semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Demokrasi “Giring-Giring” Mahasiswa

Bulan Mei tahun ini sepertinya punya arti penting bagi mahasiswa Unhas. Di samping bertebaran hari-hari besar yang cukup membangkitkan semangat juang mahasiswa, seperti hari buruh, pendidikan, kebangkitan nasional dan sepuluh tahun reformasi. Pada bulan ini pula pesta demokrasi mahasiswa dalam Pemira (Pemilu Raya) digelar, tepatnya 5-7 Mei 2008. Sebentar lagi mahasiswa Unhas punya pemimpin baru dalam wadah LEMA (Lembaga Mahasiswa) Unhas.

Mirip dengan Pemilu pada umumnya, Pemira kemarin penuh dengan intrik dan perang urat syaraf. Beragam taktik dan metode yang partai atau pengusung terapkan untuk menggolkan kandidatnya masing-masing dalam tiga hari itu. Minimnya sosialisasi partai atau kandidiat pada masa kampanye ditambah apatisme sebagian mahasiswa barangkali menjadi akar persoalan. Hal ini tentunya membuat para calon pemilih bingung saat Pemira berlangsung. Tak ayal lagi, kebingungan itu pun dimanfaatkan para tim sukses culas untuk mempengaruhi lalu menggiring calon pemilih seperti hewan ternak hingga ke bilik suara. Celakanya, upaya-upaya tersebut sedikit mencoreng sosok cendikia mahasiswa dalam berdemokrasi.

Bagaimana tidak? Masa pemilihan yang mestinya dilalui dengan tenang, justru makin dicekoki dengan kampanye terselubung. Senior menekan junior, entah melalui pendekatan struktur, praktikum, organda, simpul pertemanan, kesamaan ideologi, atau pun pendekatan agama. Sepertinya, ini tak jauh beda dengan model demokrasi Orde Baru yang selalu mahasiswa lecehkan. Yaitu dengan memanfaatkan struktur Pegawai Negeri Sipil (PNS), lembaga pemerintah hingga tingkat desa untuk memaksakan dan mengebiri hak pilih rakyat. Mahasiswa kini memilih dengan kesadaran terberi tanpa tahu sama sekali para kandidat, karakternya apalagi visi dan misinya. Jadi, apa bedanya mahasiswa yang identik dengan kemerdekaan berfikir dan berpendapat dengan rakyat kecil yang memang gampang dikebiri. Apa bedanya pula sebagian mahasiswa dengan para politikus kotor yang selalu menggunakan cara-cara yang tidak rasional dalam mempengaruhi calon pemilih?

Banyak hal yang menjadi penyebab sehingga prilaku menyimpang demokrasi mahasiswa terjadi. Seperti adanya perbedaan mencolok warna bendera ’ideologi’ para pengusung partai dan kandidat. Pengikut atau simpatisan masing-masing pun mengambil peran untuk mengumpulkan suara untuk golongannya. Sampai-sampai tercium bau koalisi antar kandidat untuk menjatuhkan kandidat lain yang tentunya berbeda warna. Pembenaran dan kampanye negatif seperti gurita yang mengalir lewat jaringan telepon, sms, bisik-bisik, atau di ruang kuliah dan laboratorium. Di samping, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang memang tak terlalu mengambil peranan. Panwaslu harusnya punya langkah taktis untuk memberi efek jera bagi siapa saja yang mengganggu proses pemilihan.

Meski begitu, bukan menjadi alasan untuk membusukkan demokrasi di kampung para aktivis. Masih ada metode yang lebih arif yang mestinya dapat menjadi model demokrasi Pemilu yang betul-betul jujur, adil dan rahasia. Untuk itu, pada pesta demokrasi selanjutnya, mahasiswa harus memikirkan konsep yang bersifat lebih outentik lagi. Bukan sekadar mencontek dan terperangkap dalam pakem model pemilu pada umumnya. Karena model pemilu yang diterapkan sekarang seperti tak berbuah hasil, cendrung menghasilkan politisi culas yang hanya mementingkan diri sendiri atau golongan dan tak sedikit pun memikirkan kesejahteraan rakyat.

Bisa jadi, nanti tak ada lagi istilah KPU, presiden, Legislatif atau apa pun yang berbau demokrasi liberal atau presidensial, tapi berupa istilah lain dengan mekanisme dan model institusi tersendiri. Tujuannya tetap sama, yaitu untuk memajukan kemerdekaan berfikir mahasiswa Unhas, sebagai kontrol sosial dan lembaga yang dapat menjadi wadah konsolidasi beragam warna dan kepentingan. Tentunya bukan menjadi alat penguasa untuk mengendalikan mahasiswa atau menjadikannya legitimated dengan mengatasnamakan mahasiswa.

Tajuk Awal Mei 2008
PK. Identitas Unhas
idham malik



0 komentar:

Demokrasi “Giring-Giring” Mahasiswa