Saya percaya, adagium yang mengatakan bahwa siapa saja yang rajin mencatat kebudayaan, akan dicatat pula oleh kebudayaan.
Asratillah, sepanjang perkenalan saya, begitu rajin mencatat, merevisi, dan menularkan peristiwa serta refleksi kebudayaan, melalui tulisan - tulisan beliau di situs - situs islam progressif. Juga melalui berbagai pertemuan, yang lebih banyak dengan anak muda, yang begitu kehausan ilmu kebenaran dan kebaikan.
Mungkin, dedikasi yang dicurahkan, yang kadang - kadang tak mengenal waktu itu, akan dicatat pula oleh kebudayaan itu sendiri. Dalam bentuk pengangkatan sosok itu, dalam derajat tertentu dalam lingkungan sosial. Posisi dalam struktur sosial yang kian bermartabat, sebagai salah satu pemantik, sebagai subjek yang menggerakkan formasi budaya dan sosial.
Kini, musim politik dimulai. Asratillah, dengan ikhtiar dan keberaniannya juga turut maju ke dalam pentas. Mungkin, ada dalam dirinya yang mendorong ke sana, untuk terlibat langsung dalam aktivitas politik, berupa tindakan mengelola kebijakan publik, menuju suatu kondisi publik yang makin baik.
Bagaimana kita melihat motif dan kondisi Asratillah, sebagai rakyat biasa, maju untuk sebagai wakil publik? Saya punya sedikit keyakinan, bahwa kapasitas ilmu, pengalaman, dan moralnya, yang mendorong Ia ke sana. Selain itu, adanya keberanian untuk bermain dalam dunia yang penuh lika liku, tikungan - tikungan, serta pusaran - pusaran fakta yang diselubungi kepalsuan. Keberanian untuk bermain ini yang barangkali ditujukan untuk menguji kemampuan untuk mempertahankan posisi moral dan pengetahuannya, di tengah tengah absurditas, kerusakan sistem yang akut, dan kurangnya kepastian dan tentu kepercayaan.
Tentu, dengan kapasitasnya sebagai pemikir, mengantarkan dirinya sebagai subjek, dan bukan sebagai objek politik. Subjek yang mampu mengatur, menangkis, menyetir, dan mengarahkan kondisi. Subjek yang dapat merespon kondisi - kondisi material publik secara umum. Sebab, yang inti dari kehidupan politik adalah kepentingan rakyat. Rakyat sebagai dasar dan penentu. Para wakil hanyalah pihak yang mengambil hikmah dari kebutuhan - kebutuhan dan perubahan perubahan struktur dan infrastruktur mental publik.
Meski begitu, sebagai calon wakil rakyat, ada baiknya Bung Asratillah mulai mengintensifkan diri untuk memahami, hidup bersama dalam massa rakyat, merasakan secara langsung derita, hasrat, dan kebutuhan - kebutuhan rakyat kita. Sebab, perubahan - perubahan politik, mesti berangkat dari kebutuhan - kebutuhan rakyat. Kira - kira, apa pokok - pokok persoalan mereka? Apa faktor yang menghambat pertumbuhan alami masyarakat kita? Dan apa yang mesti disumbangkan untuk mengurangi hambatan perkembangan masyarakat kita.
Politik kita hari ini kian menggembirakan. Alam demokrasi telah membebaskan gen - gen yang baik untuk tampil. Asratillah salah satunya, di antara begitu banyak pilihan lain yang juga cukup baik, untuk dicatat oleh kebudayaan demokrasi kita.
Hidup demokrasi.
0 komentar:
Posting Komentar