5 hari yang lalu
pemeliharaan untuk Kepiting Lunak di Tambak
1. Pemilihan Bibit
Perusahaan ini telah menempatkan seorang pegawai di lokasi suplayer (penyedia bibit) untuk melakukan pemilihan bibit kepiting yang layak dibudidayakan di lokasi tambak. Pegawai tersebut harus mengetahui keriteria bibit yang baik, bibit yang sakit dan bibit yang diperkirakan akan molting dalam rentang waktu yang lama.
Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa pegawai sortir yang ditempatkan di lokasi suplayer ternyata belum memahami secara utuh kriteria bibit kepiting lunak yang baik. Beliau hanya melihat dari sisi warna, ukuran, berat, dan kelengkapan anggota badan.
Hal ini menjadi salah satu penyebab tingkat kematian yang tinggi pada masa awal pemeliharaan. Karena pada saat mengamati kondisi bibit awal, banyak diantaranya tak layak budidaya. Seperti ternyata ada kepiting yang bertelur yang dipelihara, sehingga masa moltingnya sangat lama dan tentunya akan merugikan perusahaan. Pada saat di lokasi, terdapat banyak kepiting yang masih dipelihara, namun dalam kondisi berlumut, dapat diperkirakan bahwa kepiting tersebut belum molting dalam jangka waktu lama, sekitar empat atau lima bulan. Ada pula kepiting yang dihinggapi bakteri pada bagian perutnya, sehingga nampak warna kemerah-merahan dan ada juga terdapat benjolan atau gelembung pada bagian perut (abdomen).
Selain itu, kepiting yang ada pada pemasok banyak yang kondisinya dalam kondisi tidak baik. Hal ini disebabkan karena lokasi pengambilan kepiting bakau sangat jauh dari tempat penampungan atau suplayer yang terletak di dekat Bandara Syamsuddin Noor, Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Beberapa nelayan yang menjual kepiting ke tempat penampungan ini bahkan ada yang membawa kepiting dari Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah yang jaraknya dapat ditempuh selama tiga hari masa pengangkutan. Kepiting-kepiting itu pun tidak langsung dibawa ke lokasi penampungan Banjar Baru, tapi terlebih dahulu ditampung di rumah-rumah mereka hingga jumlahnya banyak. Proses perjalanan yang panjang itu, dapat menyebabkan kepiting bakau lemas dan jika ditangani dengan baik dapat mempercepat proses kematian.
Bibit yang diperoleh dari beragam tempat itu terdiri dari empat spesies kepiting bakau, yaitu Scylla serrata (kepiting merah), S. olivaceous (kepiting hitam), S. tranquberica (kepiting hijau), dan S. paramamosain.
Bibit yang baik adalah bibit yang capit-capitnya lengkap, berwarna alami dan tidak buram atau ventralnya (perutnya-red) kemerah-merahan dan bukan kepiting berkerak, bergerak aktif atau tidak loyo, bobot tubuh sedang yaitu sekitar 80 – 120 g/ekor. Bisa pula diperkirakan dengan mengintip preopoda-nya (kaki renang) apakah telah memasuki fase premolt atau belum. Penyortir harus pula memeriksa telur calon bibit, karena jika bibit yang dipilih telah menunjukkan telur, dapat dipastikan kepiting tersebut tidak akan mengganti karapaksnya, karena sementara mengerami telurnya.
Pada Selasa, (2/6/09), PT. Handy Royal Indonesia memesan kepiting untuk penelitian sebanyak dua styreofoam berukuran 80 x 40 cm, styreofoam pertama berisi kepiting berukuran kecil dengan berat 7,6 kg dan styreofoam kedua dengan kepiting berukuran sedang di dalamnya dengan berat 13,6 kg. Kepadatan kepiting dalam styrofoam tidak melebihi 20 kg atau sekitar 150 – 200 ekor untuk mengurangi tingkat kematian akibat kekurangan oksigen dan saling mencapit. Bibit kepiting untuk penelitian masuk sebanyak tiga kali, sementara untuk kepiting perusahaan datang sebanyak dua kali, yang ditempatkan di kolam satu dan kolam lima.
Kepiting diangkat ke dalam kotak styreofoam menggunakan jepitan bambu yang dibuat khusus agar tangan aman dari capitannya. Styreofoam yang digunakan adalah styreofoam yang telah dilubangi bagian alas dan samping kiri kanannya. Hal ini dimaksudkan agar air tidak tergenang dalam kotak yang jika dibiarkan dapat menyebabkan kepiting mengalami keracunan akibat kotoran kepiting yang terakumulasi dalam air selama pengangkutan.
Secara umum, ciri-ciri kepiting bakau (Scylla sp) diantaranya mempunyai ukuran lebar karapas lebih besar daripada ukuran panjang tubuhnya, dapat mencapai 20 cm. Kepiting bakau mudah dikenal di antara jenis kepiting lain karena memiliki ciri-ciri tersendiri, yakni karapas berbentuk bulat pipih dan permukaannya licin, pada dahi terdapat sepasang mata, dan diantara kedua mata terdapat empat buah duri. Sementara di samping kanan dan kirinya (gigi anterolateral) terdapat sembilan buah duri. Ciri lainnya adalah pasangan kaki jalan berbentuk pipih yang merupakan ciri khas portunidae (Fujaya, 2008).
Pemilihan bibit ini sangat mempengaruhi daya tahan kepiting saat proses adaptasi di perairan tambak berlangsung. Bibit yang kurang baik, biasanya akan cepat mati dalam satu hari hingga satu pekan pemeliharaan.
B. Pengangkutan Bibit
Bibit kepiting PT. Handy Royal Indonesia diangkut dengan menggunakan mobil Suzuki biru open cap. Bibit kepiting sebelumnya dibasahi dengan lap yang mengandung air laut untuk mencegah kekeringan tubuh kepiting saat dalam perjalanan. Kemudian styreofoam yang telah dilubangi sisi-sisinya untuk aerasi itu dilapisi semacam kardus untuk menghalangi laju sinar matahari pada permukaan atasnya, kemudian diikat rapi dan erat-erat di punggung mobil agar tidak mudah terguncang. Jika perjalanan cukup jauh dapat pula dipersiapkan air laut dalam botol aqua, untuk sesekali menyemprotkannya ke tubuh kepiting di tengah-tengah perjalanan.
Mobil pengangkut kepiting singgah dulu di kantor perusahaan di Kecamatan Bati-Bati kemudian lanjut ke Desa Pagatan Besar, lokasi tambak kepiting. Perjalanan dapat ditempuh dalam jangka waktu sekitar dua jam.
C. Adaptasi dan Aklimatisasi
Masalah utama perusahaan PT. Handy Royal Indonesia adalah laju kematian kepiting pada masa adaptasi yang tinggi, yaitu sekitar 30 sampai 50 persen. Sebelumnya, proses aklimatisasi bukan dilakukan di habitat atau tambak kepiting lunak, tapi dilakukan di kolam khusus yang luas permukaannya 5 x 3 meter dengan tinggi air tidak lebih setengah meter. Tindakan itu tentu saja dapat membuat hewan budidaya mengalami stress, karena tidak ditempatkan langsung di tambak. Selain itu, metode adaptasi dan aklimatisasinya tidak sesuai dengan metode aklimatisasi yang baik, karena langsung ditebar di tambak.
Sebelum melakukan proses aklimatisasi, terlebih dahulu kepiting yang baru saja sampai di lokasi tambak didiamkan selama beberapa menit. Hal ini dilakukan untuk menstabilkan kondisi kepiting yang baru saja terguncang-guncang saat dalam perjalanan.
Proses aklimatisasi bibit kepiting yang baik diawali dengan menyiram kepiting dalam kotak pengangkutan dengan air tempat kepiting akan ditebar. Diupayakan segera dilakukan pergantian air agar kepiting dalam kotak tidak tenggelam. Setelah itu, kepiting bakau diangkat satu persatu dan melepaskan tali pengikat tungkainya dengan hati-hati, karena jika ditarik dengan paksa dan keras, dapat menyebabkan tungkainya terputus dan terluka. Kepiting yang telah dilepas ikatan talinya segera dipindahkan ke dalam keranjang buah yang telah disiapkan dengan kepadatan 25-40 ekor perkeranjang.
Saat pemindahan dapat sekaligus dilakukan penyortiran kepiting sesuai ukuran tubuh, misalnya antara 80 – 100 kg serta antara 100 – 120 kg. Keranjang yang berisi kepiting segera dicelupkan ke dalam tambak selama kurang lebih 30 detik. Hal ini dilakukan berulang kali agar bibit kepiting dapat mengenali dengan cepat habitat barunya. Setelah itu, kepiting sudah dapat ditebar ke dalam kotak kepiting (crab box) dengan panjang ukuran 21 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 8 cm.
Menurut Sugeng, Koordinator Kerja Harian Tambak PT. Handy Royal Indonesia di Desa Pagatan Besar, Kecamatan Takisung, kematian yang banyak itu disebabkan oleh ketidakmampuan beberapa organisme budidaya melakukan adaptasi terhadap lingkungan baru. Hewan budidaya yang dimaksud adalah kepiting yang berada pada fase fremolt atau kepiting yang sebentar lagi ganti kulit. Kepiting tersebut dianggap mati karena kehabisan energi saat persiapan dalam melakukan proses pergantian kulit. Sugeng melihat pangkal perut rata-rata kepiting yang mati sudah sedikit terbuka. Dalam
artian kepiting tersebut sudah ingin molting.
D. Penebaran
Setelah proses aklimatisasi, selanjutnya masuk ke tahap penebaran kepiting bakau. Kepiting dimasukkan dalam crab box, kotak kepiting yang digunakan perusahaan ini sengaja dipesan langsung dari tim ahli di Thailand. Crab box merupakan kotak berbentuk kubus berwarna biru kehitaman. Tiap kotak berisi satu ekor kepiting. Setelah kepiting bakau dimasukkan ke dalam crab box, penutup crab box diikat menggunakan tali nilon.
Crab box yang berisi kepiting ditebar secara rapi pada rangkaian rakit khusus yang telah disiapkan di permukaan air tambak. Rakit tersebut terbuat dari pipa paralon berdiameter satu inci. Ukuran panjang masing-masing rakit adalah kurang lebih 32 m dengan lebar 80 cm. Rakit disekat-sekat dengan pipa paralon pula, sehingga membentuk sebuah kamar-kamar dalam satu rakit. Tiap kamar atau sekat dapat diisi 24 crab box yang telah diatur rapi agar dapat dengan mudah dikontrol pada saat pemeliharaan. Pada ujung rakit diikatkan seutas tali agar dapat diikatkan ke jembatan tempat para petugas mengontrol kepiting bakau. Dalam satu petakan tambak terdapat rakit kurang lebih lima belas rakit yang berisi sekitar 15.000 – 20.000 ekor kepiting bakau.
E. Pemeliharaan
Bibit yang dibudidayakan di tambak PT. Handy Royal Indonesia biasanya akan molting dalam jangka waktu selama dua bulan. Beberapa kepiting yang dapat dipanen pada minggu-minggu awal adalah kepiting yang telah memasuki fase premolt (persiapan molting). Sementara kepiting yang lain kebanyakan molting pada dua bulan kemudian, sesuai dengan siklus alamiah kepiting bakau yang berukuran 80 sampai 150 gram. Selain itu, juga dipengaruhi oleh bobot tubuh dan lebar kerapas, semakin berat bobot kepitingnya, kemungkinan untuk moltingnya juga semakin lama. Seperti para umumnya mahluk hidup, kepiting yang lebih muda, akan dengan cepat mengalami pertumbuhan dibanding kepiting yang lebih dewasa, karena masih dalam proses pertumbuhan.
Pemeliharaan kepiting sangat dipengaruhi oleh kualitas bibit dan kualitas lingkungan. Kualitas bibit meliputi umur kepiting, kesehatan, dan jenis kepiting. Kepiting yang kesehatannya kurang baik, akan dengan sangat gampang mati lemas, karena harus beradaptasi dengan lingkungan baru, dimana akan terjadi fluktuasi-fluktuasi parameter kualitas air, seperti suhu, salinitas, pH, dan juga kandungan oksigen. Sehingga, dalam waktu seminggu dapat mencapai kematian sebanyak 30 persen.
Daya tahan kepiting juga dipengaruhi oleh jenis kepiting. Dimana masing-masing jenis ini memiliki karakteristik tersendiri, karena hidup pada habitat yang berbeda-beda. Misalnya S. serrata dapat tahan pada salinitas rendah, sehingga penurunan salinitas tidak berpengaruh drastis terhadap perkembangan kepiting. Walau laju pertumbuhan sedikit terhambat. Hal ini disebabkan karena S. serrata ini biasa di pinggiran-pinggiran sungai yang kadar intrusi pasang surutnya rendah atau bersalinitas rendah. Kepiting jenis ini juga mempunyai daya tumbuh yang lebih cepat, sehingga baik untuk budidaya pembesaran. Namun, dalam penelitian menunjukkan bahwa dari keempat jenis kepiting yang dipelihara, kepiting jenis S. serrata ini justru yang paling tinggi laju mortalitasnya.
Kepiting S. tranquberica pada penelitian sebelumnya di Marana Maros menunjukkan bahwa pada salinitas tinggi kepiting jenis ini mengalami peningkatan laju molting. Di samping itu, terdapat pula ciri khas lain, dimana kepiting ini mengalami pengerasan cangkang yang lebih cepat dibanding jenis kepiting lain pada saat pasca molting. Selain itu, sama halnya dengan S. serrata, S. Tranquberica juga mengalami pertumbuhan yang lebih cepat, sehingga baik untuk pembesaran.
Jenis berikutnya adalah S. Olivaceous, kepiting ini biasa hidup di hutan bakau yang laju pasang surutnya normal. Tampaknya, S. olivaceous mempunyai daya tahan tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan jenis yang lain. Di samping itu, biasa juga diternakkan untuk produksi kepiting bertelur, karena kepiting jenis ini cendrung lebih cepat bertelur.
Tentunya, mekanisme pemeliharaan harus sesuai dengan habitat masing-masing spesies, atau dapat dikatakan sebagai upaya domestifikasi. Untuk itu, terlebih dahulu harus diketahui kondisi ekologis kepiting dari setiap spesies, kemudian mengaitkannya dengan sifat fisilogis hewan tersebut.
Jalan lain yang harus di tempuh adalah melacak kondisi ekologis tambak lokasi penanaman bibit, meninjau optimalisasi kualitas airnya dan hal-hal lain yang mendukung. Setelah itu mencocokkan dengan spesies tertentu yang kira-kira paling baik di tanam di lokasi tersebut.
Tampaknya, tambak PT. Harin punya kesulitan untuk mendatangkan kepiting tertentu saja, hal ini terkait dengan minimnya stok spesies tertentu di suplayer untuk dapat dilakukan pemasanan secara massal.
Mengenai jenis kepiting ini, penjelasan di atas belum terbukti secara ilmiah, masih sekadar pengamatan singkat, sekiranya perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk lebih menegaskan kepiting mana yang layak dominan dibudidayakan dan sesuai dengan kondisi lingkungan di tambak kepiting Handy Royal Indonesia, yang letaknya di desa Pagatan Besar.
E.1 Pemberian Pakan
Kepiting diberi pakan ikan rucah yang dipotong kecil-kecil berukuran sekitar 1 – 2 cm, berupa ikan peperek dan ikan tembang. Frekuensi pemberian pakan sebanyak sekali dalam dua hari dan kadang-kadang satu kali dalam sehari. Dosis pemberian pakan 5 – 10 % dari bobot tubuh/2 hari. Sehingga dapat dipastikan bahwa kebutuhan pakan yang terpenuhi kurang dari 5 % dari bobot tubuh/hari. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Kanna (2002) yang menyatakan bahwa kebutuhan pakan kepiting dalam sehari adalah kurang lebih 10 %/hari dari bobot tubuh. Jika kebutuhan nutrisi kepiting tidak terpenuhi maka pertumbuhannya juga akan terhambat dan membutuhkan waktu lama untuk molting.
E.2 Pengaturan Kualitas Air
Pada proses pemeliharaan ini perlu pula ditekankan pengaturan kualitas air. Dimana secara umum kualitas air terdiri dari parameter suhu, kandungan oksigen terlarut (DO), salinitas, pH, serta amoniak dan H2S.
Menurut Fauzia et al., 2006, kualitas air yang tepat diberlakukan untuk budidaya kepiting bakau, yaitu:
- Suhu = 27 – 30 0C
- Salinitas = 25 – 34 ppt
- pH = 7 – 8,5
- DO = 4,5 – 6 ppm
- Amoniak = < 0,5
- Nitrit = <0,05
- Kecerahan = 30 – 60 cm
Meski data pengaturan kualitas air di atas sudah dilakukan penelitian berkali-kali, pembudidaya tetap harus cermat menghubung-hubungkan antar satu parameter dengan parameter lainnya. Hal ini dibutuhkan karena dalam kolom air tersebut terdapat sistem yang holistik dan kompleks, dimana jika terjadi perubahan pada satu parameter, pastilah akan diikuti dengan perubahan parameter yang lain. Jika fluktuasi tersebut terus menerus terjadi, akan dapat berdampak buruk terhadap kepiting bakau yang dipelihara.
Dalam pengontrolan kualitas air, pihak tambak melakukan kontrol sebanyak sekali dalam dua jam. Yaitu, pukul 00.00, 02.00, 04.00, 06.00, 08.00, 10.00, 12.00, 14.00, 16.00, 18.00, 20.00, 22.00 Wita. Tentunya Pada setiap waktu pengambilan data akan terjadi pergeseran kualitas air.
- Suhu
Di antara faktor-faktor lingkungan, suhu merupakan faktor yang paling berpengaruh pada pertumbuhan dan molting (Hoang et al., 2003). Perairan yang mempunyai suhu tinggi cenderung akan meningkatkan pertumbuhan dan memperpendek masa interval molting krustacea (Hoang et al., 2003; Xiangli et al., 2004). Menurut Kuntinyo et al. (1994) suhu yang optimum untuk pertumbuhan kepiting bakau adalah 26 – 32oC.
Pada parameter suhu, jika terjadi penurunan suhu mendadak, apalagi di bawah 250C, daya cerna crustacea terhadap pakan yang diberikan akan berkurang. Karena sebagian energi dalam tubuh digunakan untuk adaptasi perubahan suhu atau untuk memanaskan tubuh. Sebaliknya, jika terlalu tinggi, yaitu di atas 300C kepiting akan mengalami stress karena kebutuhan oksigennya semakin tinggi.
Setelah mengamati laju pergerakan suhu air, rata-rata suhu air di dalam tambak PT. Handy Royal Indonesia berkisar antara 270 C – 300C. Dalam sehari biasanya bergerak satu derajat celcius saja. Misalnya dari 290C ke 300C.
Upaya untuk mengantisipasi suhu tinggi adalah dengan menambah kolom air, atau mengganti sebagian air yang lama dengan air yang baru. Air merupakan media yang bersifat lambat menerima intrusi gelombang panas, tapi lama pula menahan panas dan mengeluarkan panas. Semakin banyak airnya, maka laju peningkatan suhu juga akan terhambat. Dengan demikian, pengecekan data suhu yang cermat akan sangat membantu mengantisipasi laju peningkatan suhu yang drastis.
Menambah kolom air dapat dilakukan pada pagi hari, sekitar pukul 08.00 ke atas, karena peningkatan suhu dapat terjadi pada tengah hari ke atas. Pada sore hari juga dapat dilakukan pengisian air. Selain untuk menjaga suhu tetap normal, juga untuk memberi kenyamanan kepada kepiting dalam beraktifitas pada malam hari (Nockturnal). Di samping itu, akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan nafsu makan kepiting. Sesuai dengan kebiasaan kepiting bakau, dimana pada saat makan biasanya rakus saat terjadi arus pasang. Suhu dapat pula menurun jika dalam tambak ditambahkan teknologi kincir air atau aerator air. Dengan melakukan sirkulasi air, kandungan oksigen dalam air akan meningkat sekaligus dapat menormalkan suhu air.
