semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Patung, Timur dan Barat

Dua hari ini saya terheran-heran dengan beberapa patung yang saya temui di Renon, Bali. Patung monyet, patung dewi Saraswati, patung Ganesha, dan patung-patung dewa lainnya. Setiap rumah ada patung, setiap kantor ada patung, hingga di hadapan saya menulis saat ini terdapat patung. Patung seorang gadis sedang menuangkan air ke dalam kolam.
Setiap saya melihat patung-patung ini, ada ser-ser dalam diri saya, rasa-rasanya patung-patung ini punya sesuatu di dalam bentuknya. Ketika memandanginya lebih lama lagi, saya pun tiba-tiba menjadi patung. Jantung saya melambat, saya merasa seperti jatuh pada ruang tak terbatas, terus melayang-layang dan tampaknya membuat otak saya mengeluarkan zat-zat kimia, seperti saya memandangi kekasih saya, barangkali.


Ketika saya menyadari bahwa patung ini hanya terbuat dari batu, dan merupakan hasil pahatan manusia, dan biasanya sekitar 2 - 3 menit memandangi patung, saya kembali normal atau normatif. Tiba-tiba suasana batin saya berubah, saya melewati patung itu dengan enteng dan menganggapnya angin lalu. Tapi, ketika bertemu dengan patung baru lagi, saya kembali memandanginya dan timbul lagi perasaan ser-ser itu.
Tampaknya batin saya betul-betul dipermainkan di Pulau Dewata ini, bukan hanya oleh patung, tapi juga oleh kemenyan, oleh bunga-bunga, oleh janur kuning yang melengkung tinggi di atas, dan oleh musik - musik Bali yang membuat saya serupa mengapung - apung di lautan.
Saya mencoba melacak, kira-kira dari mana muncul perasaan-perasaan seperti itu? perasaan gairah, ekstase, kadang-kadang lenyap dari bumi dan mungkin magis. Ya, saya betul-betul merasakan nuansa magis di tempat ini, saya seperti ditemani banyak ruh-ruh, dan hati saya berdialog dengan ruh-ruh itu, entahlah. Mungkin, karena saya juga merupakan bagian dari dunia timur, hanya timur saya adalah timur yang lain, yaitu timur Bugis, yang suasana magisnya lebih pada ritual-ritual Islam, ya, saya merasa ada kesamaan antar timur saya yang bugis dan timur di sini yang Bali.
Lalu, saya pun melacak kenapa saya kadang-kadang tidak acuh lagi pada patung, ketika memendanginya begitu lama dan sadar bahwa ia hanya dari batu dan dipahat oleh manusia. Ya, ternyata pikiran saya ini tidak hanya diproduksi oleh kultur timur, tapi juga kultur barat. Dimana barat, selalu melihat objeknya dengan terma estetika barat, yang cenderung normatif. Tapi, tetap saja, Timur saya lebih kuat dari Barat saya. Karena saya merasa seperti itu. Seandainya saya memikirkan seperti itu, tentu barat saya lah yang lebih kuat.
Ah, saya ini kan orang timur, maka saya pun berfikir untuk menikmati rasa timur saya. Eh, kok berfikir lagi, berfikir kan barat. emm. Ya sudah, timur dan barat itu hanya sudut pandang semata. Saat ini saya cenderung menggunakan atau menerapkan apa-apa yang membuat saya lebih bergairah, lebih nyaman, dan mungkin akan berpengaruh pada produktivitas saya.
Sama halnya dengan Islam, beberapa tahun ini saya merasa jauh dari Islam, dan ternyata itu sangat menyiksa saya yang sejak kecil begitu dekat dengan Islam serta ritual-ritualnya. Dan tiba-tiba saya berfikir untuk kembali lagi mendekati Islam, mencoba lagi merasa-rasainya, memperoleh kenikmatan di dalamnya.
Ya, pagi ini air mancur terdengar damai, bau kemenyan pun begitu menghipnotis. Belum lagi bunyi-bunyi seruling menghantui ruang, ah, Saya merasa dan berfikir, lebih baik kita nikmati saja.

Renon, 28 Januari 2015.




0 komentar:

Patung, Timur dan Barat