semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Ekonomi Pasar Sosial, Konsep Ekonomi Informal Kaum Urban


Hari Selasa lalu, 26 Juni 2012, Mammiri table beraksi lagi. Kini kami mengundang M. Nawir, tokoh gerakan sosial di Makassar. Kak Nawir adalah senior sekaligus tauladan bagi kita yang ingin membangun atau memperkuat gerakan sosial ditingkat grassroot. Beliau tidak hanya khatam dari segi teori, khususnya teori-teori kritis, tetapi juga matang dalam strategi dan gerakan. Hingga saat ini, telah banyak yang beliau lakoni, yang pelan-pelan membangun sistem gerakan sosial baru di Indonesia. Bersama kawan-kawannya, ia membangun KPRM (Komite Perjuangan Rakyat Miskin) Makassar, serta organisasi Civil Society yang bergerak untuk masyarakat urban. Selain itu, beliau punya banyak pengalaman dalam mengembangkan struktur masyarakat pasca bencana dan membantu mereka dalam relokasi dan konsep rancangan arsitektur daerah relokasi.



Mulanya kami berbincang sepintas pengalaman-pengalaman yang selama ini beliau kerjakan. Seperti pengalaman menarik beliau dalam menangani pembenahan rumah warga di kawasan rawan banjir atau ROB di Bungkutoko, Kendari, Sulawesi Tenggara. Menurutnya, Bungkutoko merupakan salah satu program bedah kampung yang paling efektif dan efisien. Dengan model rumah tinggi yang terbuat dari kayu, dengan pola yang seragam dan berwarna-warni, serta dengan harga yang terjangkau, Rp. 7 juta per-rumah, masyarakat rawan bencana akhirnya bisa mendapatkan hunian yang layak.

Kak Nawir sangat bersemangat malam itu, malam yang membincangkan sebuah konsep “Jejaring Ekonomi Informal” yang dipimpin oleh Sasliansyah Arfah. Nawir bercerita, bagaimana warga-warga kota memproduksi produk berupa makanan dari hari ke hari untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Ada yang menjual kue tradisional, menjual bakso, menjual penganan-penganan yang bisa habis dalam sehari. Hebatnya, selain mereka menjual kue dalam sehari itu, sisa kue tidak yang tidak habis bisa mereka konsumsi sendiri atau mereka berikan pada tetangga-tetangga.

Hasil produksi bahan makanan mereka pun diindikasikan sehat, sebab tidak lagi menggunakan bahan pengawet karena bisa habis dalam sehari. Selain itu akan menggiatkan ekonomi lantaran pertukaran bahan baku, yang bisa jadi bahan baku tersebut berasal dari luar kota atau pedesaan. Misalnya, kue putu cangkir, bahan dasar berupa kelapa bisa diperoleh dari pedesaan, sehingga turut menyumbang nilai bagai masyarakat desa.

Melihat potensi nilai ekonomi model informal ini, kak Nawir menawarkan konsep, berupa Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR), yang berlandaskan prinsip Ekonomi Pasar Sosial (EPS). Konsep ini sebenarnya menerapkan prinsip-prinsip dasar koperasi ala Muh. Hatta, lagian koperasi saat ini banyak yang kehilangan ruh karena pengaruh duit. BUMR merupakan konsep pengembangan ekonomi yang mempertautkan kemandirian usaha rakyat, khususnya di sektor informal dengan penguatan organisasi dan daya tawar politik (political gain).


Sehingga akan muncul badan usaha berbasis organisasi pekerja miskin perkotaan. kegiatan sosial yang terorganisasi ini digerakkan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang sadar organisasi serta jaringan. Organisasi dianggap penting untuk mengupayakan kesejahteraan, pelayanan sosial, dan kesetaraan politik. Ketiga komponen ini menjadi prasyarat keberlangsungan entitas sub-kultur organisasi rakyat. Sehingga diharapkan akan mampu mengatasi kerentanan sosial-ekonomi, dengan pengorganisasian unit usaha dan pemenuhan hak-hak politik.

Ekonomi Pasar Sosial merupakan kerangka teoritis yang mampu menerangkan BUMR ini. salah satu dalil utamanya menurut Kak Nawir, “sebaik-baiknya sistem pasar bilamana memungkinkan, sebanyak-banyaknya peran negara bilamana diperlukan,” Karl Schiller, Menteri Ekonomi Jerman (1966 – 1972). Kak nawir kemudian berangkat dari teori ekonomi berupa hukum permintaan dan penawaran, dimana pembeli dan penjual saling berinteraksi. Namun, dimana otoritas pemimpin negara sebagai representasi rakyat?



Sebenarnya, negara dibutuhkan untuk mencegah terjadinya relasi sosial “sianre bale”, atau hukum rimba dimana manusia yang satu mengeksploitasi manusia yang lain. Sehingga, ekonomi sosial harus ditopang oleh negara dengan sistem dan kepemimpinan yang kuat untuk mengintervensi pasar jika terjadi penindasan sebagai akibat kompetisi penuh (perfect competition).

Ekonomi Pasar Sosial (EPS) yang kaitannya dengan sektor informal ini sangat rentan terkendala oleh program pembangunan atau pengembangan wilayah kota. Kota sebagaimana negara selalu saja meremehkan yang kecil-kecil dan enggan melakukan pengorganisasian ekonomi mereka, disamping pembenahan model tata ruang dan ekologis mereka. Maklum untuk urusan kebersihan dan semacamnya, para pelaku ekonomi informal ini belum terlalu mereka pikirkan, karena masih membawa kultur desa. sementara kondisi kota yang sempit dan berdempet-dempet justru dapat menyebabkan pemandangan tak sedap terhadap sampah, sehingga berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Dua hal yang menyebabkan fenomena itu yaitu pelaku sektor informal tidak seragam dan masih tingginya sifat-sifat kultural (konvensi, kekerabatan, komunikasi).


Melihat itu, pemerintah punya kewajiban untuk mengarahkan mereka, sebab jika tidak akan semakin berlarut-larut dan pada akhirnya mencapai titik puncak yang penanganannya terpaksa harus lewat jalan kekerasan. Misalnya pedagang-pedagang kaki lima dan gandengan jika dirawat dan dibina sejak awal, fenomena penggusuran tidak akan terjadi lagi.


Sehingga, EPS tak lain adalah keseimbangan antara produktivitas dan tujuan sosial (kesetaraan dan keadilan sosial). Ketidaksetaraan dalam kualitas ekonomi dan akses pendidikan rakyat akan menghambat penggunaan hak-hak politik. Pondasi EPS yaitu serikat-serikat pekerja, kemitraan sosial, dan keputusan kolektif pelaku Usaha (rumahkampungkota.blogspot.com). EPS menjamin pemenuhan hak ekonomi-sosial-budaya (EKOSOB) dan perlindungan hak sipil politik (SIPOL).


BUMR tidak melepaskan sokongan negara, negara berfungsi memanajemen jalur-jalur distribusi sesuai kebutuhan. Sehingga sangat dibutuhkan terbangunnya sistem keanggotaan organisasi sosial yang mendahului organisasi usaha, dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan anggota-anggotanya. Para anggota unit usaha dikenai 10 persen pertransaksi sebagai tabungan, yang nantinya dapat diperoleh anggota sebagai SHU (sisa Hasil Usaha). Dengan adanya keorganisasian sosial tadi, maka konsumen pun diorganisir atau dijaga interaksinya dengan pola multilevel marketing.


Unit usaha juga dapat meningkatkan aktivitasnya melalui praktek menabung. Secara tidak langsung, praktek menabung dapat membangun kepercayaan anggota, menciptakan model kepemimpinan skala kecil, dan mengikat anggota untuk pemilihan pemimpin. Kepengurusan tanbungan ini pada skala komunitas kecil masyarakat membutuhkan tiga orang, yaitu ketua, kolektor dan bendahara. Masyarakat diminta untuk memilih sendiri pemimpinnya, juga kolektor dan bendahara. Pemimpin dan kolektor bertugas untuk menggali informasi dan menjalin hubungan dengan warga, bendahara berurusan dengan pembukuan. Masyarakat yang telah menabung tidak dianjurkan untuk mengambil uang mereka dalam jangka waktu tiga bulan. Jika ingin mengambil setelah tiga bulan untuk membangun usaha, jumlahnya tidak melebihi separuh dari tabungan.


Dengan model tabungan ini, uang dipersiapkan atau dibangun dari dalam, sehingga akan memperkokoh organisasi rakyat dalam hal kemandirian. Sebab dengan adanya tabungan bersama itu, akan membangun kohesi atau kepercayaan dengan nilai-nilai yang dipercayai bersama. Kak Nawir beranggapan bahwa jika uang berasal dari luar masyarakat, misalnya dana bantuan, itu tidak berefek panjang terhadap keorganisasian masyarakat, sebab dengan uang segar seperti itu pada dasarnya masyarakat belum siap.


Kak Nawir beranggapan bahwa langkah utama yang terlebih dahulu harus dilakukan yaitu dengan membangun basis-basis politik dengan kepemimpinan-kepemimpinan lokal. Pemimpin yang muncul itu harus betul-betul merupakan representasi publik. Sehingga, para pemimpin ini dapat mencegah atau melakukan perubahan struktur politik bilamana struktur yang ada tidak menjamin kesejahteraan masyarakat, termasuk tidak memberikan kesempatan politik kepada warga. 




0 komentar:

Ekonomi Pasar Sosial, Konsep Ekonomi Informal Kaum Urban