Tapi, pada PT. Handy Royal Indonesia upaya penambahan air tidak dilakukan setiap hari, penambahan disesuaikan dengan ketinggian air. Kadang pula sebuah tambak sudah dianggap perlu ditambah air, namun tak dilakukan penambahan. Hal ini terjadi karena genset untuk memasukkan air di tandon terlambat dinyalakan atau petugasnya lagi tak ada di tempat. Padahal dengan pergantian air yang rutin akan dapat menghasilkan kualitas hewan budidaya yang lebih baik, karena dapat menekan angka stress pada kepiting.
Alternatif lain, yaitu mengurangi laju intrusi sinar matahari langsung ke box crab. Bisa dengan membuat atap perlindungan di atas box crab, atau bisa pula dengan memberi pelapis langsung di permukaan box crab. Metode yang terakhir ini cukup merepotkan, tapi untuk kebaikan kepiting pastilah ada pengaruhnya, walau pengaruhnya tidak terlalu signifikan karena mengingat sifat panas dalam air yang merambat.
- Salinitas
Parameter salinitas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kepiting. Salinitas berhubungan dengan mekanisme ormoregulasi organisme. Jika kadar garamnya terlalu rendah dapat membuat kondisi kepiting melemah, warnanya tubuhnya pucat dan mudah terserang penyakit. Sementara jika terlalu tinggi, pertumbuhannya akan terhambat, karena kepiting harus berupaya menyeimbangkan antara cairan dalam tubuh dengan cairan di luar tubuhnya, (Amri, 2008). Sehingga sebagian energinya terkuras dalam upaya itu.
Menurut Kuntinyo et al. (1994) bahwa salinitas optimal untuk budidaya kepiting bakau ditambak berkisar antara 15 – 30 ppt. Peningkatan salinitas akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi kalsium. Krustacea akan mengabsorbsi kalsium selama ganti kulit yang dimanfaatkan untuk perkembangan karapaksnya.
pH (Keasaman Perairan)
Boyd (1990) mengemukakan bahwa pH yang didefenisikan sebagai logaritma dari aktivitas ion hidrogen (-log H+), merupakan indikator keasaman serta kebasaan air. Kuntinyo et al. (1994) mengemukakan bahwa agar pertumbuhan maksimal, kepiting bakau sebaiknya dibudidayakan pada media dengan pH antara 7,5 dan 8,5.
Parameter pH juga tak kalah pentingnya. pH yang paling baik yaitu berada pada kisaran 6,5 – 7,5 , kurang atau lebih dari itu sudah mengkhawatirkan. Jika pH rendah berarti keasaman air meningkat. pH rendah dapat pula disebabkan oleh kandungan besi (Fe2+) dan H2S yang bersifat asam. Untuk menangantisipasi keasaman dapat dilakukan dengan metode pengapuran pada saat persiapan tambak. Kapur dapat meningkatkan pH tanah.
pH pada tambak kepiting lunak di Takisung menunjukkan angka yang stabil, yaitu angka 7, tapi sering juga mencapai angka 8. Padahal, jika pH terlalu tinggi dan dibarengi dengan peningkatan suhu di atas 300C akan menyebabkan peningkatan kandungan amoniak (NH3) dalam air. Amoniak dengan konsentrasi di atas 0,5 ppm dapat bersifat racun dan akan mematikan bibit kepiting.
Apabila konsentrasi amoniak meningkat, akan berpengaruh terhadap permeabilitas organisme dan menurunkan konsentrasi ion netralnya, mempengaruhi pertumbuhan dan konsumsi oksigen. Oleh sebab itu, dalam media pemeliharaan kepiting bakau konsentrasi amoniak dalam media tidak lebih dari 0,1 ppm (Kuntinyo et al., 1994).
Amoniak ini dapat berasal dari kotoran kepiting yang telah terurai dan sisa-sisa pakan. Untuk mencegah amoniak ini, pengontrolan pH harus selalu dilakukan, selain itu diupayakan dengan pergantian air.
Tapi, setelah melihat hasil pengukuran amoniak yang dilakukan oleh pegawai Tambak PT. Handy Royal, kadar amoniak tidak terlalu mengkhawatirkan, berkisar pada angka 0,003 hingga 0,006 ppm.
- Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut sangat dibutuhkan dalam proses respirasi bibit kepiting. Oksigen terlarut yang baik berkisar antara 4 sampai 8 ppm. Rendahnya kandungan oksigen terlarut sering terjadi pada musim kemarau yang tidak berangin. Selain itu, penurunan kandungan oksigen juga dipengaruhi oleh suhu rendah pada malam hari yang diikuti dengan aktivitas fitoplankton. Hal ini berkaitan dengan produktivitas perairan. Jika kandungan organik dalam tambak tinggi, maka aktivitas mikroba untuk mengurai semakin tinggi pula. Sehingga mikroba beserta fitoplankton melakukan persaingan dengan bibit kepiting dalam merebut oksigen dalam air.
Oksigen rendah dapat menghambat pertumbuhan kepiting, bahkan dapat mematikannya. Sementara jika terlalu tinggi, dapat menimbulkan penyakit pemecahan saluran darah beserta penyakit fisiologis lainnya.
Pada tambak PT. Handy Royal Indonesia telah ada inisiatif untuk mengadakan aerator pada kolam satu. Hal itu tentunya sangat berguna dalam menambah kandungan oksigen terlarut dalam air. Tapi, mulut pipa penyedot air jangan ditempatkan tepat di dasar tambak. Karena justru akan mengacak air dan dapat menimbulkan terangkatnya kotoran di bawah tambak naik ke atas. Sehingga menyebabkan bibit kepiting keracunan.
Ada satu hal yang mengkhawatirkan, yaitu pergerakan air dalam crab box. Tampaknya, air dalam box crab tidak terlalu mengalami pergerakan, meski arus di luar box cukup kencang. Ada baiknya jika air dalam box crab dilakukan pergantian, minimal satu kali dalam sehari.
Pada tambak Handy Royal Indonesia difusi oksigen dari udara bebas cukup tinggi. Ini bisa diamati dengan kencangnya arus yang diakibatkan oleh angin. Selain itu, tampaknya parameter DO tidak terlalu mengkhawatirkan. Dari data yang telah dikumpulkan, kandungan DO masih pada taraf normal-normal saja.
2. Mekanisme Kerja Harian
Waktu kerja di tambak PT Handy Royal Indonesia berlangsung selama 24 jam, yaitu dari pagi hingga pagi keesokan harinya. Terdapat rangkaian kerja yang saling berhubungan ataupun terpisah. Terdiri atas manajemen kontrol kualitas air, pemasukan air dan pengeluaran air, kontrol kepiting molting, mati dan lari, pembersihan kotoran yang melekat di crab box, pemindahan kepiting ke tambak yang lain, sirkulasi air, pemberian pakan, ozonisasi, pengepakan, dan pengiriman ke bandara. Di samping itu juga dilakukan secara intens pencatatan jumlah kepiting yang molting, mati dan lari.
2.1 Kontrol Kualitas Air
Manajemen kontrol kualitas air dilakukan setiap dua jam sekali, sehingga dalam 24 jam terdapat 12 kali pemantauan. Kualitas air yang dikontrol terdiri atas suhu, kandungan oksigen terlarut, pH, salinitas, ketinggian air, dan amoniak. Tujuan pengukuran ini adalah untuk mengetahui kualitas air tambak, sehingga dapat mengaitkan dengan kondisi kepiting di perairan sesuai dengan teori yang telah dijelaskan di atas.
Pekerja yang menangani pengukuran ini ada dua orang, yang terbagi pada seorang pada siff siang dan seorang lagi pada siff malam. Alat yang digunakan adalah DO meter untuk pengukuran kadar oksigen terlarut sekaligus dapat pula mengukur suhu, refraktometer untuk salinitas, pH meter untuk pengukuran pH, dan amoniak dengan penggunaan bahan kertas amoniak.
Namun, pada awal-awal penulis datang, petugas yang menangani pengontrolan kualitas air ini terlihat ogah-ogahan dalam mengerjakan tugasnya. Ia tak begitu memahami teknis pengukuran air, sehingga alat pengukuran itu kadang tidak tepat atau terjadi human eror. Misalnya, alat pengukuran DO meter yang digunakan untuk mengukur kualitas air pada kelima tambak, kadang tidak dibilas dengan air tawar bersih. Sehingga sisa-sisa air tambak sebelumnya bisa jadi memengaruhi pengukuran kualitas air tambak berikutnya. Perlakuan seperti itu pun dapat mempercepat kerusakan alat, karena pemeliharaannya kurang bagus.
Ada pun petugas kontrol air yang lain, yaitu yang bertugas mengatur ketinggian air. Pemasukan air baru biasanya dilakukan pada pagi hari, yakni selama dua jam sekali pemasukan. Dalam rentang waktu itu, dapat mengalami pertambahan air untuk tambak hingga setinggi sepuluh sentimeter. Namun, kadang pemasukan air tidak dilakukan setiap hari. Biasanya karena pompa air tandon tidak jalan. Jadi, air tandon pun diisi setiap hari.
Pembuangan air tidak dilakukan setiap hari. Biasanya tiga kali atau lebih dari itu. Ini disebabkan, selain air tambak mengalami penyusutan akibat terpaan sinar matahari, juga mungkin disebabkan oleh kebocoran, sehingga air keluar sedikit demi sedikit.
Untuk menjaga kualitas air, seorang petugas pun hampir setiap hari menjalankan mesin sirkulasi air dengan bantuan genset. Teknik sirkulasi ini menggunakan pipa paralon sepanjang tengah tambak. Tambak yang disirkulasi pun hanya satu buah dari lima tambak yang berfungsi. Mesin sirkulasi itu baru dijalankan pada siang hari.
Kontrol kualitas air ini pun dicatat rapi dan diimput ke dalam program komputer.
2.2 Kontrol kepiting molting
Sama halnya dengan pengontrolan kualitas air, kontrol kepiting molting juga dilakukan sebanyak sekali dalam dua jam, atau sebanyak 12 kali dalam 24 jam. Waktu pengontrolannya pun sama, yang berbeda hanya jumlah pekerjanya saja. sebelum kami datang, jumlah pekerja untuk kontrol molting lebih dari enam orang, kemudian dipangkas menjadi enam orang. Seiring dengan berjalannya waktu dan berkurangnya jumlah kepiting, pada hari terakhir kami di sana, jumlah pegawai tetap untuk pengontrolan moting tinggal empat orang, dua orang pada siff siang dan dua orang pada siff malam.
Dalam satu kali pengontrolan, petugas langsung mencatat jumlah kepiting yang molting, yang mati dan kepiting yang lepas atau lari dari crab box. Teknisnya, dengan menggunakan kayu yang ujungnya terdapat lengkungan besi, berfungsi untuk mengait crab box, crab box pun diangkut ke permukaan tambak. Petugas kemudian memisahkan kepiting yang molting dan kepiting yang mati. Sampah kepiting yang mati dan kerapaks kepiting molting dibuang di tempat sampah. Crab box pun dirapikan dan diletakkan di ujung tambak. Crab box itu nanti akan dipungut oleh petugas kebersihan dan dibawa ke tempat pencucian kotak kepiting itu.
Setelah pengontrolan selesai, kepiting molting kemudian diangkut ke asrama tambak untuk diletakkan di styreofoam yang telah diisi air tawar. Air tawar ini dianggap mampu menghambat laju pengerasan cangkang kepiting, sekaligus dapat menambah berat kepiting. Kepiting molting yang diangkut pun dipisahkan antara molting yang lunak betul, sedikit keras, dan yang sudah betul-betul keras. Dicatat pula kepiting yang cacat anggota badannya. Sehingga petugas sortir dapat memisahkan antara kepiting kualitas ekspor dan kepiting rijek.
Rentang pengontrolan pernah dua kali terjadi perubahan. Yaitu pada awal Juni dan pertengahan Juni. Perubahan pertama, jadwal pengotrolan kepiting molting berlangsung dengan rentang tiga jam, atau sekali dalam tiga jam. Namun, pengotrolan yang terbilang lama itu mengakibatkan banyak kepiting molting yang kerapaksnya telah mengeras. Kemudian dilakukan regulasi waktu baru lagi, yaitu selama dua setengah jam untuk satu kali pengontrolan. Tapi hasilnya tidak beda jauh, tetap ada kepiting molting yang mengalami pengerasan kerapas, sebab tidak sempat diangkut secepatnya pada saat selesai molting. Akhirnya, jadwal pengontrolan itu dikembalikan seperti sedia kala, yaitu dilakukan sekali pengontrolan setiap dua jam.
Biasanya, kepiting molting banyak pada tengah malam, antara pukul 24.00, 02.00 dan 04.00 wita. Pada pagi, siang dan sore hari, tetap ada yang molting, tapi tidak sebanyak pada malam hari.
Ada pun jumlah kepiting molting, mati dan lari beragam dari hari ke hari. Tergantung dari kesiapan molting kepiting yang telah ditanam itu. Rentang molting biasanya selama dua bulan. Jadi, kepiting yang molting pun dipastikan adalah kepiting yang telah ditanam dua bulan lalu. Ada pun yang cepat molting, lantaran pada saat penanaman memang sudah memasuki tahap akhir intermolt ataupun tahap awal premolt.
2.3 Kontrol Pemberian Pakan
Kepiting tambak PT. Handy Royal diberi pakan sebanyak satu kali dalam sehari. Pemberian pakan biasanya dilakukan pada pagi atau siang hari. Pakannya berupa ikan rucah basah atau dalam bentuk ikan kering. Setiap kepiting pun diberikan hanya sepotong ikan, baik sebagian badan dan kepala, bagian tengah ikan, atau sebagian badan dan ekor.
Pakan kepiting ini diperoleh dari hasil tangkapan nelayan Pagatan Besar, biasanya dalam sehari dibutuhkan sebanyak 12 kilogram pakan ikan untuk memberi makan kepiting bakau.
Namun, berdasarkan teori nutrisi, pemberian pakan yang cuma sekali dalam sehari dipastikan belum mencukupi kebutuhan nutrisi kepiting bakau. Berdasarkan hasil penelitian laju pengosongan lambung yang dilakukan di tambak Marana, Maros, didapatkan lambung kepiting bakau dengan berat sekitar 100 gram, terisi sebanyak tga sampai empat gram persatu kali pemberian pakan dan akan terpakai selama 12 jam. Sehingga dalam sehari mesti dilakukan sebanyak dua kali pemberian pakan dengan pakan sebanyak delapan gram.
3. Panen dan Pasca Panen
3.1 Ozonisasi
Ozonisasi adalah standar penjaminan mutu kepiting molting pada tambak PT Handy Royal Indonesia. Setelah kepiting yang telah direndam dalam air tawar ditimbang, kepiting tersebut pun masuk dalam ruang ozon.
Dalam ruang ozon ini, setiap orang yang masuk harus menerapkan standar sanitasi ruangan. Proses sanitasi itu dimulai dengan pembersihan ruangan berserta perabotnya, berupa meja, kursi, bak, baskom untuk cuci tangan dan sepatu dengan laurutan chlorine 100 ppm. Sementara lantai disiram dengan air bersih.
Untuk menghindari kuman yang bersumber dari manusia, dilakukan perendaman sepatu boat untuk kaki dalam larutan air chlorine sebanyak 200 ppm, cuci tangan dilakukan perendaman di dalam larutan sebanyak 50 ppm, dan peralatan sebanyak 100 ppm. Boks styrirofoam yang digunakan untuk packing harus dicuci dengan chlorine 100 ppm. Pembungkusan kepiting pun dilakukan di atas meja.
Selain itu, petugas yang masuk diharuskan menggunakan sarung tangan, baju laboratorium, menggunakan sarung tangan lateks/karet, sepatu boat, memakai penutup kepala/topi, menggunakan masker untuk menjamin kebersihan dan keselamatan pribadi. Untuk menjaga kuman yang berasal dari luar ruangan, sehingga ruangan harus ditutup rapat.
Penjelasan di atas diperlukan, sebagai upaya sterilisasi produk atau biasa disebut kontrol kualitas. Kemudian mekanisme selanjutnya adalah sterilisasi kepiting lunak kualitas ekspor dengan menerapkan prosedur ozonisasi. Kepiting lunak yang riject dipisahkan, ditimbang dan dibungkus menggunakan plastik, kemudian dimasukkan ke dalam freezer.
Proses ozonisasi diawali dengan menyalakan mesin ozon/ozonisator, kemudian menyiapkan dua bak ozon yang masing-masing diisi dengan air kurang lebih 20 L. Bak satu diberi klorin 25 ppm sedangkan bak dua diberi klorin 50 ppm. Ozonisator dinyalakan kurang lebih selama dua jam dan selang ozon dari mesin dimasukkan dalam bak satu. Dosis ozon yang digunakan adalah 0,7 g/m3. Metode untuk mengetahui jumlah dosis ozon yaitu dengan menyamakan warna air dengan warna microcoant. Air dalam bak diambil terlebih dahulu dan dimasukkan dalam tabung kecil, lalu ditetesi dengan colorimetrico sebanyak dua tetes, selanjutnya warna air dalam tabung disamakan dengan warna pada microcoant yang menunjukkan angka 0,7. Jika warna telah sama maka dosis ozon pada air bak tersebut dianggap berjumlah 0,7 g/m3.
Kepiting kualitas ekspor direndam ke dalam air ozone, untuk konsentrasi di bawah 0,5 mg/l direndam selama satu jam 15 menit. Sementara untuk konsentrasi di atas 0,5 mg/l direndam selama 1 jam. Setelah itu kepiting lunak tersebut dimasukkan ke dalam larutan chlorine 50 ppm selama 5 menit.
Setelah melalui proses ozonisasi, kepiting dimasukkan ke dalam plastik pembungkus. Saat pembungkusan diusahakan agar tidak ada air yang tertinggal dalam plastik. Kepiting yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam box styreofoam bersih. Suhu ruang dalam strirofoam tersebut tidak melebih 50C, kemudian tutup dengan lapban.
3.2 Pengepakan
Pengepakan dilakukan sesaat sebelum pengiriman kepiting lunak ekspor ke bandara Nur Syamsuddin Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Dalam sehari bisa dikirim sebanyak 100 kg sampai 120 kg, sehingga dapat termuat dalam lima sampai enam styreofoam. Dalam satu stirofoam terisi kepiting molting seberat 20 kilogram ditambah es balok berjumlah 18 buah yang beratnya sekitar 6 kg. Untuk satu styreofoam diusahakan tidak melebihi berat 30 kilogram, karena pihak bandara tidak toleran mengangkut barang seberat itu.
Saat mengisi kepiting ke dalam styreofoam, terlebih dahulu permukaan bawah dan samping stirofoam dialasi plastik. Es diletakkan di sela-sela tumpukan kepiting, yaitu pada bagian sisi kanan, kiri dan tengah. Enam balok pada bagian kanan, enam pula pada bagian kiri dan tengah. Kepiting pun disusun rapi diantara balok es tersebut.
Setelah bungkus dengan plastik tadi, bagian atas styreofoam ditutup rapat. Kemudian dibungkus dengan plastik lagi, kemudian dirapatkan dengan lapban. Pada bagian atas styreofoam diberi label perusahaan dan alamat tujuan Surabaya serta tanggal proses.
3.3 Pengiriman ke Bandara
Setelah dikepak dengan rapi, stirofoam-stirofoam yang berisi kepiting lunak tersebut diantar ke bandara menggunakan mobil open cup. Diangkut ke tempat kargo barang untuk dikirim ke Surabaya. Dari Surabaya, kepiting tersebut kembali disortir sesuai keinginan owner. Selanjutnya barulah kepiting tersebut diterbangkan ke Amerika Serikat.
2 komentar:
Share ilmu yang sangat berguna.. saya penggemar kepiting soka, baru tahu budidayanya sangat rumit. Info Keren ^_^
owh begitu ya cara budidayanya... msih bngung kalau ga praktek langsng,
http://www.indoplastik.com
Posting Komentar