Dalam suasana sore yang ceria,
pemandangan danau yang kemilau, ekspresi pemuda – pemudi yang memanfaatkan lantai
dasar Gedung IPTEKS Unhas untuk latihan menari, menyanyi dan diskusi, serta
suara-suara gaduh yang asyik, kelas menulis Sekolah Menulis Kreatif pada Sabtu,
7 Maret 2015, kemarin, berlangsung hikmat. Maklum, kali ini kelas yang diikuti
20-an peserta dari beragam kampus di Makassar didampingi oleh Alwy Rachman,
yang dengan sihir kata-katanya kembali mengusik pikiran.
“Belajar menulis itu, seperti
belajar naik sepeda. Ada jatuh bangun, kita harus latihan terus menerus hingga
mahir. Agar ketika berkendara tidak mencelakakan orang lain,” kata Alwy.
Pernyataan ini menghentak kita, sebab kita pun sadar bahwa tulisan itu dapat
membuat orang lain-pembaca menjadi celaka atau luka. Begitu pentingnya latihan keras
dalam menulis.
Sore itu, Alwy menawarkan tools,
semacam alat yang dapat memudahkan para penulis untuk mengumpulkan pengetahuan.
Tools dasar tersebut bernama “Taksonomi Bertanya”. Jika diurai menjadi Taksa
atau susunan dan Nomi berarti tersebar. Untuk memudahkan, beliau meringkasnya
dengan kutipan “Tuhan hanya mencipta alam semesta, yang menyusunnya adalah ilmu
pengetahuan”. Kenapa harus disusun? Itu untuk memudahkan kerja berfikir kita,
yang memang punya potensi untuk mengklasifikasi, mengatur, dan menjelaskan.
Katanya, agar tulisan atau karya kita tidak hanya melulu dikendalikan oleh
intuisi, tapi juga oleh pikiran yang terstruktur. Lalu, yang rumit dalam
kerja-kerja intelektual ini tambahnya lagi adalah bertanya. Lebih mudah memberi
jawaban dibandingkan bertanya.
Bertanya pun punya teknik dan
tujuan. Dalam taksonomi bertanya, terdapat tiga lapisan, lapisan dasar pada
piramida taksonomi yaitu menjawab konteks, dengan pertanyaan siapa, dimana, dan kapan. Lapisan
kedua dari piramida yaitu menjawab pengetahuan dan metode-modus, dengan
pertanyaan Apa dan Bagaimana. Serta lapisan akhir yang
paling puncak piramida dengan sebuah pertanyaan menukik dan menakutkan, yaitu kenapa? Kenapa selalu mensasar nilai dan kepercayaan seseorang. Nilai-nilai yang mendasari tingkah laku seseorang.
Untuk memulai riset, perbanyaklah
pertanyaan yang menjawab konteks, yang dalam hal ini tentang pertanyaan : siapa, dimana, dan kapan.
Konteks akan menjelaskan peristiwa, menggambarkan permukaan-permukaan dan
pola-pola peristiwa. Misalnya kasus geng motor, cobalah mengeksplorasi
pertanyaan sebanyak-banyaknya. Siapa-siapa
pelakunya, siapa-siapa korbannya, siapa-siapa yang resah, siapa-siapa yang
mengambil untuk dari fenomena geng motor, lalu siapa-siapa yang terlibat
menangani kasus tersebut? Dimana saja kejadiannya, di mana saja para pelaku
berkumpul, di mana saja korbannya, di mana saja hal ini dibicarakan, di mana
saja hal ini diatur dan dikendalikan, di mana kira-kira geng motor mendapatkan
titik terang dan penyelesaian? Lalu, kapan
kejadian-kejadian yang melibatkan geng motor, berdasarkan jam, berdasarkan
hari, berdasarkan bulan, berdasarkan tahun, berdasarkan zaman? Jawaban-jawaban
terhadap pertanyaan itu kemudian dipindahkan ke dalam matriks atau tabel, untuk
melihat keragaman jawaban.
Lapisan kedua riset adalah
tingkatan pengetahuan, dengan mengeksplorasi pertanyaan apa dan bagaimana. Jawaban-jawaban
pertanyaan ini akan mengarahkan kita pada teknik, cara, atau metode, serta pada
sejarah, akibat-dampak, dan defenisi. Semua jawabannya membantu kita untuk
mengerti apa dan bagaimana kasus atau fenomena terjadi, yang bersifat
eksplanasi dan analisis. Misalnya kembali tentang geng motor. Apa itu geng motor, Jenis-jenis geng motor, Apa
dampak dari geng motor? Data-data tentang geng motor, misalnya jumlah korban,
jumlah pelaku, kelompok umur pelaku, kelompok umur korban, kelompok kelas
sosial korban, jumlah tempat operasi, jumlah kejadian, dll. Bagaimana proses rekruitment dalam geng
motor, program kerja geng motor, persiapan sebelum geng motor operasi,
bagaimana geng motor beroperasi, senjata-senjata apa yang digunakan, bagaimana
teknik penggunaan senjata, bagaimana mereka membuat senjata, bagaimana teknik
untuk menakut-nakuti korbannya, berapa orang mereka beroperasi, barang-barang
apa saja yang mereka rebut, bagaimana setelah operasi, barang-barang hasil
curian digunakan untuk apa? bagaimana mereka menjalin hubungan di kehidupan
sehari-hari, bagaimana mereka menghindari tindak penangkapan dari polisi? Dll. Eksplorasi
pertanyaan tentang apa dan bagaimana ini sebanyak-banyaknya. Jawaban pada
setiap jawaban juga dipindahkan ke matriks atau tabel untuk memudahkan
klasifikasi dan identifikasi.
