Aku tak tahu apakah ini angka
atau bukan angka. Ia mengibaratkan sesuatu yang nihil tapi perlu. Ia disesalkan
namun dirindukan. Ia menopang kegelisahan angka-angka yang lain. nol kadang
dilupakan, dikhawatirkan, seperti angka kegagalan ketika kita mendapat hasil
ujian. Saya trauma dengan angka ini. guru dengan semena-mena memberi cap pada
kita. Bahwa kita tak sanggup, kita tak mampu menangkap hal ihwal, kita tak
cukup kuat menampung informasi. Dalam bayangan kita yang ada hanya ruang gelap,
dan kadang disertai bintang-bintang. Hasrat akan kebebasan, keluwesan atau
mungkin gambaran akan ketidaktahuan diganjar dengan angka ini.
Ada yang mengatakan hidup kita
yang sekarang dibangun dari bayangan masa kecil kita. Masa dimana ruang pikiran
dan hati kita dengan bebas diisi dan dicampur. Sebab, bayangan kita akan
sesuatu masih sangat terbatas, pikiran kita mengembara berdasarkan hasil
analisa sederhana, ataukah mimesis dari tampilan media, perkataan orang tua,
atau pun guru. Kita pun terpesona terhadap hal-hal baru, terhadap dunia yang
ditawarkan film kartun, film hero, atau pun film horor. Tidak ada kesusahan,
beban pikiran akan masa depan. Tapi, tampilan itu sebenarnya memberikan
gambaran bahwa dalam hidup ini ada tantangan, ada hadangan, dan kita harus bisa
melewatinya.
2012 ini adalah fase yang cukup
berat. Umurku sebentar lagi 27, angka keramat bagi para penghayat dunia. umur
yang sementara mekar, umur yang gelisah mencari bentuk diri. Umur dimana kita
diperhadapkan pada dunia yang dipenuhi simtom, gejala-gejala neorosis. Saya curiga
bahwa sayalah yang normal sendirian di dunia ini, atau kah saya juga ikut tidak
normal. Karena setelah kita melihat fenomena-fenomena. Ternyata kesucian itu
hanyalah bualan, ia ada di surga.
Tahun ini adalah yang datar. Walau
banyak bunga-bunga di tahun ini. dan bunga yang terindah adalah Dian. Untung dia
hadir mengisi hidupku yang semakin membosankan. Aku tak yakin seperti apa
jadinya aku kelak? Karena batasan antara kebahagiaan dan penderitaan itu kian
kabur. Kita pun diarahkan pada suatu pemenuhan yang bersifat banal, yaitu
pemenuhan nafsu biologis. Nafsu untuk menumpuk.
Saya ingin lari dari dunia ini, tapi
apa daya, mungkin pelarian ku hanya lewat tulisan. Yang juga semakin jarang aku
sapa. Aku ingin menyehatkan jiwaku lewat tulisan. Entah itu baik atau buruk,
entah itu salah atau cocok. Kadang saya menganggap, tulisan itu semacam
keranjang sampah. Ia menampung luka yang tiap saat hadir menghantui kita.
Tapi, kenapa saya semakin ragu
pada tulisan, saya jadi tidak meyakini tulisan sebagai obat. sebab saat ini
menulis pun harus menggunakan pikiran, dimana kita selalu menata pikiran. tulisan
tidak murni lagi. Tidak natural lagi. tulisan pun kadang menipu diri dan tidak
jujur pada diri sendiri. Saya ingin menampilkan sisi lain saya yang saya
sendiri tidak tahu seperti apa? Sisi yang selalu ingin diisi. Seperti angka nol
tadi, yang selalu ingin ditambah menjadi satu, dua, tiga atau seterusnya.
Yah, kali ini tulisan jadi
lompat-lompat, dari nol menjadi angka 2 dan menjadi angka 8, dan seterusnya. Angka
menghendaki tingkatan. Dan tingkatan itu bersifat rasional logik. Dalam hidup
ini apakah sama dengan angka?
Kita bisa memilih. Pada angka mana
kita tuju. Ia hanyalah gambaran yang memudahkan kita menapak. Pada umumnya kita
ingin naik tangga menuju angka tertinggi. Tapi adakah diantara kita yang hendak
turun ke angka paling dasar, yaitu angka nol?
Saya ragu akan hal ini. dari
kecil kita sudah diajarkan bahwa angka nol itu angka yang buruk. Biasa angka
nol digambar besar-besar, memenuhi seluruh kertas ujian kita. Angka ini tidak
menghendaki pilihan, ataukah tidak menghendaki usaha. Kita pun
dibanding-bandingkan, diklasifikasi, bahwa yang mendapat angka ini tak berhak
memperoleh pujian, dianggap tak bisa mengarungi hidup yang mengharuskan nilai 9
atau pun 8.
Tapi, haruskah kita terperangkap
oleh masa kecil? Tidak, kita punya kemampuan untuk keluar dari kenangan masa
silam. Mungkin dengan berani menilai, mengakui bahwa itu masa lalu dan harus
dimaafkan. Kita hidup dimasa sekarang dan untuk masa depan. Masa lalu biarlah
menjadi tangga, atau semacam angka nol untuk menapak di lantai satu dan dua. Masa
kini sudah pada angka berapa/ bulsit akan hal itu. Saya merasa bahwa saat ini
saya masih ada pada angka dasar, dan tidak beranjak. Itu bukan berarti saya
bodoh dan tidak menginginkan perubahan. Entah saya menikmati kondisi saat ini
atau tidak? Saya pun bingung menghadapi soal seperti ini. kita bingung
mendefenisikan sudah sampai dimanakah pemahaman kita akan hidup. Apakah kita
bergerak maju ataukah mundur. Apakah masa kecil itu adalah perak ataukah emas,
bisa jadi itu emas dan sekarang adalah perunggu.
Sudahlah, saya ingin menyudahi
tulisan ini. sebab saya merasa tak ada ujung jika saya melanjutkannya. Atau mungkin
saja Cuma darah yang bisa mengakhiri keraguan seperti ini. entahlah.
Selamat malam.
Senin Malam, 23 Desember 2012
0 komentar:
Posting Komentar