“Saya senang ikut dalam program
pemberantasan TB dari Aisyiyah. Sebab di sini tidak ada diskriminasi agama, dan
kita semua dipandang sama,” Leny, kader beragama Katolik.
Anngela Leany Sapury tak
menyangka dapat terlibat dalam kegiatan sosial yang diadakan organisasi
Aisyiyah. Mulanya ia khawatir, sebab ia berbeda kepercayaan/agama, tapi lama
kelamaan ia justru merasa senang karena dalam program ini tidak ada pembedaan
dan Leny memang senang menolong orang. “Alasan khususnya, sebab adik saya yang
bungsu meninggal gara-gara TB. Waktu itu kita tidak tahu bahwa TB ternyata bisa
disembuhkan, itu memompa semangat saya untuk memberantas TB,” ucap Leny.
Ibu yang kini menginjak umur 44
ini sejak Agustus 2010 ikut nimbrung dalam program pemberantasan tubercolosis
di kelurahannya, yaitu Kelurahan Tamamaung. Awalnya ia diajak ibu Siti Nurbaya
pengurus Aisyiyah untuk terlibat sebagai tokoh agama, dalam hal ini agama katolik. Sebab di wilayah itu cukup
banyak warga beragama katolik dan juga dianggap rentan terhadap penyakit TB.
Sebagai tokoh agama, leny
mengunjungi setiap sekolah di Tamamaung sekali sebulan untuk sosialisasi
tubercolosis sekaligus mencari penderita. Selain itu, ia giat mengunjungi
komunitas-komunitas ibadah katolik di gereja untuk kampanye anti TB. “dalam
menjalankan tugas ini saya selalu didampingi suami, Silvester M. Gour, serta
Ibu A. Hasnah (pengurus Aisyiyah),” ujar Ibu dari empat orang anak ini.
Seiring perjalanan program, Leny
menemukan 4 suspek dan seorang diantaranya penderita TB positif. Prestasi itu
membuatnya ditunjuk untuk menjadi kader pada desember 2010, ia pun mulai fokus
untuk mencari suspek dan mendampingi perawatan penderita TB positif hingga
sembuh. Ibu kelahiran Watampone 21 Desember 1968 ini menjalani tugasnya dengan
serius pada awal 2011. “Waktu itu masyarakat masih curiga dan tertutup,
sehingga kita kesulitan menemukan suspek. Sepanjang tahun itu ia hanya
menemukan seorang penderita TB positif dan 12 supek negatif,” ungkap Leny.
Semangat Leny kembali tumbuh dan
bergelora sepanjang 2012 ini, setelah ia mendengar kisah sukses dari Ibu
Karmila sebagai kader yang menemukan begitu banyak suspek. Pada triwulan
pertama ia menemukan lima suspek dimana terdapat dua penderita postif. Triwulan
kedua Leny lebih banyak lagi, yaitu 35 suspek dengan lima penderita positif. “Pada
triwulan kedua ini cuma tiga penderita yang dapat kita tolong secara penuh,
satu pasien pindah ke Bulukumba, satu lagi meninggal sebelum ada tindakan
(pengobatan),” kata leny, yang saat ini bekerja sebagai petugas lapangan
penanganan TB dari NEHRI.
Triwulan ketiga juga cukup
banyak, yaitu 26 suspek dan terdapat tiga positif serta pada triwulan keempat
ini baru ditemui 16 suspek dan seorang positif TB. “biasa juga suspek saya bagi
pada teman sesama kader. Penderita ini kami rawat di AKBID Muhammadiyah, Balai
Paru Pettarani, dan di Puskesmas Tamamaung. Setiap pasien diberi obat dengan
takaran 3 x 1 satu selama enam bulan,” tambah Leny.
Banyak suka duka yang diperoleh
Leny dalam menjalankan tugasnya sebagai kader. Pernah sesekali ia mendapat
suspek penderita sakit jiwa. Pernah juga ia dicemooh oleh pasien lantaran
dianggap berbohong terhadap pengobatan gratis. Memang penderita positif
mendapatkan perawatan dan pengobatan gratis, tapi itu tidak diperuntukkan bagi
suspek negatif. “Rata-rata suspek adalah masyarakat kelas bawah, jadi biaya
obat suspek negatif yang mengeluh ini mereka biasa kami tanggung sendiri,”
tutur Leny.
Leny juga pernah dikira penculik
anak karena tidak punya tanda pengenal. Sebab hingga sekarang Leny belum
memperoleh tanda pengenal, padahal identitas itu penting untuk meyakinkan
masyarakat. Tapi sekarang itu bukan alasan lagi, sebab Leny sudah dikenal dan
menyatu dengan masyarakat. Kini warga lah yang mendatangi rumah Leny ketika
menemukan gejala-gejala TB. “informasi penanganan TB sudah tersebar dari mulut
ke mulut, jadi sekarang kita tidak setengah mati lagi menjelaskan pada warga,
warga tinggal minta bantuan dan kita pasti akan bantu,” kata Leny, ibu yang
ayahnya berasal dari Ambon dan beribu Toraja ini.
Berita ini Dimuat di Majalah TB Care, Aisyiyah Sulsel.
0 komentar:
Posting Komentar