6 hari yang lalu
Sekilas Sejarah Ilmu Pengetahuan..
Rasa bosan menjalar dalam darah. Ia adalah virus, musuh yang harus dilawan. Aku jenuh bercerita tentang cinta, aku kini ingin bercerita tentang fakta, yang bersifat ilmiah. Kumulai dengan mahkluk, segala ciptaan. Betulkah semua yang hadir di dunia ini bermanfaat? Khususnya buat manusia? Apa sih manfaatnya bintang yang bertengger indah di kegelapan malam sana? Mungkinkah nyanyian jangkrik di pepohonan ki hujan membawa berkah? atau terik matahari yang panasnya bukan main, menyinari tempurung kepala, membuat rambut-rambut rontok dan berbau keringat.
Kata ibu semuanya bermanfaat. Sebenarnya ini bukan pertanyaan saya, tetapi berupa kebingungan adik kecilku. Ia bertanya apakah lalat itu bermanfaat? Apakah semut-semut yang menggerumuni kue itu ada gunanya? Kegelisahannya pun mereda setelah orang tuaku menjawab bahwa lalat adalah pemberi petunjuk, begitu pula semut. Lalat mengatakan bahwa daerah itu jorok, perlu kamu bersihkan. Semut pun demikian. Namun mereka melakukan itu sekadar untuk mempertahankan hidupnya.
Sepakat, semua bermanfaat, jadi kita pun diciptakan karena kita juga punya manfaat. Nabi bilang orang yang paling diberkahi adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Tapi, kenapa pula manusia banyak merugikan sesamanya? Itu karena ia tak mau bersyukur, kufur, dan tak mengambil pelajaran dari alam sekitarnya. Jadi kita hidup di dunia tak pernah lepas dari yang lainnya, tak dapat mandiri, kita tetap membutuhkan orang lain, tapi lebih bagus lagi kalau kitalah yang lebih dibutuhkan.
Kosong adalah berisi, berisi adalah kosong. Salah satu Filosofi Budha yang cukup bertuah. Menelusuri alam mikro, dunia dalam diri kita, tepatnya dengan kedalaman di atas 10-12 dunia kita sudah berupa helaian-helaian DNA, campuran gula, basa dan posfat. Rangkaian polinukleotida yang terkait oleh ikatan hidrogen dan fosfodiester. Setelah itu menjelma menjadi butir-butir atom, kemudian proton yang dikelilingi elektron. Jarak antara proton dan elektron sangat jauh, bagaikan perbandingan luas permukaan apel dengan luas permukaan bumi.
Pada pangkat minus 15 ke atas, dunia kita sudah hilang, kosong. Kita menuju kefanaan. Di situlah kita mendekam nanti, bahwa kita ini kecil, kita tak ada apa-apanya di hadapan yang maha kuasa. Kita tak patut menyombongkan diri dengan pengetahuan yang sedikit. Pengetahuan yang seperti setitik air dari samudra luas.
Menyangkut dunia fana tadi, yang lazimnya disebut dunia akhirat. Kata akhirat sendiri berarti kiamat, musnah atau berantakan. Dari kemusnahan itu menurut sobat saya, Udin adalah proses menuju kesempurnaan, ke tempat yang paling nikmat yang dianugrakan tuhan. Untuk menjadi sebuah kupu-kupu, seekor ulat harus terlebih dahulu menghancurkan kecebongnya. Untuk menjadi benih seekor ikan harus menetaskan dulu telurnya. Atau ketika ibu ingin melahirkan, ia harus memecakan dulu ketuban perutnya. Dan untuk menuju ke hadiratnya, dunia terlebih dahulu dimusnahkan.
Surga atau neraka, I do no? Terserah, yang jelasnya aku sudah berusaha menjalani kehidupan menurut pemahamanku yang terbaik. Mengenai kehadiran api di neraka, atau kehadiran bidadari di surga masih dalam tanda tanya. Ada yang mengatakan bahwa titik terindah dari kenikmatan akhirat ada pada tataran akal. Dimana kenikmatan itu masih belum dapat dipikirkan, jadi asosiasi yang digambarkan tuhan berupa materi, seperti susu yang mengalir dan bidadari yang cantik. Dan menurut Udin, alam terendah adalah alam materi, jadi selama kita tidak bisa lepas dari materi, maka kualitas hidup kita masih di bawah dari sudut pandang tuhan. Alam tertinggi berada pada tataran akal, makanya disebutkan dalam Al-quran bahwa derajat orang berilmu lebih tinggi beberapa derajat dibanding orang yang tidak berilmu. Materi di sini hanya sebagai perangkat untuk beribadah kepada tuhan.
Pengetahuan, dimana kamu berasal? Begitu pula dengan ilmu, apakah engkau akan terus hidup? Ya.. kupikir engkau akan terus bernafas. Ilmu yang melahirkan teknologi tak akan pernah jenuh menjejaki bumi manusia. Ia akan terus bermetamorfosa, berkamuflase atau berevolusi. Manusia akan selalu haus, ia akan terus menerus mencari akar-akar ilmu, menerjemahkannya dalam bahasa manusia, lalu membuatnya sebagai produk yang layak jual. Penelitian terus berlanjut, ranah-ranah kritis mulai dirambah, laut dalam, gunung berapi, kutub-kutub es, gurun-gurun gersang, serta langit dan luar angkasa. Manusia terus memburu, mewujudkan mimpi yang terbayang-bayang di kepalanya.
Ilmu sudah diterjemakan sejak keberadaan manusia pertama, yaitu Adam. Ilmu alam yang ia peroleh berasal dari proses transformasi lewat indra, memahami alam secara kinestetik, terjun langsung, belajar dengan alam. Manusia-manusia awal menggunakan ilmu untuk menjamin kehidupan. Bagaimana cara menangkap rusa, membuat api, menombak ikan, lalu mencari ruang. Manusia generasi berikutnya menemukan teknik-teknik bercocok tanam, mengendarai kuda, membuka lahan dan membuat rumah (tempat berlindung). Ilmu terus hidup, akal manusia makin liar, dan alam makin diutak-atik.
Terlepas dari persoalan hidup mati, manusia mulai mempertanyakan hakikat kehidupan. Pertanyaan awal seperti apa, darimana, kenapa dan bagaimana kehidupan ini ada mulai gandrung ditelisik. Hal ini berlangsung dengan bukti tertulis maupun lisan pada masa abad VI SM. Thales adalah manusia pertama yang merumuskan kegelisahan tersebut. Ia menganggap bahwa kehidupan ini berasal dari air, zat kehidupan. Memang sih dalam keseharian kita air sangat berperan, dalam tubuh kita saja air mengambil jatah hampir 90 persen, berupa darah dan cairan-cairan. Untuk bumi saja jatah air sangat besar, dengan perbandingan 70/30 dengan daratan. Belum lagi jika kita meninjau kehidupan di alam laut yang sangat berlimpah dengan beribu-ribu jenis mahluk.
Betulkah demikian, bukankah kehidupan itu tidak hanya terdiri dari materi, tapi juga punya ruh yang tak nampak dan tak dapat diterjemahkan. Air tak dapat membuktikan itu, ia hanya terdiri dari ion-ion, kadar garam untuk lautan, serta gabungan zat oksigen dan hidrogen.
Manusia berikutnya adalah Heraklitus yang menganggap kehidupan berasal dari api. Api yang menjilat-jilat, memancarkan cahaya, membiaskan warna kuning, kadang membiru. Api adalah efek dari terpisahnya carbon dari hidrogen, biasa disebut hidrocarbon. Saat benda dibakar, maka terjadi pelepasan carbon ke udara. Carbon yang menyebabkan peningkatan suhu, membuat benda-benda macam kayu, dedaunan kehilangan air, menyusut lalu berubah bentuk. Api mungkin berupa proses perubahan energi potensial menjadi energi panas.
Maraknya dunia filosofi di Yunani melahirkan pula manusia yang bernama Empedoples, ia beranggapan bahwa kehidupan itu disusun dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara. Keempatnya di ikat dengan unsur cinta dan akan diceraikan dengan unsur kebencian. Lahir pula manusia yang memperkenalkan angka-angka, yaitu Phitagoras. Ia mengira jiwa kehidupan ini bukan berupa substansi, tapi hanya dapat dilihat lewat pergulatan angka. Pendapat lain mengatakan bahwa kehidupan ini mengalir, senantiasa berubah. Ada pula yang menganggap bahwa kehidupan itu tetap seperti apa adanya.
Berangkat dari alam, manusia mulai merambah dunianya sendiri serta kehidupan sosialnya. Manusia perintis yang mengutarakan gejolak jiwanya ini adalah Perminides. Ia menularkan ilmunya ke Sokrates, yang mengatakan bahwa dalam kehidupan terdapat unsur ada, ada yang tak terbatas, ia adalah langit dan bumi, barat dan timur, ia menjadi kekuatan sehingga kehidupan itupun senantiasa berada. Namun penjelasan mengenai ada ini masih dalam awan-awan pikirannya. Ia belum bisa menjabarkan keberadaan ada. Ungkapan fhilosofis pun berasal dari Sokrates, Fhilos (mencintai) dan Shofis (kearifan). Ia sangat menghindari sifat angkuh, walau ia seringkali menantang dan mengalahkan para pembicara ulung yang tergolong kelas-kelas manusia cerdas jaman Yunani kuno lalu. Hebatnya ia tak mau membahasakan bahwa ia cerdas, tapi dengan bahasa orang yang mencintai ilmu pengetahuan.
