6 hari yang lalu
Tentang Ajal Muda
Ah capek deh... berpikir mengenai kegelisahan. Aku ingin istirahat sebentar. Sebentaaar aja. Tanganku mulai lemas, walaupun otakku masih ingin menumpahkan segala unek-uneknya. Aku melangkah ke luar kamar, menuju dapur. Kubiarkan kamarku terbuka lebar karena hari ini semua orang di rumah lagi keluar. Jadi tak ada yang menggangguku bereaksi sendiri di kamar tidur. Tak ada lagi adik-adikku yang berani mengutak-atik isi komputerku. Di dapur aku menyeduh teh sariwangi. Aku ingin mengistirahatkan otakku, menyegarkannya dengan aroma wangi teh seduhku.
Aku duduk di beranda memandangi dedaunan mangga yang mulai nampak kecoklatan. Kupandangi langit yang sebentar lagi menjadi merah. Merah kelabu. Aku sempat berpikir saat lidahku menyentuh bibir cangkir, kenapa aku menuliskan cerita usang seperti di atas. Kenapa ya..? apakah aku ini memang orangnya seperti itu? kasihannn deh. Kalau aku seperti itu, lama-lama tak ada orang lagi yang akan membantuku, menolongku saat genting.
”Bisa jadi saya ini suatu saat akan mati sendiri tanpa ada orang yang tahu,” ucapku ngawur. ”Ah .. tidak mungkin, itukan cuma tulisan, fiksi belaka lagi,” jawabku membantah. Bisa jadi, tapi kan itu malah untung, apalagi pergi ke sana di waktu belia. Orang yang mati muda kadang paling terkenang, asalkan ia bisa menghasilkan karya spektakuler sebelum ajalnya itu menjemput. Makanya aku buru-buru, kerjakan apa saja, ngetik apa saja sebelum ajal itu datang, malaikat maut berada di atas kepala, menarik ruh atau jiwa secara paksa atau pelan, atau dari mulut dengan membiarkan mata membelalak terbuka, kalau itu aku tak tahu. Hanya malaikat pencatat amallah, Rakib dan Atid yang tahu berapa dosa dan kebaikan yang kubuat, semua terserah dia, yang jelasnya aku sudah menjalani dunia sesuai pemahamanku, walaupun masih banyak yang keliru, khususnya mengenai ibadah mahda kepadanya. Tapi untuk dunia aku sudah merasa berbuat baik kepada semua orang. Berusaha untuk berbuat lebih, serta tak berlebih-lebihan.
Beberapa nama yang tercatat mati muda, untuk aktivis yang terkenal yaitu soek hok gie, artis yaitu Niki Ardilah, aktivis lingkungan Cico Mendes, juga Tutankhamun, firaun Mesir yang memimpin imperium Mesir sejak berusia 17 tahun, kemudian mengembalikan kejayaan Mesir, lalu meninggal tapa sebab pada umur 29 tahun. Meski pergi secepat itu, ia bisa mengubah dunia, menjadi inspirasi generasi berikutnya. Kini aku tak tahu, jika aku pun mati muda, apakah ada orang yang terinsipirasi dariku?
Aku tak mendoakan diriku mati muda, tapi ini hanya menjadi semacam motivasi untuk segera mencipta, menghasilkan karya lebih banyak, disertai berbuat bagi orang lain. Bukankah itu tidak terlalu picik? Ya tergantung dari siapa dan bagaiamana ia mempersepsikan hal itu. Aku sih berpikiran positif aja, karena yang kukira dengan berpikir seperti itu, gen-gen positif akan bekerja dan gen negatif akan random (tidak aktif), setelah itu hidup pun menjadi tambah produktif. Menurut Kazuo Murakami, penemu pengobatan medis hipertensi dengan memanfaatkan renin asal Jepang ini mengatakan bahwa penyakit itu asalnya dari pikiran, jadi tak usah berpikir yang jelek-jelek, pikir yang baik-baik aja ya. Kalau menurut kang Jalal, jiwa itu seperti tubuh, dimana ia dapat menyembuhkan diri secara otomatis. Dan kesembuhan jiwa tergantung dari produksi pikiran.
Bhagawat, siapa itu, dari mana dia berasal. Aku mengaku-ngaku sebagai Bhagawat, emangnya atas landasan apa aku memakai nama itu? Nama yang sempat terkenal oktober 2006 lalu, berkat sebuah cerpen yang sedikit ilmiah dimana ia tercantum sebagai penulisnya. ’Kulukis Senyummu dalam Sunyi’, judul cerpen itu. Cerpen dengan genre baru, tak tahu bagaimana melukiskan jenis tulisan itu, karena sepertinya berupa gabungan beberapa genre. Cerpen yang bermula dari sebuah mimpi yang membawa tokoh utamanya ke hamparan padang Savana, kemudian disana ia bersama seorang gadis. Saat awan beradu, langit biru membuyar. Angin barat berhembus membawa titik-titik air, membuat muka mereka basah. Mereka berpegangan lalu lenyap dalam rimbun ilalang.
Mimpi itu adalah hadiah dari kesepiannya. Ia tak punya kawan selain seperangkat komputer dan sebungkus rokok dalam kamarnya yang sumpek. Karena itu ia berinisatif mencipta tokoh fiktif, gadis imajiantif. Namanya Vita. Vita menemaninya dalam waktu senggang, walau cuma dalam ubun-ubun kepalanya. Vita yang kemudian jenuh, bosan lalu meninggalkan ia. Terakhir mereka bertemu kembali dalam mimpi, dimana Vita lagi menangisi pula kesepiannya lantaran tak diberi kebebesan ke mana-mana dan berteman dengan siapa saja. Selain itu ia ingin menyadarkan tuannya bahwa jangan hanya mengandalkan dirinya dan tenggelam dalam kamar sumpek itu. Ia memberi pesan bahwa ia harus berani keluar, berbenah diri dan bersosialisasi dengan manusia lain, karena kita tak dapat hidup tanpa kehadiran orang lain.
Kenapa Bhagawat? Pertanyaan awal sejak berabad-abad lalu, bahkan sebelum Masehi, para cendikia maupun filsuf pastilah mendahului pertanyaannya dengan ’kenapa’ so bagaimana mi lagi... ya Bhagawat adalah kata yang berasal dari sebuah kitab kuno negeri India, berisi puja-puji, semacam doa-doa umat hindu. Di dalamnya berkisah tentang dewa wisnu menjelma menjadi krisna, krisna yang tampan, sulung dari pandawa lima. Krisna yang memimpin keluarga menggempur sepupunya Kurawa yang berjumlah seratus orang. Kitab itu bernama Bhagawad Gita.
Saban petang, kulalui dengan bersandar di kursi beranda, memandangi langit yang terbakar, dimana awan sementara memantulkan cahaya jingganya, sebagai input intensitas energi yang diperolehnya dari sinar mentari. Sebentar lagi hujan, aku tetap saja berada di luar rumah, merasakan hembusan angin yang membelai rambut-rambut ari, dingin rasanya. Aku mengamati langit yang sebentar lagi lenyap dan akan digantikan oleh bintang-bintang.
Saat-saat seperti ini, masa peralihan hari, paling enak merenung. Merenungi gejolak alam, peristiwa magis, logika empiris, atau problema hidup yag tak henti-hentiya mendera. Petang, waktu untuk mengenang, mengenangi masa lalu, masa yang penuh dinamika, keluh, meresahkan nasib, utak-atik fenomena yang pernah terjadi, mengingat-ingat waktu-waktu liburan di gunung, laut, desa, pulau, dan negeri orang. Dan itu mungkin akan menjadi energi, energi yang tidak tercipta, tapi berubah unsur. Energi untuk merancang masa depan, merubah cara pandang, berpikir positif, untuk mencapai kebahagiaan. Energi itu sudah ada di tangan, tinggal disalurkan. Kini kusalurkan energi itu lewat tulisan-tulisan analisa, logika, atau curahan hati.
Setelah shalat magrib, aku kembali menyentuh sahabatku, komputer yang lagi asyik mendendangkan balada gembira...
****
Mengenai ajal, aku sebenarnya gemetar mendengarnya. Dalam Al-quran dijelaskan bahwa barang siapa mati dalam keadaan kafir maka ia akan di masukkan ke neraka. Atau bagi mereka yang mengetahui kebenaran, namun tak segera bertobat hingga ajal menjemput juga akan ke neraka. Aku harus paham bahwa kehidupan ini tidak di dunia saja, tapi ada alam sesudah dunia, akhirat. Alam ini diketahui banyak orang namun dominan tidak diindahkan. Mahluk-mahluk Allah pada terlena pada dunia, atau benci kepada pencipta akibat derita kemiskinan, bisa juga pura-pura tak percaya dengan apologi nalar yang menyesatkan. Menganggap bahwa dunia tidak tercipta, tapi ada secara kebetulan. Bukan tuhan yang menjaga alam, tapi hukum yang mengaturnya. Ada determinisme, ada jaring-jaring makanan, ada faktor pembatas, ada evolusi dan ada adaptasi.
Mengingat hal itu aku sedikit tercerahkan. Aku harap kadar keimananku saat ini tak surut setelah menjauh dari komunitas orang-orang saleh. Memang aku sudah jarang mempelajari agama, detail-detail surah, hadist, kitab-kitab kuno atau mendengar petuah-petuah guru, tapi aku tetap menjalankan tonggak perintah agama yang utama, yaitu shalat. Aku pikir shalat telah menjagaku selama ini dari perbuatan dosa. Dosa yang kalau dipikir tak habis-habis, terus berlanjut seiring dengan dengusan nafas kita.
Perkara terberat dalam menjaga iman adalah persoalan hati. Mungkin shalat ini terus memperingatkanku bahwa punya kekasih itu akan menjauhkanmu dari tuhan. Tidak punya kekasih saja sudah repot untuk memikirkan yang bukan-bukan. Akibatnya, tujuan tempo singkat kadang terlupa, hilang arah, dan tidak fokus. Kita terlena oleh pikiran yang menyesatkan. Sebuah nafsu yang lahir akibat peranan media mengumbar-ngumbar kehidupan. Bahwa jika tak melakukan itu, kita dianggap tak gaul, kuno, kurang waras, dan ada kelainan.
Tapi, kenapa ya aku terjerat juga. Padahal aku tahu itu sudah salah. Ya aku merasa cukup terpengaruh oleh lingkunganku. Terpikat oleh ungkapan bahwa itu adalah manusiawi dan semua orang pasti punya cinta. Setelah membatin, merenungi sepotong perjalanan hidup, mengumpul premis-premis, menganalogikakannya. Bahwa cinta itu hasil cipta pikir. Pikiranlah yang memproduksi. Cinta lahir dari kereasi yang dibuat-buat. Namun, perbuatan sepele ini dapat berakibat fatal, jika jiwa seseorang lemah, kecerdasan spiritualnya dangkal, bisa jadi ia akan menjadi korban cinta. Cinta yang tak resmi, melahirkan nafsu setan. Cinta yang merusak nalarnya, membuat pikirannya terbagi. Kualitas hidup menurun landai akibat kecerdasan tertentu akan tergerus. Syaraf-syaraf yang mestinya ditenangkan, malah kian gemetar, berupaya keras memikirkan hal yang tak penting. Laju stress bertambah dan mengguncang-guncangkan syaraf kita. Kalau begitu kita akan kesulitan berkonsentrasi, mengejar cita-cita.
Idham,
Awal 2007
0 komentar:
Posting Komentar