Berbicara tentang majalah, pikiran saya langsung tertuju ke majalah TEMPO, majalah yang saya anggap cukup mumpuni untuk direplikasi lantaran begitu kompleks dan mantapnya hasil peliputannya. Tempo telah menyihir saya dengan tema-tema menarik, investigative, indept reporting disertai gaya penulisan yang indah. Gimana yah, dapat meniru peliputan seperti itu, sepertinya dibutuhkan lebih banyak teori, eksperimen, penjiwaan dan keihlasan, tentu juga dibutuhkan kerjasama tim dan perencanaan yang matang pada tiap awal peliputan. Saya pun menyadari bahwa yang paling utama adalah tim itu sendiri, karena media itu tidak dibangun dari satu dua tangan, tapi lahir dari gerakan interaksi setiap tangan yang menyumbangkan buah karya terbaiknya untuk dikalaborasi bersama. Tiap kru adalah asset, sehingga konsep yang tepat semestinya berorientasi sumberdaya manusia, bagaimana melahirkan para prajurit-prajurit tangguh yang punya kecakapan mental dan siap perang, dapat membaca situasi, banyak strategi dan gesit dalam menembus dinding musuh..
Konsep yang dilahirkan mesti bermuara pada tipikal majalah yang hendak dibuat. Nah.. karena majalahnya bernuansa kanak-kanak dan edukasi, maka berita yang ditampilkan pun lebih menekankan pada informasi, keceriaan, warna, agresifitas, komparasi, dan pemecahan-pemecahan masalah. Yah.. majalah yang akan kami dirikan adalah majalah pendidikan anak sekolah dasar yang berbahasa Inggris. Latar belakang keterlibatan pun masih rada-rada heran, belum sadar bahwa sebentar lagi kita punya tugas besar. Hemm…
Begini ceritanya, dua pekan lalu saya mendapat telepon dari seorang kakak yang pernah sama-sama terlibat dalam penulisan buku program UNICEF, beliau minta dicarikan kawan-kawan yang punya latar belakang jurnalistik dan agak paham bahasa Inggris untuk bergabung dalam redaksi majalah baru berbahasa Inggris. Saat itu saya iakan aja, banyak waktu lowong kok, sekalian bantu-bantu kawan yang butuh pekerjaan. Nah, seminggu berlalu, pertemuan pertama tertunda lantaran Pak Ahmad, yang disebut-sebut akan mewadahi dan membiayai majalah ini tak jadi ke Makassar karena ada kesibukan di Ceko. Ketidakdatangan Pak Ahmad saat itu belum menjadi kerisauan saya, karena menganggap ajakan pekerjaan ini sebagai informasi selentingan aja, yah, sesuatu yang belum pasti keberadaannya. Pandangan datar saya cukup berdasar, karena melirik beberapa majalah baru di Makassar yang eksistensinya timbul tenggelam, bahkan ada yang tidak timbul-timbul. Muncul pikiran bahwa mungkin majalah yang ditawarkan ke saya ini bertipikal sejenis, entah kategori pertama atau kedua.. hehehe
Hingga sepekan berikutnya, tepatnya pada Selasa, 19 Oktober kemarin, kami akhirnya bertemu dengan pak Ahmad, saat itu calon kru yang hadir bejumlah sekitar 17 orang yang berasal dari beberapa Universitas, yang dari Unhas kebanyakan kawan-kawan saya, sementara yang dari UNM adalah kawan Bang Hadi. Maka terjadilah kalaborasi antar alumni pers kampus identitas Unhas dengan Pers Kampus Profesi UNM dan Estetika UNM.. hemm.. seru juga tampaknya.. kami pun berbagi cerita, berbaur dalam canda tawa.. pertemuan diawali dengan perkenalan visi media yang hendak didirikan, serta sedikit intermezzo dari Pak Ahmad, mengempaskan kita dalam gelora semangatnya..
Yah.. Pak Ahmad sekilas tampak berwibawa, teguh pendirian, dan berpikiran jauh ke depan, naluri komersialnya terlihat malu-malu dan terselip dalam niat tulusnya untuk memajukan anak didik bangsa Indonesia ini, untuk dapat bersaing di percaturan global. Saya pikir tak masalah kalau niat baik bapak itu terselubungi kepentingan komersil, sama-sama untung lah. Hemm.. dunia jaman ini dibangun atas dasar nilai tukar, yang rasional adalah apa saja yang dapat ditukarkan atau yang memiliki nilai guna. Jadi watak yang berkembang lebih mengarah ke instrumentalnya. Dibanding sekadar untuk menimbun rente ekonomi lalu melakukan perusakan, itu mah kejahatan namanya. Pikiran macam itu begitu berkecamuk di benak pasca wisuda sarjana.. bagaimanakah kita mempertahankan idealisme kita jika berhadapan dengan aroma dan godaan materi, jalan pintas, yang menawarkan bunga-bunga kepuasan dasar lewat jalur-jalur yang sudah tampak lazim..
Hem.. sekadar intermezzo aja ya.. kini, kita kadang dibingungkan, mana yang baik dan mana yang buruk, karena sudah begitu lazimnya orang melakukan penilapan, tipu daya, pemalsuan, mark up, rekayasa atau apa pun namanya demi untuk mendapatkan nilai lebih.. sehingga bukanlah berorientasi hasil yang mumpuni, tapi lebih pada bagaimana mendapat uang dengan mudah dan banyak.. celakanya model ini dilakoni bukan hanya oleh satu dua elit, tapi tak terhitung lah.. entah itu yang udah dikenal ataupun belum.. senior ataupun calon senior.. teman ataupun calon teman.. dosen apalagi.. semua pada mamfaatkan gelar, jabatan, jaringan, untuk sama-sama melakukan penilapan.. kasihan juga mengamati hal ini.. untuk saat ini saya hanya dapat mengutuk dalam hati saja dan berharap model macam itu tidak dengan serta merta meracuni saya..
Antisipasi untuk tak terjebak dalam lingkaran setan itu tak lain adalah dengan menelusuri kembali arti kehadiran manusia di muka bumi, bagaimanakah kita bersikap di hadapan tuhan, manusia lain dan di hadapan alam dan mahkluk lain. Saya berkeyakinan bahwa setiap manusia memiliki hati nurani, cahaya tuhan yang selalu menerangi jalannya.. namun, tak sedikit juga manusia yang terjerambab, lantaran tergoda nafsu alamiahnya untuk memperkuat dominasi kekuasaan, melahap yang lain, dengan jalan-jalan pintas dan memaksa.. yah.. kita tak dapat memungkiri bahwa manusia selalu saja berfikir jangka pendek, hanya untuk kesenangan duniawi saja.. tanpa perlu memikirkan atau peduli terhadap selain dirinya.. padahal dirinya tak ada tanpa yang lain itu.. hemm.. pertanyaannya,, apakah kita lebih mendahulukan hati nurani atau kah mengedepankan nafsu kita? Akal kah yang menunggangi nafsu atau akal digunakan untuk memenangkan nafsu? Toh.. kalau begitu, apakah akal kita hanya sekedar instrument saja untuk menguasai yang lain, ataukah akal itu menjadi penerang jalan yang mengantar kita pada kearifan-kearifan.. menjadi par exelence.. entahlah.. Antisipasi pun dilakukan dengan bersikap asketik, lebih menyandarkan waktu untuk memperbanyak ilmu, menimba kearifan dari teori-teori filsafat. Dengan menghilangkan kecemasan terhadap masa depan..
Hemm.. pada Selasa itu kami serasa berada dalam alam mimpi.. bagaimana tidak, Pak Ahmad yang pengusaha restoran sukses itu justru yang menyemangati kami untuk serius dan ikhlas membangun majalah, tentu dengan fasilitas dan gaji yang mumpuni.. malah, iya memberi kesempatan pada kami untuk mempresentasikan diri dalam rangka seleksi siapa yang berhak menjadi pimpinan redaksi.. kami justru menanggapinya malu-malu, lagi-lagi menampakkan cirri khas Indonesia kami yang lebih mengutamakan harmoni dibanding kompetisi.. terlihat kami saling tunjuk, belum ada yang berani secara terang-terangan bahwa sayalah yang layak memimpin.. hingga pada akhirnya terpilih kanda Ismawan yang masih terlihat malu-malu menyandang gelar pemimpin redaksi, setelah diangkat secara aklamasi tanpa ada pemilihan suara. Saya sendiri memosisikan diri sebagai coordinator liputan, sebagai orang ketiga setelah kanda Hadisaputra sebagai Redaktur pelaksana.. kru-kru berikutnya adalah redaktur yang saya pilih sesuai kepabilitasnya masing-masing.. yah.. lagi-lagi musyararah, lamban, harmoni mewarnai suasana penentuan kru redaksi saat itu.. tak sesuai dengan yang diinginkan oleh Pak Ahmad, yang menghendaki semangat dan agresifitas.. yah.. mau diapa lagi.. !!!
Tulisan ini tampaknya berjalan apa adanya, tidak sesuai dengan alur awal yang diinginkan.. mengalir sesuai kehendak hati.. jadi mohon maaf jika terkesan tidak sistematis yah.. saya akan melanjutkannya di lain waktu.. sebab sebentar lagi saya mo rapat redaksi.. hehe.. doakan yah..
Warkop Mammiri, 21 Oktober 2010
Idham Malik
6 hari yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar