dengan mikroba pathogen dalam mendapatkan nutrisi dan situs
pelekatan, meningkatkan nilai gizi pakan melalui pengkayaan vitamin,
mendetoksikasi toksin atau factor antinutrisi, dan berperan dalam pencernaan
materi pakan (Smoragiewicz. Et al., 1993).
Perlu diketahui bahwa probiotik sebagian
besar dipilih dari mikroba penyusun saluran pencernaan. Penelitian yang telah
banyak dilakukan sejak lama yang mengindikasikan bahwa sejumlah mikroba
floranormal saluran pencernaan merupakan mikroba saprofitik heterotrofik dan
menguntungkan inang karena kemampuannya menghasilkan biotin (Sugita et al., 1992). Senyawa antibakteri (Westerdahl et al., 1991), dan enzim-enzim hidrolitik seperti amylase (Sugita et al., 1996) dan protease (Hoshino et al., 1997).
Penerapan Probiotik dalam Budidaya Perikanan
Sejumlah
penelitian penggunaan probiotik dalam budidaya perikanan telah dilakukan,
aplikasi tersebut antara lain dengan cara menyebar probiotik ke kolam atau
tambak pemeliharaan, sebagai pakan tambahan, atau dengan perendaman. Adapun
sumber floranormal mikroba saluran pencernaan, air, dan lumpur kolam. Probiotik dalam budidaya
perikanan meliputi beragam spesies udang, ikan dan organism air lainnya.
Penyiapan sel-sel mikroba probiotik
untuk pakan umumnya dilakukan dengan sejumlah cara seperti dicampur sebagai sel
segar atau hidup, sel hidup dalam suspense garam fisiologis, dalam bentuk sel
terliofilisasi dan melalui perantaraan organism lain seperti rotifer (a.l.
Gatesoupe, 1991; Rengpipat et al., 1998;
Irianto, 2002).
Bacillus
spp merupakan kelompok mikroba yang sering digunakan sebagai probiotik
terutama dalam hal terkait perbaikan kualitas air sebagaimana yang dilakukan
Querioz dan Boyd (1998) dan Moriarty (1998). Dari aplikasi tersebut terjadi
perbaikan kualitas perairan, mengurangi konsentrasi senyawa kimia yang
merugikan, dan menyeimbangkan populasi mikroba dalam kolam tambak atau tambak
dengan menekan populasi bakteri pathogen. Adapun dari penelitian Kennedy et al. (1998) Bacillus No. 48 yang digunakan untuk budidaya ikan laut common snook (Centropomus undecimalis) berperan dalam memperbaiki pencernaan yang
ditunjukan oleh peningkatan protease, dan menekan bakteri pathogen dalam
saluran percernaan. Sejumlah peneliti lain seperti Gilberg et al (1997) dan Joborn et al
(1997) menggunakan probiotik dari kelompok bakteri asam laktat yang dikenal
sebagai Carnobacterium. Aplikasi Carnobacterium melalui pakan terbukti
meningkatkan populasi bakteri tersebut di saluran pencernaan hewan percobaan
dan menghasilkan senyawa penghambat bakteri pathogen ikan secara in vitro. Pada penelitian in vivo terbukti Carnobacterium aktif secara metabolic di mucus intestinum dan
feses. Penggunaan Aeromonas sobria sebagai
aditif dalam pakan ikan mas (Carassius
auratus) dan Rainbow trout terbukti
meningkatkan sintasan ikan manakala diinfeksi secara artificial dengan bakteri
pathogen Aeromonas hydrophila dan A. Salmonicida tipikal dan atipikal.
Penelitian lanjut menunjukkan bahwa pemberian probiotik tersebut terbukti
meningkatkan jumlah sel darah putih, sel darah merah, jumlah makrofag ginjal
dan aktivitas fagositasnya, dan menurunkan persentase kematian makrofag ginjal
(Irianto, 2002).
Adapun Hrzevili et al (1998) menggunakan bakteri asam laktat Lactococcus lactis AR21 yang terbukti mampu meningkatkan
pertumbuhan rotifer dan menekan bakteri pathogen V. anguillarum. Gatesoupe (1991) menggunakan bakteri asam laktat Sterptococcus thermophilus, Lactobaccilus
plantarum dan L. helveticus untuk
ikan turbot secara tidak langsung melalui rotifer, dari penelitian tersebut
hanya L. plantarum dan L. helveticus yang secara nyata
berpengaruh terhadap pertumbuhan rotifer dan ikan turbot.
Agus Irianto, Ph.D
Fak. Biologi UNSOED
0 komentar:
Posting Komentar