semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Setengah Tiang

Tadi pagi, saya berjalan-jalan di sekitar Kota Benteng, Kab. Selayar. Saya melihat pada halaman beberapa rumah, terpasang bendera Merah Putih setengah tiang. Saya tercenung, pikiran saya terhantar ke peristiwa sehari sebelumnya, 30 September. Saking seriusnya mendata petambak vannamei di Negeri Tanadoang, saya lupa bahwa kemarin merupakan hari paling bersejarah di Indonesiah.
Kenapa setengah tiang? Apakah Indonesia masih menyatakan duka terhadap 6 Jendral? sampai kapan kiranya duka ini hilang? Indonesia meratapi kematian 6 jendral yang dianggap loyalis Soekarno itu, sementara kematian Soekarno sendiri kita sudah lupa dan tidak ada setengah tiang.
Rakyat kita, di pelosok-pelosok, di pulau-pulau, masih menaruh hormat pada Pancasila yang sakti pada 1 Oktober, yang berhasil dipertahankan dari ancaman Kuminis, yang hendak menggantikan Pancasila dengan sosialisme-kominisme. Padahal, dalam pancasila itu, cita-cita sosialisme lah yang paling kuat. Sila pertama mengharap rahmat Tuhan Yang Maha Esa atas segala perjuangan ke depan, Sila kedua melandaskan perjuangan rakyat Indonesia pada Kemanusiaan yang adil dan beradab (humanity), Sila ketiga, perjuangan rakyat Indonesia harus dalam koridor persatuan (nasionalisme), Sila keempat, kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (Demokrasi-mengingat tabiat rakyat Indonesia yang sangat mengutamakan musyawarah dan semangat kolektif), dan kelima adalah tujuan dari perjuangan Indonesia itu sendiri, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan sosial (sosialisme) inilah yang menjadi tujuan negara ini dibangun, tujuan dari perjuangan rakyat untuk merdeka dari kolonialisme negara asing, yang maunya hanya menghisap tenaga rakyat dan sumberdaya alam.
Lantas, apa yang dapat kita peroleh dari kesaktian pancasila ini? nilai-nilai apa yang memperbaharui jiwa kita, yang atas nama kesaktian pancasila terjadi pembunuhan besar-besaran di negara yang rakyatnya terkenal penuh toleransi dan murah senyum ini? Dengan nama kesaktian pancasila, pancasila pun akhirnya menjadi slogan sejak saat itu. Pancasila diletakkan di atas, di dinding yang jauh dari kepala kita, menjadi pajangan, menjadi lambang yang tak terjelaskan untuk membantu kita memahami persoalan-persoalan kebangsaan.
Persoalan kebangsaan dan pengelolaan negara dalam perjalanannya justru berjalan membelakangi prinsip-prinsip pancasila. Kaidah-kaidah moral, yang diwakili oleh Ketuhanan Yang Maha Esa dilabrak begitu saja, pejabat-pejabat negara melakukan korupsi, menggunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang, tanpa lagi merasa ada Tuhan di hatinya. Rasa kemanusiaan, penghargaan antar sesama manusia, saling memanusiakan, menjadi tidak bermakna lagi, yang timbul adalah rasa saling curiga antar sesama manusia, masing-masing individu memikirkan dirinya sendiri dengan melandaskan pada kebebasan dan kemerdekaan, ketika kepentingan dirinya terancam, manusia tak segan melakukan pembunuhan terhadap manusia lainnya. Persatuan atau nasionalisme menjadi slogan kosong, nasionalisme tidak lagi menjadi jiwa yang membakar, yang di dalamnya kita merasakan damai oleh keberadaan roh nasion, masing-masing dari kita mementingkan kelompok sendiri (misalnya dalam Pilkada), dan bertengkar di antara kita saat perebutan kekuasaan, menonjolkan ideologi masing-masing dan saling meniadakan, tanpa mencoba untuk menghargai eksistensi masing-masing golongan dalam bentuk penerimaan yang jujur (eksaptansi). Kerakyatan kita yang sejak dahulu mengandalkan semangat kolektif, semangat membangun bersama, saling bantu membantu, gotongroyong, mulai dirasuki oleh pemujaan terhadap kehebatan diri sendiri, diiming-imingi kekayaan harta, terjadi pergeseran konsep tentang manusia unggul, manusia unggul adalah mereka yang punya mobil, punya pagar tinggi, punya tanah banyak. Dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ada hanya kesenjangan yang semakin lebar, rasa keadilan dinistakan oleh jurang yang demikian jauh, dimana terdapat orang yang menikmati kemewahan yang luas, sedangkan masih banyak orang yang dari hari ke hari mengais rezeki dengan susah payah. Orang kaya semakin kaya, yang miskin semakin terpuruk.
Lantas, apa makna dari setengah tiang? Apa yang sakti dari Pancasila saat ini?

Kamis, 1 Oktober 2015





0 komentar:

Setengah Tiang