Setelah Sokrates, muncul kepermukaan murid Sokrates sendiri, yaitu Plato. Plato tidak berkutat pada kehidupan alam, tapi menyangkut eksistensi manusia. Ia pun menelaah kajian yang lebih spesifik lagi, yaitu alam pikiran khususnya dunia bentuk dan dunia ide. Dunia bentuk sebenarnya adalah kajian sokrates yang diturunkan ke Plato, tapi Plato menelaahnya lebih jauh dengan menambahkan contoh-contoh baru dan asumsi-asumsi segar. Dunia bentuk menurutnya tidak dapat dimasuki oleh indra, hanya oleh pikiran. Kita dapat berfikir tentang sesuatu, tapi kita tidak dapat mengindrainya. Objek indrawi menerima kuantitas-kuantitas dengan ”berpartisipasi” di dalam ide-ide yang menjadi asal-muasalnya. Contohnya, jika kita memandang sebuah patung. Patung yang awalnya dibentuk sesuai dengan pola tertentu. Yang menjelaskan hal ini pola patung pada suatu cetakan adalah ide, sedangkan patung yang tercetak adalah obyek indrawi yang menerima kualitas seperti ukuran, bentuk atau bahkan ekspresi dari pola cetakan.
Hal menarik dari Plato saat memberikan ilustrasi tentang dunia ide dan dunia bentuk ini. Plato mengungkapkan bahwa sebagian besar manusia hidup dalam gua remang-remang dan hanya mampu memandang ke sebuah dinding yang memperlihatkan bayang-bayang yang bergerak. Karena hanya bayang-bayang itu saja yang terlihat, manusia pun beranggapan bahwa itulah yang dikatakan realitas.
Aristoteles, salah satu tonggak penyusun bunga rampai silsilah perjalanan sejarah filsafat ilmu pengetahuan. Dengan analisa empiris dengan landasan pemikiran yang utuh tentang alam, Aristoteles bertolak belakang dari pendahulunya, Plato. Dalam menganalisis dan menyimpulkan sesuatu, dunia indra atau empirislah yang pertama terjerat kemudian diolah dalam dunia ide. Kita tak mungkin menyimpulkan sesuatu, jika sesuatu itu tak pernah tertangkap oleh indra kita hingga tak terkurung dalam memori. Aristoteles menerapkan sistem klasifikasi organisme, dengan mengelompokkan jenis-jenis hewan, tumbuhan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.
Namun, Aristoteles juga telah melakukan kesalahan fatal dan telah membungkam semangat ilmiah berabad-abad setelahnya. Ia menganggap bahwa mataharilah yang mengelilingi bumi dan bumi yang kita pijak ini tidak bulat, tapi datar. Pendapat ini diadopsi oleh kalangan kristen, khususnya pada masa Tomas Aquinas yang telah mengkhultuskan Aristoteles sebagai bapak yang mesti kita ikuti ajarannya. Aquinas terjebak dalam lingkaran rasionalisme organis Aristoteles, menyapu rata semua ajarannya dengan fanatisme konservatif, kemudian generasi selanjutnya membungkam bukti-bukti ilmiah yang berusaha menolak pandangan itu.
Manusia-manusia di atas bebas mengekspresikan pikirannya, mengungkapkan hasil analisanya masing-masing. Mereka belum terpasung dengan aura agama, yang selanjutnya membatasi pergerakan pemikiran manusia.
Mengenai tulisan yang sedikit menyinggung sejarah ilmu ini sengaja ditampilkan. Mungkin para pembaca, apalagi pembaca yang tekun sudah bosan membaca hal di atas lantaran sudah terlalu banyak bertebaran pada halaman-halaman awal buku ilmiah. Tapi apa salahnya, kita mengungkit-ungkitnya dengan alasan bahwa sejarah tak dapat dilupakan. Negeri yang besar adalah negeri yang tahu sejarahnya. Dan jika kita ingin memulai ilmu, menelisiknya lebih jauh, sepertinya pengetahuan tentang sejarah turut diperhitungkan. Sekaligus sebagai refleksi bahwa ilmu itu akan terus hidup, mengembang, menggelembung, dari nol hingga kembali ke nol lagi, jika dunia ini sudah kiamat.
***
Tulisan ini aku temukan lagi..catatan 2007..
Idham Malik..
0 komentar:
Posting Komentar