6 hari yang lalu
Denyut Pagi..
Aku ingin bercerita tentang pagi. Pagi yang ramah, suasana yang menawarkan kesejukan. Saban hari, aku tak meluputkan pagi. Pagi, waktu awal untuk beraktivitas. Saat-saat awal untuk berpikir jernih, memecah masalah, atau merakit ilmu. Meski aku begadang hingga menjelang subuh, aku tak pernah melupakan pagi. Weker selalu tepat mengingatkan untuk merasakan pagi, membelai lembut embun-embun, menghirup udara yang basah, atau merasakan kepekaan cahaya surya. Dan pagi adalah anugerah, ia menjadi sahabatku untuk berkarya. Aku mengetik saat ini di waktu pagi karena pagi adalah senjata.
Pikiran, proses yang tercipta dari rangkaian-rangkaian neuron yang saling berkerja sama ini akan berkejap-kejap, berpijar-pijar. Dendrit-dendrit bersinggungan, informasi-informasi berkelabat dalam selubung meilin. Semakin ia bekerja keras, kian deras pula aliran darah menyuplai. Ia demikian lancarnya menyalurkan ide, membebaskan akal untuk berperoses. Dimana materi otak telah beristirahat dan dibuai oleh mimpi-mimpi. Beruntung, menjelang pagi mimpi sepertinya plong, ia menghilang. Jadinya otak betul-betul fresh.
Aku pun dibingungkan oleh berbagai mitos tentang pikiran. Petama, kecerdasan ditentukan oleh faktor gen. Banyak kasus yang kadang disangkutpautkan dengan hal tersebut. Seorang Udin misalnya yang tiap tahunnya menyabet juara kelas. Kemudian orang tuanya berceloteh kepada tiap orang yang bangga terhadap anak tersebut dengan berkata ”siapa dulu bapaknya”. Meski sedikit reduksi, nutrisi dan kekuatan punya efek kuat terhadap kecerdasan seseorang. Ada anggapan bahwa otak sama halnya dengan otot. Jika saja otot terus dilatih, bisa jadi ia membesar dan menggelembung, di samping memperoleh kekuatan lebih. Otak tak berbeda dengan hal itu, jika otak diberi nutrisi yang baik, dilatih berpikir, otak pun dengan sendirinya akan lebih sehat. Jaringan-jaringan infomasi yang dibiasakan masuk akan lekas tertangkap oleh dendrit-dendrit. Jaringan itu dilicinkan oleh pelumas, yaitu darah yang menggenjot deras. Ia akan beredar jika kita membiasakan untuk belajar. Bagian-bagian otak akan memberi respon berbeda dalam setiap aktivitas kita. Mulai dari berbicara, menulis, mambaca, atau sementara berlatih. Soo mulai sekarang jangan tidurkan otakmu, biarkan ia menggelanyut, berdenyut.
Ada hal baru yang aku dapatkan tadi pagi, setelah membaca buku karya Jalaluddin Rahmat berjudul Belajar berbasiskan Otak. Katanya, kemampuan otak tergantung dari seberapa banyak informasi yang tertampung dalam memori, kemudian seberapa kuat kaitan antara jaringan-jaringan tersebut. Jadi kekuatan otak tidak hanya bergantung pada substansi, tapi juga interkoneksitas. Dan interkoneksitas itu tergantung dari peroses belajar. So selama kita mau belajar, kita dapat pula seperti Einstein atau sekaliber Tomas Alfa Edison.
Saat pagi jaring-jaring informasi yang terserap dan mengendap di kepala bebas diupdate, informasi itu tersebar, melayang-layang, aku tinggal menangkapnya dan menjadikannya sebuah bagian cerita baru. Informasi yang aku kumpul-kumpulkan setiap waktu itu sepertinya membentuk sebuah sistem yang kompleks. Jika aku mengingat satu informasi, maka informasi lain akan ikut teringat pula. Informasi ini seperti ranting yang terus menjalar-jalar dari batang, seraya menghasilkan ribuan dedaunan.
Informasi akan menyusun sebuah pohon, dimana tiap dedaunan akan memberikan sumbangsih untuk perkembangan pohon sistem itu. Daun tak dapat lepas dari sifat keseluruhan pohon, ia akan mempertahanankan identitas pohon. Ia tetap tergantung dengan tetap menjalin komunikasi, interaksi dengan bagian lain, baik itu dengan batang atau ranting, karena daun adalah puncak untuk memperoleh informasi berupa energi dari matahari. Sementara pohon akan terus berkreasi, pohon akan mempertahankan interkoneksitas antar bagian-bagiannya, berusaha untuk tetap hidup dengan melakukan adaptasi kreatif dengan lingkungannya. Ia menampakkan ciri khas bagian karena pohon adalah cerminan dari bagian-bagian. Dimana bagian-bagian itu tak memiliki realitas tanpa interkoneksitas, tanpa jaringan komunikasi antar bagian.
Sinar mentari di pagi hari terpendar lewat kaca nakonku, aku merasakan hangatnya mentari di permukaan kulit, membuatnya menghangat. Mentari pagi menghadiahkan energi panas. Energi ini tak hilang, tapi mengalami sedikit entropi. Sebagian menjadi energi potensial, sebagian lagi menguap menjadi panas lantaran metabolisme tubuh yang terus mengoksidasi. Yang potensial ini nantinya aku ubah menjadi energi kinetik saat berjalan, mengetik, atau ketika berpikir dalam ruang-ruang waktu bacaku. Aku pun tak luput menyadari bahwa energi datang dari makanan. Makanan yang memberi asupan gula dari karbohidrat, di samping protein untuk perkembangan dan peremajaan sel-sel baru. Serta suplemen lain berupa mineral untuk menjaga maintenance dan kestabilan tubuh.
Aku pun heran melihat kondisi tubuhku, meskipun aku sangat jarang telat makan, atau kurang makan, tapi kenapa tubuhku begitu ringkih, krempeng. Tubuhku hanya berupa kulit yang menutupi tulang. Sangat sedikit daging yang melekat di tulangku ini. Wajahku pun menampakkan tengkorak tegas pada bagian samping kiri kanan mataku, dimana bagian pipi merosok ke dalam dan sangat tidak tembam. Tidak ada yang bisa digemesin pada bagian wajah. Aku pun nampak lebih tua dari umurku yang sebenarnya. So.. energi yang kuterima selama ini lari kemana ya... may be lari ke pikiran.. atau karena kebanyakan begadang.
Terserah apa kata dunia. Yang penting aku enjoy aja. Aku tak mau terjatuh dalam pikiran-pikiran yang merusak. Biarlah hidup ini berjalan apa adanya, terima saja apa yang dianugrahkan tuhan kepada kita. Itu pun sudah terlalu banyak. Tinggal kita maksimalkan saja. Kita punya akal kok untuk mengembangkannya. Jangan sampai akal itu sia-sia dititipkan ke batok kepala kita. Easy going aja lagi.
Kalau diingat-ingat, banyak hal yang sengaja terlupakan. Sengaja tak diperhatikan. Khususnya pada hal-hal kecil, seperti penampilan. Aku beranggapan Yang penting wajar dan tak membuat orang lain risih. Banyak hal yang lebih patut dicurahkan. Seperti aktivitas belajar. Proses belajar apa saja, pada waktu kapan saja. Aku tak mau ketinggalan dalam hal belajar. Mulai saat ini aku ingin membiasakan diri untuk tak berhenti belajar.
2007 yang mencerahkan..
Idham
0 komentar:
Posting Komentar