semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Ummat yang Marah

Sangat sedih sebenarnya, melihat dinding media sosial belakangan ini. Orang - orang banyak yang terbakar, tersulut emosi. Memang sih, emosi ini berangkat dari emosi yang lain. Emosi dibalas emosi.
Orang begitu gampang, begitu cepat bangkit rasa marahnya, yang ujung - ujungnya adalah kebencian. Padahal, Islam mengajarkan kita untuk lebih mengedepankan rasio, mencari jalan keluar dengan baik-baik, kita dituntut untuk dapat mengendalikan hawa nafsu kita. Kata kyai - kyai, hawa nafsu itu ibarat hewan liar, kita harus menggelandangnya, agar dapat digunakan untuk tujuan - tujuan yang tepat. Sulitnya, hawa nafsu itu ada dalam diri kita, satu dalam dua, dua dalam satu.
Dalam diri kita, pun dalam ummat kita, sebenarnya terbagi dua, yaitu mereka - mereka yang dapat mengendalikan hawa nafsu, sebagai agenda jihad besar, itu yang disebut nafsu mutmainnah (orang yang memiliki jiwa - jiwa yang tenang). Dan mereka yang dikendalikan oleh nafsu, nafsu lawwamah. Orang - orang yang dikendalikan oleh hawa nafsu ini ada dimana-mana, ada di Banser, ada di HTI, ada di NU, dan ada di Muhammadiyah.
Jiwa yang tidak tenang itu, bisa berdampak fisikal, yaitu dapat merusak diri sendiri dan tentu orang lain.
Boleh jadi, masing- masing kita, kadang - kadang didominasi hawa nafsu. Pada suatu ketika. Saat kita mungkin lagi pusing - pusingnya. Lagi capek-capeknya. Lagi stess - stressnya. Kita menjadi gampang marah. Tanda - tandanya, yaitu, kita selalu gelisah, gerasah grusuh, tidak tenang.
Saya tidak tahu, apakah marahnya ini lantaran kita dikuasai hawa nafsu, atau sedang mengendalikan hawa nafsu? Ini menjadi berat, sebab, kita terlanjur terlalu yakin, bahwa kata - kata yang tercetak di bendera itu adalah sakral. Kita begitu prihatin, dengan tulisan tauhid pada bendera, yang ketika dibakar, merupakan bentuk penghinaan. Merupakan tindakan keji. Kita menyamakan, bahwa, ketika simbol dibakar, sama dengan melecehkan Tuhan. Padahal, simbol itu, adalah ciptaan kita sendiri. Manusia yang merupakan ciptaan Tuhan yang paling mulia. Tuhan, ada di pikiran kita masing-masing. Tuhan, adalah apa yang kita persangkakan tentangnya. Tuhan adalah Yang Maha Tinggi, yang tetap berkuasa, dan Dengan Kekuasaan-Nya itu, sebenarnya kita tidak perlu repot - repot membela-Nya, jika ada oknum yang blunder melecehkan-Nya.
Apalagi, kita mungkin belum menelusuri motif. Bahwa, berulang kali disebutkan, kalau yang dibakar adalah bendera HTI. Yang tiba - tiba saja ada di lokasi kejadian. Ini spontanitas saja. Kita pun sadar, bahwa ada konflik laten sebelumnya, antara organisasi oknum, dengan HTI sendiri. Nah, kenapa mereka berkonflik? Panjang urusannya lagi.
Namun, kita kurang mau mencari tahu. Kita kurang mencoba untuk berfikir adil terhadap pelaku. Yang tidak lain adalah bagian dari ummat Islam sendiri. Yang sehari - harinya mengucapkan tauhid. Yang juga rela mati demi membela Islam. Lantas, kita mengecam secara emosional orang Islam yang kebetulan blunder itu, yang mungkin saja jauh lebih kuat imannya dari kita?
Saat ini, oknum pelaku sedang diusut. Internal Banser dan NU mencari jalan keluar. Tidak ada benar dan salah, jika dilihat dari banyak perspektif. Tapi, saya setuju dengan pernyataan Gus Solah (perwakilan NU), kita perlu berkepala dingin, dan biarkan polisi bekerja. Sebaiknya ada permintaan maaf. Bukan dari segi benar salahnya. Tapi, lebih pada sosiologis sudah mengganggu ketentraman ummat Indonesia, yang boleh dibilang belum terbiasa dengan kejutan - kejutan.
Segala yang benar adalah Hak Allah. Kesalahan dari tulisan ini, jika ada adalah dari saya sendiri.





Related Posts

0 komentar:

Ummat yang Marah