Lapisan tertinggi dari lapisan
taksonomi bertanya adalah kenapa. Jawaban atas pertanyaan kenapa
ini akan mensasar nilai dari pelaku, komunitas, kelompok masyarakat yang kita
sasar. Jawaban atas kenapa akan menggores emosi, karena sifatnya sangat
subjektif, menyangkut nilai, kepercayaan dan moral subjek yang kita observasi.
Menurut Alwy, pertanyaan ini paling jarang digunakan, atau terlupa digunakan,
padahal jawaban dari pertanyaan ini sangat membantu untuk melacak, kira-kira
nilai apa yang mendasari sebuah tindakan kejahatan, atau operasional teknis
tertentu. Misal untuk pertanyaan ini, Kenapa
geng motor menggunakan teknik kekerasan, bukan demonstrasi? Kenapa geng motor
terdiri atas anak-anak remaja, bukan orang dewasa? Kenapa geng motor hadir di
lorong-lorong, bukan di kompleks-kompleks elit? Kenapa geng motor lebih sering
beroperasi di malam hari? kenapa geng motor mensasar kelompok-kelompok ekonomi
tertentu? Kenapa geng motor tiba-tiba menyeruak pada saat-saat sekarang dan
pada waktu konflik antara Polisi dan KPK? Kenapa geng motor tiba-tiba banyak di
berbagai daerah? Kenapa polisi sangat lamban menangani geng motor? Kenapa
pemerintah tidak tanggap terhadap geng motor? Dll.
Masing-masing pertanyaan pada setiap lapisan dapat dibuat dalam dua zona, yaitu zona masalah dan zona solusi. Misalnya untuk pertanyaan konteks, Siapa yang bermasalah dan Siapa yang dapat memberikan solusi, kapan terjadi masalah dan kapan bisa diselesaikan, lalu dimana terjadi bermasalah dan dimana masalah tersebut bisa diselesaikan. Begitu halnya dengan pertanyaan apa (apa masalahnya dan apa solusinya) dan bagaimana (bagaimana masalahnya dan bagaimana solusinya), serta kenapa (kenapa dipermasalahkan dan kenapa harus diselesaikan).
Jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa disusun dalam poin-poin, atau mengambil
garis kesimpulan terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut. Misalnya, geng motor
adalah para remaja tanggung dari kelompok ekonomi rendah, yang dari
kejahatannya, terdapat kelompok-kelompok tertentu yang memperoleh manfaat dari
kejahatan mereka atau geng motor adalah tindak sporadis yang terencana dan
direncanakan secara matang oleh kelompok-kelompok tertentu untuk pengalihan
isu-isu skala besar.
***
Setelah mengumpulkan begitu
banyak pertanyaan pada setiap lapisan taksonomi. Kita pun dituntut untuk
melakukan seleksi terhadap pertanyaan-pertanyaan yang kita ingin ajukan, yang
nantinya akan mengarah pada rumusan masalah terhadap tulisan atau riset yang
kita lakukan. Atau, dengan begitu banyak pertanyaan, kita dapat membuat beragam
tulisan, dengan rumusan masalah atau sudut pandang yang berbeda-beda. Tentu,
jawaban-jawaban pada setiap pertanyaan tersebut akan sangat membantu menguatkan
argumentasi dan analisa kita dalam melihat peristiwa.
Alwy kembali membantu peserta
untuk memindahkan jawaban-jawaban tersebut dalam tulisan. Kita dapat
menggunakan susunan gunung es, dimana puncak atau permukaan piramida menggambarkan
peristiwa, lalu tengah-tengah piramida menjelaskan pola-pola peristiwa, dan
bagian dasar piramida menjelaskan dengan detail struktur atau faktor-faktor
yang menyebabkan peristiwa serta teori-teori yang mendukung.
Hal lain yang Alwy jelaskan adalah
teknik semat, dimana kita dapat mengambil kutipan-kutipan yang sesuai atau
relevan dengan apa yang kita maksud dalam tulisan, yang di tempatkan di awal
tulisan dan pada akhir tulisan. Semat ini lebih pada style tulisan, yang
membantu pembaca untuk memahami konten tulisan dari awal hingga akhir. Lalu, ia
pun memberi tips dalam memperbaiki tulisan. “Sebaiknya, ketika tulisan telah
rampung, tulisan tersebut kita tidurkan dulu barang sehari. Lalu kita lihat
kembali dimana patahan argumentasi tulisan kita,” Kata Alwy.
Sesi taksonomi bertanya ditutup
dengan refleksi dari para peserta. seorang peserta mengungkapkan, “baru kali
ini saya mendengar bahwa pertanyaan ada taksonominya juga, sebelumnya saya
hanya tahu tentang taksonomi tumbuhan dan hewan,” kata Ayyub, mahasiswa
pertanian. Komentar lain diutarakan William, mahasiswa kedokteran Unhas,
“Sebelumnya, saya mengenal taksonomi pada tubuh manusia, kali ini saya baru
menyadari bahwa tulisan juga harus punya taksonomi".
Sesi ditutup, Magrib menyambut
dan suasana menjadi redup. Tapi, pikiran kami, menjadi terang dengan taksonomi
bertanya.
Minggu, 8 Maret 2015
Idham Malik
Kepala Sekolah Menulis Kreatif
0 komentar:
Posting Komentar