Malam Jumat, teringat lagi pelajaran fisiologi yang lama membeku dalam alam tak sadar. Fisiologi berkaitan dengan gerak fungsi organ tubuh untuk mempertahankan nyawa dan meningkatkan pertumbuhan. Dalam kait-mengait itu, mengalir energi yang bersumber dari bahan makanan, yang kemudian diolah menjadi bahan pertumbuhan. Tapi dari proses olahan itu, sebagian energi keluar menuju feses, sebagian lagi terbuang lewat eksresi nitrogen, energi berikutnya digunakan untuk metabolisme dan energi yang tersisalah yang terpakai untuk pertumbuhan. Terdapatnya fluktuasi dalam ketersediaan makanan, kondisi fisiologis tubuh dalam mengahadapi keadaan perairan seperti suhu dan salinitas yang kontan berubah sangat berpengaruh terhadap besarnya energi yang akan dikonsumsi oleh ikan. Berikut, kita akan membahas tema bionergetika ini, dengan berpatokan penuh pada buku Fisiologi Hewan Air, Karya Dr. Ir. Ridwan Affandi dan Dr. Ir. Usman Muhammad Tang, MS. Buku ini dicetak oleh Unri Press tahun 2002.
Penelaahan khusus terhadap pasok dan penggunaan energi ini terkaji dalam studi keseimbangan energi yang disebut Bionergetika. Jadi, bionergetika mengkaji keseimbangan antara pasokan energi dan pembelanjaannya dalam melakukan proses fisiologis dalam mentransformasikan energi yang berlangsung di dalam tubuh organisme. Lavoiser (1783) dalam Cho et al., (1982) menyimpulkan bahwa hidup adalah proses pembakaran, sementara menurut Brody (1945) dalam Cho et al., (1982) berkata bahwa keseimbangan energi mengikuti hukum termodinamika, hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa proses keseimbangan energi tersebut merupakan proses fisika. Tentu, pemahaman tentang bioenergetika ini sangat penting dalam penyusunan ransum harian yang cukup pada lingkungan fisik yang dialami organisme budidaya. Sehingga, keberhasilan proyek budidaya sangat bergantung pada pemahaman pada penyediaan makanan yang nutriennya seimbang serta energi yang cukup untuk melangsungkan pertumbuhan.
Bagian Bioenergetika
Setiap makanan yang masuk dalam tubuh ikan akan menempuh proses pencernaan, lalu diserap oleh usus, serta pengangkutan oleh darah, lalu metabolisme dalam sel. Lantaran kompleksnya zat makanan itu ditambah keterbatasan kemampuan alat pencernaan, sehingga tidak semua makanan dapat terserap oleh tubuh ikan. Bagian yang tidak terserap ini akan dibuang lewat anus sebagai feses (energi feses), zat makanan yang terserap setelah diangkut menuju organ target sebagian akan mengalami proses katabolisme sehingga dapat dihasilkan energi bebas dan sebagian lagi akan dijadikan bahan untuk menyusun sel-sel baru. Energi bebas ini yang dihasilkan dari proses katabolisme selanjutnya dapat digunakan untuk proses penyusunan jaringan baru (pertumbuhan) dan proses lainnya dalam rangka menunjang kelangsungan hidup. Proses penguraian (katabolisme) zat makanan khususnya protein akan menghasilkan bahan sisa yang harus diekskresikan dan bahan ini masih mengandung energi.
Ec = Ef + Eu + Em + Eg ,,
Ec = energi yang dikonsumsi,,, Ef = energi yang terbuang lewat feses,, Eu = Energi yang terbuang lewat ekskresi nitrogen,, Em = energi yang digunakan untuk metabolisme,, Eg = Energi yang digunakan untuk pertumbuhan..
Energi yang dikonsumsi
Pada keadaan cukup makanan, ikan akan mengkonsumsi makanan hingga memenuhi kebutuhan energinya. Kebutuhan akan energi ini dipengaruhi oleh stadia dalam siklus hidupnya, musim dan faktor lingkungan (Cho et al., 1982). Ikan muda yang sedang tumbuh membutuhkan energi persatuan berat badannya lebih banyak dibanding ikan dewasa, walaupun untuk pematangan gonad terjadi peningkatan kebutuhan energi. Menjelang musim dingin, ikan akan meningkatkan konsumsi makanan dan menyimpan energi sebagai cadangan, sebagai respon menghadapi penurunan suhu pada musim dingin. Karena ikan adalah hewan poikiloterm, maka laju metabolismenya akan berubah mengikuti perubahan suhu air, dan oleh karenanya kebutuhan energi akan meningkat dengan meningkatnya suhu air (sampai batas tertentu).
Komponen makanan yang kontribusinya nyata terhadap pasokan energi adalah protein, lemak dan karbohidrat. Oksidasi ketiga komponen tersebut akan menghasilkan energi. Perlu dicatat bahwa jumlah energi yang dikonsumsi oleh seekor ikan merupakan hasil perkalian antara jumlah total makanan yang dikonsumsi dengan kandungan energi permiligram/gram makanannya.
Pengukuran ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung menggunakan bom kalorimeter. Secara tidak langsung, makanan terlebih dahulu ditentukan kadar nutriennya, kadar protein, lemak dan karbohidrat, lalu dikonversi ke dalam satuan energi. Dasar perhitungan untuk ketiganya secara berurutan, yaitu karbohidrat 4,10 kkal; protein 5,65 kkal ; lemak 9,65 kkal. Dengan menjumlahkan nilai hasil konversi kandungan protein, lemak dan karbohidrat dengan ekivalen energinya, maka kandungan energi pergram makanan dapat diketahui.
Energi yang Terbuang Lewat Feses (Ef)
Jumlah feses yang dikeluarkan oleh seekor ikan yang telah mengkomsumsi sejumlah makanan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang berhubungan dengan ikan itu sendiri maupun faktor luar (lingkungan dan pakan). Seperti halnya pada penentuan kandungan energi dalam makanan, penentuan energi yang terkandung daam satu miligram feses dapat ditentukan baik secara langsung (bom kalorimeter) atau tidak langsung melalui pengukuran kandungan protein, lemak dan karbohidratnya kemudian dikonversikan ke dalam ekuivalen energinya. Jumlah total feses yang dikeluarkan ikan yang telah mengkonsumsi sejumlah makanan dikalikan dengan kandungan energi per gram fesesnya. Jika kecernaan energi dan nutrien pada ikan diketahui (hasil pengukuran kecernaan) maka total energi yang terbuang lewat feses dapat dihitung.
Energi yang dapat dicerna adalah energi yang dikonsumsi dikurangi oleh yang terbuang lewat feses. Makanan komersial yang umum digunakan dalam budidaya ikan menghasilkan feses (terbuang) sebesar 10 – 40 % dari energi kotor (energi yang dikonsumsi). Kadang-kadang ditemukan beberapa bahan makanan yang 60 – 80% dari kandungan energinya terbuang lewat feses. Energi yang dapat dicerna dari suatu bahan makanan berhubungan erat dengan nilai kecernaan bahan keringnya. Semakin rendah kecernaan bahan keringnya, umumnya kecernaan energinya menurun. Hal yang dapat menurunkan kecernaan bahan kering adalah kandungan mineral dalam bahan makanan dan sebagaimana diketahui bahwa mineral dalam pakan tidak memberikan pasokan energi.
Energi Terbuang lewat Ekskresi Nitrogen
Zat makanan yang telah dicerna dalam saluran pencernaan selanjutnya akan diserap oleh dinding usus. Zat makanan yang terserap terutama zat yang secara potensial mengandung energi seperti asam amino, asam lemak, dan gula sederhana akan dimetabolisasi. Katabolisme lemak dan karbohidrat terjadi secara sempurna, sisa pembakarannya berupa air dan karbon dioksida (tak berenergi). Katabolisme protein (asam amino) pada ikan terjadi secara tidak sempurna dan sisa pembakarannya berupa amonia (>85%) dan urea (<15 %), disamping berupa air dan karbondioksida. Amoniak dan urea tersebut masih mengandung energi dengan nilai ekuivalen energinya masing-masing 221 dan 23 kj/gN. Jumlah energi yang terbuang lewat ekskresi ini berhubungan erat dengan nilai biologis total protein dalam makanan, dan juga dipengaruhi oleh proporsi bahan makanan lain, terutama kadar dan jenis lemak yang terkandung dalam makanan. Sebagai konsekuensinya, nilai energi yang dapat dimetabolisme dari suatu makanan tidak terlepas dari komposisi makanan itu sendiri. Adanya keseimbangan antara asam amino dan energi dalam makanan berpengaruh terhadap terbuangnya produk sisa nitrogen melalui insang dan ginjal. Energi yang terbuang lewat ekskresi nitrogen ini cukup tinggi, berkisar antara 7 – 28 % dari energi yang dapat dicerna (smith et al, 1980).
Demikianlah secuil uraian tentang bioenergetika ikan ini, untuk melengkapinya dapat membaca buku Fisiologi Hewan Air karya Dr. Ir. Ridwan Effendi dan Dr. Ir. Usman Muhammad Tang, MS. Terimakasih..
Cengkareng Timur, 7 April 2011
1 minggu yang lalu
1 komentar - Skip ke Kotak Komentar
Contohnya gimana bang
Posting Komentar