semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Mozaik Pelayanan Kesehatan di Pipikoro


Porelea (Selestin ‘41’ dan Alficanus ‘41’)


    Enam bulan lalu, Selestin diajak bergabung sebagai kader kesehatan PNPM Peduli. Ia dilirik lantaran aktivitasnya sebagai kader Posyandu Porelea yang ia lakoni sejak 2003 lalu. Dalam enam bulan ini, ia telah membantu persalinan 4 ibu, dengan menggunakan alat-alat kesehatan seperti kaos tangan, gunting tali pusar dan obat-obatan. Selestin punya peranan penting di Porelea, karena ia ujung tombak keselamatan ibu hamil, di desanya untuk saat ini tidak ada bidan yang bertugas. Pernah ada bidan, tapi tahun lalu jatuh dari motor, jadi tahun ini tidak aktif lagi.

    Selestin juga telah mengikuti pelatihan persalinan sehat pada bulan Maret lalu di Desa Lonebasa. Sehingga, metode kerja Selestin sudah sesuai dengan metode yang dilakukan bidan. Dalam menjalankan tugasnya sebagai dukun bayi, ia pun dengan serius memeriksa para ibu hamil sebelum tiba masa persalinannya. Dan ketika ibu telah melahirkan, ia tetap mengontrol selama 4 -5 hari.

       Alficanus dalam kesehariannya bertugas sebagai Sekretaris Desa Porelea, tapi ia juga berperan sebagai petugas Posyandu. Ia melakukan penimbangan anak setiap bulan serta pemberian makanan tambahan setiap tiga bulan sekali, berupa ayam, susu dan nasi. Dana makanan tambahan diambil dari iuran balita. Dalam setahun Alficanus menyelenggarakan imunisasi pada bulan Maret dan Agustus, yaitu imunisasi BCG, DPT, Campak, Polio.

     Masuknya timbangan duduk yang berasal dari PNPM Peduli sangat membantu proses penimbangan Balita di Posyandu Porelea.

Lonebasa (Nelfian dan Sejati)


    Pelayanan kesehatan di Lonebasa didukung dengan keberadaan bidan serta pola kerjasama yang dibangun antara bidan dan dukun. Motor penggerak peningkatan layanan hak-hak dasar kesehatan adalah Nelfian (45) dan Dukun Sejati. dalam berbagai kesempatan, mereka bekerjasama dalam proses persalinan.
     
     Saat proses persalinan, Nelfian bertugas mengeluarkan bayi dari perut ibu. Dukun sejati bertugas mengikat tali pusat, memandikan bayi, menimbangnya, serta memeriksa apakah bayi itu terdapat cacat atau tidak, seperti pada lubang anus atau telinga. “Saya yang gunting tali pusar, dukun sejati mengempres bayi yang sudah keluar,” tutur Nelfian.

        Dukun Sejati-lah yang menggantikan peran Nelfian, ketika ibu bidan sedang tidak berada di tempat. Sejati sudah dilatih untuk menangani persalinan dengan metode ilmu kesehatan, seperti bagaimana memotong tali pusar, menjahitnya menggunakan benang tali pusar, serta menerapkan langkah steril seperti mengenakan kaos tangan.

       Bidan Nelfian juga sangat terbantu dengan keberadaan alat-alat kesehatan yang disediakan PNPM Peduli, seperti kaos tangan, gunting, obat-obatan, timbangan dan alat mengukur tekanan darah. “Sebelumnya, saya hanya menerka-nerka tekanan darah pasien, sekarang sudah ada alat tensinya, soalnya alat yang dulu sudah berkarat dan tidak normal,” ujar Nelfian.
        
         Alat-alat kesehatan itu kini disimpan di rumah Pak Desa Lonebasa. Di rumah itu juga sekaligus sebagai tempat penyelenggaraan posyandu.    

 Lawe (Habel dan Elsye Kahania)

         Habel adalah laki-laki yang senang mengerjakan tugas yang biasanya dilakoni perempuan, yaitu sebagai dukun bayi. “Kelihatannya saya ini lak-laki, tapi jiwa saya adalah perempuan,” ujar Habel yang saat itu suasana masih remang-remang cahaya lilin. Habel mengaku, kemampuannya dalam mengobati orang sakit sudah terberi atau bakat alami. Ia biasanya mengandalkan ramuan herbal dalam pengobatan dan disertai doa dari Yang Maha Kuasa. “Saya pernah mengobati orang yang tangannya tertusuk parang, darah muncrat membasahi tubuh orang itu. Saya pegang dan bacakan doa, syukur karena darahnya tiba-tiba berhenti,” terang Habel.  
            

          Di Lawe, Habel dikenal sebagai dukun ‘sakti’, ia punya metode tersendiri untuk mengeluarkan bayi dari perut ibu. Pertama-tama ia mengusap perut ibu dengan ramuan khusus, lalu dibacakan mantra, tak lama kemudian sang bayi dengan mudah keluar dari jabang ibunya. “Doa-nya menggunakan bahasa Kaili, yang kalau diartikan kurang lebih : putar-putar kesana kemari, pasti akan keluar juga,” ucapnya disertai senyum simpul. Habel membocorkan salah lagi rahasianya, katanya jika ada anak lahir yang pada hari Jumat, tali pusarnya diiris dan disimpan. Kalau anak itu demam, tali pusar itu bisa membantu untuk menyembuhkan si anak. Dalam enam bulan ini, Habel dengan setia membantu Dukun Elsye dalam persalinan. Maklum, di Lawe tidak ada bidan, pun bidan datang tiga bulan sekali, biasanya hanya untuk sosialisasi Keluarga Berencana (KB).

           Dukun Elsye Kahania adalah lokomotif kesehatan di Lawe. Ia pun direkrut sebagai kader kesehatan dalam program PNPM Peduli. Umurnya sudah 54 tahun, dan ia sudah mengabdikan diri sebagai dukun bayi sejak 21 tahun yang lalu. Sepanjang perjalanan kariernya sebagai dukun, baru dalam enam bulan ini ia mendapat apresiasi pihak luar dan mendapat bantuan alat-alat persalinan. “Sejak ada bantuan PNPM, kita tidak perlu lagi ke Koja (desa tempat beradanya Pustu). Kita sudah tidak ragu lagi menangani persalinan, karena sudah dilatih dan dilengkapi dengan peralatan,” ucapnya lirih. Sebelumnya, ibu hamil yang tidak dapat ditangani dukun, harus digotong ke Koja dengan menggunakan tandu/ambulance, yang biasanya memakan waktu hingga setengah hari lebih.  



        Masuknya program ‘PNPM Peduli’ sangat berarti bagi Elsye. Ia merasakannya sejak membantu proses persalinan Piniel (21) beberapa bulan lalu. “Ibu hamil sudah tidak rewel lagi, lukanya kita bersihkan menggunakan bertadin dan refanol (bantuan PNPM Peduli), dua malam ibu itu sudah bisa berjalan. Dulu tidak diobati dan sembuhnya lama,” ungkap Elsye. Waktu itu ia juga sudah menggunakan sarung tangan yang bersih dan gunting plasenta yang steril. Sebelumnya, Elsye menggunakan sarung tangan yang tak pernah diganti, guntingnya yang sudah kurang bagus, dan tidak pernah mengikuti pelatihan pesalinan aman.




0 komentar:

Mozaik Pelayanan Kesehatan di Pipikoro