semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Hari Buku Nasional

Hari ini ternyata hari buku nasional, saya baru tahu. Saya tahu setelah melihat-lihat dinding facebook, yang tampaknya ramai diumbar, seperti halnya iklan mobil, iklan obat, iklan madu, iklan lipstik, iklan jilbab yang berjibaku mencari perhatian. Facebook pun menjadi jajanan untuk mengingatkan kita banyak hal, tentang peristiwa-peristiwa yang teman-teman alami, yang teman-teman pikirkan, termasuk pikiran-pikiran tentang Hari Buku Nasional. Meski facebook-lah saat ini yang mesti diwaspadai demi menjaga intensi kita pada sebuah buku, karena era facebook turut berkontribusi dalam membuka era ketakseriusan, era kedangkalan.
Tentu, sebagai seorang pengumpul buku dan termasuk dalam ordo pemamah biak buku, dan kadang-kadang kebingungan dalam banyak hal juga merasakan bahagia dengan adanya hari buku ini. Sebab, telah mengingatkan saya, tentang bagaimana pemerintah orde baru mengatur bacaan-bacaan kita, mengatur selera kita tentang apa yang disebut bacaan yang baik, sastra yang bermutu, dan bagaimana karya jurnalistik yang bebas itu harus pula bertanggungjawab. Bagaimana Orde Baru dengan keras melarang pencetakan karya-karya Pramodya Ananta Toer. Bagaimana Orde Baru menjauhkan kita pada bacaan-bacaan bermutu, termasuk hasil kajian Cornell University tentang siapa dalang di balik peristiwa 1965. Bagaimana Orde Baru, dengan sistematiknya melenyapkan Sastrawan Wiji Tukul dari peredaran wacana, setelah puisi "Jika Kami Bunga, Engkau adalah tembok itu" menggetarkan para aktivis kala itu.

                       Foto : istimewa

Hari Buku Nasional ditetapkan pada 17 Mei oleh Malik Fajar pada 2010 lalu, kenapa tanggal 17 Mei?Karena bertepatan dengan berdirinya perpustakaan nasional (Perpunas) pada 17 Mei 1980. Tahun antiklimaks gejolak perjuangan mahasiswa pada satu dasawarsa sebelumnya. Dimulai pada 1970, dimana mahasiswa membentuk Komite Anti Korupsi (KAK), sebagai respon terhadap tidak becusnya tim-tim yang dibentuk pemerintah Oder Baru, dilanjutkan pada Mei 1971, dimana mahasiswa mendorong munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) menentang model politik praktis yang memenangkan Golkar pada pemilu 1972. Pada tahun 1972, mahasiswa menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah yang telah menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut. Aksi-aksi penentangan ini memuncak pada 1974, tepatnya pada 15 Januari 1974, dimana mahasiswa menentang kehadiran PM Jepang Kakue Tanaka, menentang dominasi modal Jepang terhadap pembangunan di Indonesia.
Akibat dari peristiwa-peristiwa itu, tahun 1975 - 1976, aksi-aksi mahasiswa meredup, lantaran kehidupan kemahasiswaan disibukkan oleh kegiatan rutin mahasiswa, yang dimulai dari Ospek-penerimaan mahasiswa baru, bakti sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, dan wisuda sarjana. Energi mahasiswa banyak disibukkan dengan kegiatan internal kampus. Tahun 1977, mahasiswa kembali bergejolak menjelang Pemilu 1977, namun aksi-aksi mahasiswa yang menuntut perbaikan sistem pengelolaan negara, mengecam ketidakbecusan pengelolaan pemilu, menggugat strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional, yang berbuntut pendudukan militer atas kampus dan sebagian raib di terali besi.
Pangkal dari itu semua adalah dicanangkannya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK)/Badan Koordinasi Kemahsiswaan (BKK) secara sepihak oleh pemerintah berdasarkan SK No.0156/U/1978. Pada 1979, Menteri Daoed Yusuf kebijakan tersebut mulai dijalankan dengan mengarahkan mahasiswa untuk fokus pada kegiatan-kegiatan akademik dan mulai menjauhkan mahasiswa dari aktivitas politik. Bersama dengan itu, Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan terhadap Lembaga Dewan Mahasiswa, yang digantinya dengan struktur baru yang disebutnya Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK), berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979.
Berbarengan dengan upaya penormalan kegiatan kampus, Perpustakaan Nasional dibangun pada 17 Mei 1980, para pelajar diajak untuk duduk-duduk di perpustakaan nasional yang senyap dan nyaman, membaca sajak suasana, sajak pesona, membaca cerpen-cerpen yang meninabobokkan kita pada keindahan alam, atau keindahan sosok manusia, namun menjauhkan kita pada riuh politik dan penegakan keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Meski begitu, alasan Menteri Pendidikan Malik Fajar mencanangkan Hari Buku Nasional, pertimbangannya rasional. Dengan adanya hari buku, akan memacu minat baca masyarakat Indonesia, sekaligus menaikkan penjualan buku.

Sumber : sejarah pergerakan mahasiswa dari wikipedia.

Makassar, 17 Mei 2015




0 komentar:

Hari Buku Nasional