Saat-saat ini, kita tak tahu, apakah situasi kampus sudah begitu genting, sudah begitu mencekam, hingga berlaku jam malam? Mahasiswa hanya berada di antara tembok-tembok kelam, rerumputan, pohon-pohon, angin sepi, bercanda ria memandang ikan-ikan di atas bara. Kita pun linglung, jam malam ini faktanya menjadi aturan yang bergigi, dengan mengadili mahasiswa dengan skorsing. Justru, semakin bergigi aturan seperti ini menjadi kian lucuh.
Bayangkan, mahasiswa yang sedang mekar-mekarnya, sedang asyik-asyiknya, berdiskusi tentang banyak hal. Barangkali tentang matakuliah yang sulit ia mengerti, tentang dosen-dosen yang baik hatinya, tentang gadis-gadis yang menawan, tentang kawahcandradimuka yang sedang ia buka pintunya, ia masuki dengan pelan-pelan. Terpaksa harus berurusan dengan waktu luang 6 bulan (1 semester) tanpa ada ativitas belajar dan mengajar dalam kampus, gara-gara bakar-bakar ikan di malam hari dalam kampus. Memang, waktu luang itu mereka bisa manfaatkan untuk mengerjakan banyak hal, tapi waktu luang itu juga sangat penting untuk menggali lebih dalam ilmunya, tentang spesies-spesies laut, topografi, pengelolaan kawasan laut, atau tentang masyarakat pesisir. Begitu bernilainya waktu, bagi anak muda yang masa depan yang rasa-rasanya makin sulit, jika tidak ditempa dan diarahkan dengan baik di masa sekarang.
Sulitnya lagi, adalah rasa prustasi mereka, terhadap hukuman yang tidak sepadan dengan pelanggaran. Adik-adik ini mungkin terbiasa hidup bijak di masa sekolah dahulu, terbiasa tepat waktu dan rajin mengerjakan tugas sekolah. Barangkali di antara mereka ada anggota OSIS, Pramuka, PMR, dan pengurus mushallah, yang punya impian tinggi tentang bagaimana berkiprah di masa depan. Dengan hukuman itu, rasa percaya mereka terhadap institusi tempat orang tua mereka titipkan untuk mendidik mereka, melatihnya menjadi sosok professional, berguna bagi orang banyak, melempem. Yang timbul adalah perasaan-perasaan kesal, terhakimi, teracuhkan, yang buntutnya dapat merusak mental dan moral mereka. Mestinya, Bapak-Bapak Pengurus Fakultas dan Kampus dapat sedikit memikirkan dan merasakan dampak-dampak psikologis seperti itu.
Sebaiknya, kebijakan jam malam ini perlu dikaji ulang, demi menjaga ketentraman dunia pendidikan di kampus kita. Sebab, tak dapat dipungkiri, jika aturan seperti ini diberlakukan, mungkin ke depan sudah ada ratusan orang harus berhenti kuliah hanya karena jam malam. Bayangkan, berapa banyak mahasiswa di UKM-UKM, di senat-senat, di sekretariat-sekretariat BEM lainnya. Aturan fakultas juga berarti aturan kampus, tidak boleh setengah-setengah dalam menerapkan aturan. Baiknya, buatlah aturan yang mendukung kultur akademik, yang tidak menyusahkan gairah belajar mahasiswa.
Sebab, perlu dipikirkan bahwa mahasiswa itu adalah mahluk pembelajar, yang siang dan malamnya digunakan untuk belajar. Sedangkan tempat yang paling nikmat, suasananya mendukung untuk belajar adalah di kampus, dimana mereka dapat bertemu dengan teman-teman kuliahnya, hingga suasana dialog dan perdebatan dapat terbangun. Lagian, otak semakin malam semakin encer kan?
Jadi, Pimpinan fakultas jangan baper deh, ingat, mereka ini adik-adik yang butuh bimbingan Prof, bukan skorsing dari Prof.
STOP KEKERASAN AKADEMIK
0 komentar:
Posting Komentar