Matahari merangkak pelan, tergantung sepenggala dari cakrawala. Saat itu, waktu menunjukkan pukul 09.00 pagi. Pada tenda biru yang bertengger di samping kanan gerbang losari, berlangsung semarak acara pembukaan lomba lintas pesisir yang digelar oleh Himpunan Manajemen Sumberdaya Perairan (HMP MSP), Jurusan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Sabtu (9/06).
Sebentar lagi tujuh tim yang beranggotakan pasukan berbusana hitam akan beradu ketangguhan menyusuri Losari ke Desa Tamasaju Galesong Utara. Dalam perjalanan, setiap tim menggandeng misi berat, yaitu mencatat potensi perairan pantai, kondisi alamiah serta sosial masyarakat sekitar pantai.
Setelah dibuka oleh Ir. Abdul Rasyid, Msi, PD III FIKP Unhas, satu persatu tim pesisir yang terdiri dari lima orang ini menjauhi lintasan start. Mereka bermula dengan melintasi jalan raya yang sisi-sisinya kental dengan alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak dan perumahan, yaitu di sekitar Grade Trade Center (GTC) yang merupakan lokasi posko I. Lalu melaju ke ke jembatan Barombong, lokasi posko II. Dari situ penyusuran pantai pertama pun dimulai.
Pertama-tama mereka melewati jalan setapak di sisi sungai Je’ne Berang, tak jauh dari sana tampak tenda-tenda yang dihuni para penikmat pantai. Kebetulan saat itu hari Sabtu, wajar kiranya jika pantai ramai pengunjung. Jadinya, para peserta lomba terhanyut memandangi keasyikan pengunjung yang berendam, berlarian, bermain bola di sekitar pesisir pantai.
Sesampai di posko III, sekitar sungai Barombong, peserta terpaksa berbasah-basah menyebrangi sungai. Ketinggian sungai mencapai batang leher peserta. Melintas lebih dalam, terlihat kapal-kapal nelayan yang berjejer rapi. Ada beberapa yang melaju. Jika mata memandang ke arah laut, nampak jenis alat tangkap set net pada kedalaman dua meter. Terlihat pula budidaya rumput laut yang menjorok ke arah laut dalam. Pada daerah ini terdapat posko IV.
Di belakang deretan kapal, terhampar ikan yang dikeringkan di atas waring-waring hitam. Ini adalah salah satu usaha nelayan di daerah pesisir Galesong Selatan, Kab. Takalar. Menjelang pukul 14.30 wita, nelayan di daerah itu sebagian sudah merapat ke pesisir. Ada yang merangkul ikan, mendorong perahu, ada pula yang sementara membersihkan kapal. Tak lama kemudian, setelah menempuh perjalanan selama enam jam, penulis yang ditemani seorang kru Pesiar, Pers Mahasiswa Perikanan akhirnya sampai di lokasi finish, posko V desa Tamasaju Galesong Utara, tepatnya pada pukul 15.00 wita.
Lelucon menarik dari Lomba Pesisir
Saat semua peserta berkumpul di alun-alun, lokasi peristirahatan peserta, mereka sementara asyik berkelakar tentang pengalaman seru yang didapatkan peserta lomba. Ada sepotong kisah yang tak dapat mereka lupa, yaitu kesan adu lari antar kelompok dalam mencapai finish. Panitia memperkirakan peserta akan tiba ke lokasi final tepat sore hari, ternyata enam dari tujuh tim tiba lebih awal, yaitu pada pukul 12.30 wita. Kalau dihitung rentang waktunya, mereka hanya menempuh perjalanan sekitar tiga jam dengan kecepatan sekitar 6,5 km/jam.
« Awalnya perlombaan teratur, tapi ketika sebuah tim tiba-tiba berlari sprint, tim yang lain jadi terpancing untuk turut berlari, » kata Safril, pemimpin tim dari Budidaya Perairan 04 yang berhasil menyabet juara satu. Kejadian ini mulai berlangsung mulai dari posko II sampai posko V. Antar tim yang satu dengan tim yang lain saling berkejaran dengan jarak yang cukup dekat, sekitar 50 meter. Payahnya, pengejaran dilakukan dengan berkelompok, jika saja ada anggota yang memutuskan berhenti dari permaian kejar-kejaran, spontan tim tersebut akan tertinggal jauh.
Losari Rawan Pencemaran, Pantai Ramai Kotoran
Losari memang indah, tapi sialnya tak luput dari pencemaran. Hal itulah yang kemudian tertanam dibenak para peserta saat melintasi sepanjang jalan losari. Akibat dari pertumbuhan penduduk yang tinggi dan prilaku penduduk yang tidak peduli lingkungan seperti penumpukan sampah yang tidak terkendali, menyebabkan terjadinya sedimentasi di sekitar muara Je’ne Berang. Pengendapan akibat sampah ini menimbulkan pencemaran serta merusak lahan mangrove di sekitar pantai.
Teradapat pula lahan-lahan payau yang dikonversi menjadi tambak. Pemandangan itu memiriskan hati peserta, pasalnya tambak tersebut terbengkalai begitu saja tanpa ada tindak lanjut. Malahan masih ada sisa-sisa bakau bekas tebasan yang bertengger di atas lahan empang. Hal ini dapat merusak ekosistem yang berperan dalam menahan abrasi pantai, menahan unsur hara, habitat beberapa organisme langka, perangkap nyamuk, serta tempat bertelur dan memijah organisme laut.
Bisa jadi, jika ekosistem ini terus tergerus, organisme payau lama kelamaan akan punah, kota dipenuhi nyamuk, dan tanah akan miskin unsur hara yang terkuras saat dialihkan menjadi lahan tambak. Pemandangan lain yang tak asing di hampir setiap wilayah pesisir adalah sampah. Masyarakat seperti sudah menyatu dengan sampah.
Hasil studi menunjukkan bahwa perairan pantai losari mengalami pencemaran dengan tingkatan yang berbeda. Tingkat pencemaran ringan-sedang berasal dari perhotelan dengan indikator pencemar coliform dan colitinja, BOD dan COD. Sedangkan perdagangan seperti warung kaki lima dan pelelangan ikan menyebabkan pencemaran tingkat berat dengan indikator sama dengan pencemaran ringan ditambah TSS.
Alternatif solusi yang mesti dilakukan pemerintah Makassar berupa pembangunan Alat Pengolahan Limba Cair (IPAL) kegiatan permukiman pun mesti menyediakan tempat penampungan limbah. Perhotelan dan rumah sakit baiknya dilakukan pemantauan IPAL oleh pemerintah. Sementara untuk limbah padat dapat dilakukan dengan mendaur ulang. Hal ini harus segera dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dan elemen yang terkait, sebelum hal yang tak diinginkan terjadi dihadapan mata kita dan kita hanya membatin dengan penuh penyesalan.
Idham Malik, Lintas identitas, Akhir Juni, 2007
1 minggu yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar