semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Orwell dan Kekayaan Pengamatannya

Orwell tidak hanya menawarkan visi tentang kehidupan yang baik melalui novel - novelnya. Tapi juga membantu kita untuk melihat lebih detail tentang sisi lain kehidupan di Inggris, yang mungkin juga sudut lain kehidupan kita, melalui essai - essai-nya.
Bayangkan, dalam karya "Negara Saya Kanan atau Kiri", yang diterbitkan oleh Akasia, dan diterjemahkan dengan baik oleh Wawan Kurniawan, penulis muda asal Sulawesi Selatan, serta akan diedarkan oleh Warung Buku Dialektika ini membeberkan kebiasaan membaca buku orang Inggris, yang katanya memiliki budaya literasi yang tinggi. "Jika sebanyak 10.000 eksemplar setiap buku terjual - bahkan dengan memasukkan buku sekolah, perkiraan yang tinggi - rata - rata orang hanya membeli, langsung atau tidak langsung, sekitar tiga buku dalam setahun," tulis Orwell dalam essai Buku VS Rokok.
Orwell menambahkan bahwa malasnya orang membeli buku, lebih karena membaca buku bagi sebagian besar orang adalah cara menghibur diri yang kurang menyenangkan. Jauh lebih menyenangkan bermain bersama anjing atau joget di pub. Di samping itu, Orwell berpendapat bahwa kebiasaan orang membeli dan mengoleksi buku tidak berkolerasi dengan mengumpulkan barang - barang lainnya.
Membaca itu, saya membayangkan diri saya dan kawan - kawan ngopi saya, yang gandrung membeli buku, bahkan bisa menghabiskan uang hingga menghampiri satu juta rupiah sebulan, namun tidak diiringi dengan mengumpulkan barang - barang lain. Ongkos beli buku, mungkin setara dengan ongkos ngopi, yang bisa lebih satu juta sebulan.
Orwell juga mengomentari buku - buku sastra yang dianggap kurang memiliki nilai sastra, tapi tetap dibaca dan tidak ditelan waktu. Menurutnya,sastra murahan inilah yang menghidupi sastra. Yang mempertahankan orang - orang untuk mencintai sastra. Menurutnya, karya picisan itu, seperti buku Candidate for Truth, karya J. D. Beresford, meski terbilang janggal, tapi mengangkat secara serius kasus - kasus orang biasa di Inggris. Atau buku Merick, yang berjudul Cyntia, sebagian besar adalah sampah, tapi memuat gambaran mengesankan dari kehidupan kelas bawah di London.
Pembelaan Orwell terhadap karya sastra yang buruk tapi disukai massa ini menurut saya sangat genuin. Biasanya, seorang penulis terkenal, cukup malas untuk membuat ulasan panjang tentang buku - buku yang jelek. Tapi, saya melihat, Orwell cukup adil dalam menilai sebuah buku. Bahwa dalam lumpur hina karya sastra, selalu ada yang bisa dipetik, entah maknanya, leluconnya, atau kegetiran hidup masyarakat yang dilukiskannya.
Bahkan, Orwell membela karya sastra yang dianggap tidak memiliki makna, dalam artian ini adalah puisi - puisi nonsense. Ia seturut dengan pendapat Aldous Huxley bahwa puisi - puisi yang dianggap nonsense itulah yang menegaskan kebebasan, justru, karya yang menawarkan akal sehat, legalitas, dan kebajikan, adalah karya yang membosankan.
Tampaknya, Orwell selalu memperhatikan segala yang ditidak diacuhkan orang. Contohnya toko barang bekas. Seorang penulis Animal Farm, yang mencemooh para maniak, para demagog lewat satir tokoh - tokoh peternakannya itu, ternyata selalu singgah di toko barang bekas, ia menemukan banyak hal di sana. Tepatnya menemukan sisi kanak - kanaknya bermain, mencari, dan bersenang - senang.
Orwell tampaknya ditakdirkan untuk membela, bukan hanya membela bangsa-nya melalui pamflet dan membuat pidato, ketika Pakta Rusia - Jerman dikumandangkan, tapi juga membela kewibawaan ilmu - ilmu humaniora dan sosial dibanding sains. Bisa diperkirakan, berapa banyak ilmuan bungkuk - bungkuk di belakang mesin militer Jerman? Sains, yang kiranya bersifat universal, nyatanya masing - masing membela mesin perang bangsanya.
Meski begitu, ada pula cendekiawan humaniora, yang menegakkan mitos rasisme Jerman, walau sebagian besar cendekiawan, apalagi berbangsa Yahudi terusir dari Jerman. Kritiknya tertuju pula pada penulis/sastrawan Inggris, yang menerima begitu saja struktur masyarakat kapitalis, lalu mereka pun memperoleh gelar baron ataupun Sir.
Menurutnya, untuk menyeimbangkan hal itu, masyarakat umum harus dicerdaskan. Bukan saja dengan pengetahuan ilmiah, tapi juga humaniora. Jika hanya ilmiah, warga akan sempit pengetahuannya, dan akan menganggap remeh ilmu - ilmu di luar ilmunya. Bahkan, memiliki selera politik yang buruk, lebih kacau dari para petani yang punya kenangan akan sejarah desanya. Sedangkan penekanan pengetahuan ilmiah yang ia maksud adalah "kebiasaan berfikir yang rasional, skeptis dan eksperimental".
Dalam buku tersebut, kita dapat menangkap cara Orwell melihat, mengendus, dan menilai. Ia tak hanya menilai buku, menilai sejarah, menilai makanan, tapi juga menilai orang - orang, termasuk musuh Bangsanya. Ia menilai Gandhi dengan apik. Gandhi adalah musuh sekaligus guru bagi bangsa Inggris. Gandhi, seorang nasional yang menganjurkan cara - cara non kekerasan, bagi orang Inggris adalah sekutu. Tapi, lalu menimbulkan kemarahan, karena cara - cara itulah yang menumbangkan menaklukkan penjajahan di tanah Hindus.
Selebihnya, banyak yang dapat diperoleh dari buku ini. Selain buku ini cukup tipis, hanya 112 halaman, bentuk huruf yang menarik, kita memperoleh gagasan - gagasan, warna - warna baru dari essai - essai Orwell, yang lebih dipahami sebagai novelis.






0 komentar:

Orwell dan Kekayaan Pengamatannya