Pada hari ini, 13 Agustus 2022, sebenarnya adalah sebuah babak baru, udang bintik (Metaperuteus ensis) sekitar 100 kilogram yang berasal dari petak tambak masyarakat di Pegat Batumbuk telah dijual ke pasar dan pedagang-pedagang ikan di Tanjung Redeb, Kab. Berau. Sepertinya usaha ini kurang untung, atau sekadar jalan-jalan, tapi yang menjadi kegembiraan karena teman-teman telah berani melampaui pikiran untuk membuktikan kata-kata ke dalam dunia nyata.
Ide mengenai usaha pembelian udang di kampung-kampung udang Berau sudah cukup lama. Sejak kedatangan kedua saya ke Tanjung Redeb, sekitar Februari 2022, teman-teman yang tergabung dalam komunitas Beyond (Berau Youth and Discussion), di suatu malam, bertempat di sebuah cafee kami bercerita tentang rencana penjualan udang ke perusahaan, kami berhalusinasi waktu itu, bahwa tidak lama lagi nasib teman-teman akan berubah menjadi lebih baik, mumpung sebelumnya saya sempat bertemu dengan pimpinan perusahaan di Makassar, yaitu PT. Mikase, kami diajak diskusi mengenai rencana tindak lanjut pengurusan sertifikasi ASC (Aquaculture Stewardship Council), dan di ujung-ujung pembicaraan terdapat diskusi menarik mengenai potensi udang Kab. Berau. Saya menjelaskan berapa hektar udang Kab. Berau, dan metode budidaya dan jenis udang yang dibudidayakan. Pak Martin, senang mendengar hal itu, karena ternyata beliau juga berencana membangun gudang baru di Tarakan, dengan nama PT. Mikase (Mitra Karya Sejati). Pak Martin bilang, "Kalau begitu, kita ketemu di Tarakan pada April nanti", saya bilang saja, oke Pak..
Dalam perjalanannya menuju mulainya bisnis ini ternyata tidak lurus seperti rel kereta api, penuh dengan lika dan liku. Pada Mei 2022, ketika kembali lagi ke Berau setelah berlebaran idul fitri di Makassar, ada seorang pengusaha yang menunggu di Berau, untuk terlibat dan berniat untuk bersama-sama membeli udang dan menjualnya di Tarakan. Katanya banyak duit dan mengeluarkan statement bahwa ia menyiapkan dana sekitar 1 milyar untuk mengawal usaha udang ini. Sontak kami percaya, dan ia pun berhasil membujuk kami untuk bersama-sama ke Tarakan.
Kami pun ke Tarakan bersama-sama, saya memperkenalkan dia dengan jajaran pengambil keputusan di dua perusahaan, yaitu PT. MMA (Mutiara Minanusa Aurora) dan PT. Mikase. Akhirnya dia dapat kontak ke dua perusahaan tersebut. Dalam perkembangannya, orang ini terlihat aneh dengan perubahan-perubahan arah rencana. Mulanya dia punya uang, kemudian berubah dengan skema proposal ke pimpinan perusahaan dengan skema investasi, lalu jurus terakhirnya yaitu menggunakan uang perusahaan melalui mekanisme komisi. Perubahan-perubahan ini demikian cepat, belum lagi orang ini mendesak untuk fasilitasi kontak dengan pimpinan perusahaan, padahal sudah ada jadwal yang disepakati untuk meeting bersama pimpinan tersebut. Pada akhirnya, dia dapat bantuan langsung dari pihak perusahaan untuk pengiriman udang pertama, namun, karena kami sudah paham wataknya dan resiko yang kami hadapi kelak, maka kami pun mundur dan membiarkan mereka jalan sendiri.
Belakangan, ternyata orang ini kian berkasus, ia ternyata bukan pemilik modal, tapi dia hanya dibiayai oleh pemodal yang sebenarnya. Masalahnya, anak dari pemodal itu yang ikut bersamanya dibentaknya dan ditipunya juga, makanya sang pemodal meminta agar anaknya mengambil alih usaha itu dan orang itu mengembalikan uang yang telah diberikan pemodal tersebut. Sayangnya, hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, orang ini ngotot bahwa dia yang membangun dari awal. Sehingga, untuk sementara minimal dia mengakui memiliki utang yang harus dikembalikan, walaupun kita tahu secara bersama bahwa ia pasti akan kesulitan mengembalikan utang tersebut. Dengar-dengar lagi, kalau orang ini juga meminjam uang pada beberapa orang kampung. Haduh, tambah ribet masalahnya. Karena ada orang kampung membantu mereka, justru karena orang ini adalah orang yang dekat dengan saya sebelumnya, makanya mereka percaya pada orang ini.
Begitulah cerita singkatnya, orang ini masih beroperasi di kampung, dengan kondisi yang tidak kondusif, karena sudah banyak yang tahu latar belakang dan tabiatnya. Mudah-mudahan orang ini bisa selamat dari kemarahan orang kampung jika ia tak mampu menyelesaikan utang-utangnya di kampung.
Lepas dari orang ini, saya pun ketemu dengan anak muda Berau asal Wajo, yang bernama Ari Hamda serta kawannya bernama Ilham Yakin, dia adalah pemilik kebun Ecovillage di Kampung Batu-Batu. Saya menceritakan mengenai pengalaman kami yang buruk berkenalan dengan orang yang mengaku-ngaku dapat memberi modal. Ari tertarik dengan cerita rencana memperbaiki nasib petambak dengan melalui skema bisnis, yaitu perbaikan kualitas udang. Saya menamakannya, Dari Kualitas ke Kuantitas, perbaikan kualitas udang pasca panen untuk peningkatan kuantitas produksi udang melalui pendampingan budidaya.
Kami pun membangun pembicaraan yang intens, lalu orang lapangan yang masih menginginkan saya untuk mendampingi mereka, yaitu Indra dan Ical saya ajak diskusi untuk kembali membangun lagi bisnis udang ini. Mereka berminat, dan dengan gerak cepat mereka ke Tanjung Redeb untuk mendiskusikan hal ini lebih lanjut. Langkah pertama kami agak tersendat karena cukup padatnya kegiatan lapangan, karena ada tamu YKAN yang akan difasilitasi mengunjungi tambak, padahal kami sudah komunikasi dengan coolstorage di Tarakan. Nah, baru pada kemarin, mereka berdua kembali lagi ke Kampung Batumbuk untuk membeli udang petambak, yang alhamdulillah hari ini sudah ada terlihat fisiknya, berupa sekitar 100 kg udang bintik.
Udang ini tak langsung dikirim ke Tarakan, karena rencananya pengiriman pertama ini akan menunggu dulu terkumpulnya udang windu sekitar 200 kilogram. Kami pun cukup alot mendiskusikan mengenai metode pengiriman udang, standar ukuran udang yang kita pengennya dengan kepala atau Head On (HO), yang mana kebiasaan di sini hampir semua mengirim udang dengan tanpa kepala (Head Less). Rencananya tiga hari ke depan, kami akan mengirim udang ke Tarakan, semoga pengiriman pertama ini dapat sukses dan dapat menjadi pembelajaran bagi kami untuk memperbaiki sistem pembelian dan penjualan dan pengiriman udang.
Satu hal yang dapat kami syukuri, ide perbaikan budidaya dengan sistem Hilir ini sudah dimulai. Semoga menjadi pintu masuk perbaikan ekonomi masyarakat petambak Berau.
0 komentar:
Posting Komentar