“Perempuan adalah mahluk yang misterius”, kata
ini santer terdengar di telinga kita, apalagi di kuping para lelaki. Katanya
perempuan itu sulit ditebak keinginannya, awalnya manis, semenit kemudian dapat
menjadi begitu galak. Tapi menurut filsuf wanita asal Prancis, Simone de Beauvoir
(1908 – 1986), predikat misteri itu sengaja dilekatkan pada perempuan, sebab kuasa
selalu bersembunyi dibalik misteri.
Delapan Maret ini perempuan patut berbangga,
sebab gender-nya diperingati seantero jagad sebagai hari Perempuan Sedunia.
Kita pun diajak berefleksi terhadap tantangan yang dihadapi kaum perempuan, seperti
maraknya kasus pelecehan di angkutan umum, pemerkosaan, inses orang tua
terhadap anak, perdagangan anak perempuan, hamil diluar nikah, hingga penyakit
kelamin. Meski begitu, kita pun tak boleh lupa pada peranan besar perempuan
terhadap kehidupan keluarga dan penjagaan terhadap lingkungan.
Isu sensitif lain selain perempuan adalah isu
lingkungan. Saat ini kita justru berhadap-hadapan dengan alam, seperti
seringnya bencana banjir, Rob, longsor, dan kekeringan. Alam seakan meluapkan
amarahnya lewat bencana, padahal yang menyebabkan alam goncang dan bergeser tak
lain akibat perbuatan manusia juga.
Ada apa dengan perempuan dan lingkungan ini?
menurut saya, kedua entitas ini memiliki kemiripan watak, sama-sama mengandung harmoni,
pemelihara, feminim, dan lembut. