Ujian Masuk Bersama (UMB) Unhas pada awal Juni lalu memang membawa kabar gembira, Unhas berhasil mencapai target, dimana kualitas dan finansial berbanding lurus. Kuota 70 persen terpenuhi dengan indikasi berkualitas unggul. Keseriusan Unhas tampak dengan persiapan yang matang, sehingga administrasi hingga pengawasan di ruang ujian bisa dikatakan tanpa cacat. Namun, berbarengan dengan itu, ujian Jalur Non Subsidi (JNS) justru membawa kabar buruk. Pada ujian itu berlangsung kecurangan kasat mata, sampai-sampai beberapa peserta mendapat poin sempurna. Kenapa bisa?
Melirik ketimpangan ini, Unhas betul-betul kecolongan. Meski telah melakukan pengulangan ujian, nama Unhas terlanjur tercoreng. Sebab musababnya tak dapat diprediksi, ada yang mengatakan kurang pengawas, ruangan yang kurang kondusif, atau secara keseluruhan manajemen kacau. Lantas, kok bisa di tengah menapaki status Word Class University Unhas justru melakukan kesalahan fatal. Mungkinkah JNS ini tak masuk dalam perhitungan pembesar-pembesar Unhas? Atau sekadar untuk menopang pundi-pundi keuangan tanpa jauh memikirkan kualitas? Entahlah, yang jelas kualitas tetap harus nomor satu.
***
Bicara tentang kualitas, muncul lagi hal rancu. Tepatnya kualitas alumni mahasiswa Unhas dari segi mental dan intelektual. Kerancuan itu terlihat pada Program Reguler Sore (Reso) yang saat ini hendak berganti nama menjadi Program Paket B. Setahun sebelumnya, Reso masih bernama Program Ekstensi yang dari tinjuan nama adalah menimbulkan kesan berbeda dari yang reguler. Perbedaan itu tampak dari seleksi masuk, administrasi, pembinaan, biaya hingga masalah pakaian. Dengan penambahan reguler di depan sore, makna yang terkandung pun berubah. Ada indikasi penyetaraan dari segi status terhadap program yang pada awalnya hanya diperuntukkan buat pegawai yang telah bekerja dan tidak punya waktu cukup untuk mengikuti segala tetek bengek pendidikan di perguruan tinggi itu dengan reguler biasa. Namun, perubahan nama itu tak disertai peningkatan kualitas. Manajemen, administrasi, kurikulum seperti berjalan di tempat. Unhas cuma mengganti baju atau kulitnya saja, tapi isinya tidak.
Sebelumnya santer terdengar penutupan Reso karena dikhawatirkan akan merusak citra Unhas. Pasalnya, terdengar kabar bahwa lulusan Reso tak laku di bursa kerja. Belum lagi rasio perbandingan dosen dan mahasiswa pada beberapa fakultas yang tidak seimbang, mencapai rasio 1:20 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) padahal rasio normal hanya 1:13. Hal itu diakui oleh PR I Unhas Prof Dadang A Suriamiharja, sehingga ia berniat merubah format penerimaan Reso untuk menjamin kualitas alumni.
Rencananya, seleksi masuk bersamaan dengan UMB dan SNMPTN, dimana calon mahasiswa Reso diurutkan berdasarkan peringkat kelulusan. Peringkat di bawah batas kuota akan ditawarkan untuk masuk ke program Reso. Namun, tampaknya rencana itu baru sebatas di bibir saja. Aplikasinya justru berkata lain. Reso bukannya ditutup, malah civitas akademika tambah dibuat bingung dengan perubahan nama menjadi Paket B.
Jikalau perubahan itu bermuatan nilai positif dari tinjauan kualitas, itu tidak jadi masalah. Tapi, muncul kekhawatiran efeknya tak menimbulkan perubahan yang berarti. Mestinya, di samping perubahan nama juga dilakukan reformasi manajemen, mekanisme pengawasan, metode belajar, adminstrasi, dan penindakan hukum prilaku-prilaku curang, macam manipulasi nilai. Standar penilaian pun mesti ditingkatkan, minimal setara reguler biasa. Karena selama ini dosen nampaknya menerapkan perlakuan berbeda antara mahasiswa reguler dan Reso. Mahasiswa Reso diberi banyak kemudahan dalam memperoleh nilai dan gelar sarjana. Buntutnya, alumni Reso atau paket B akan kesulitan di bursa kerja. Sehingga yang rugi bukan hanya alumni yang telah mengorbankan duit yang banyak untuk masuk di program Reso Unhas, tapi juga citra Unhas tercoreng karena tak mampu menghasilkan alumni yang berkualitas.
Untuk itu, orientasi pembukaan program-program selain reguler yang lebih mengarah ke penguatan tambahan anggaran universitas tak seharusnya mengaburkan fungsi universitas. Unhas harus mengembalikan prioritas utamanya, yaitu Pendidikan, penelitian dan pengabdian. JNS dan Reso bukan sekadar dibentuk untuk mengeruk dana dari masyarakat yang kebetulan mampu dari segi finansial, tapi tak lolos seleksi masuk universitas. Tapi dengan niat baik, yakni memberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Unhas meski dengan biaya tinggi. Unhas pun harus memberikan yang terbaik buat mereka.
Tajuk Awal Juli PK. Identitas 2008
1 minggu yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar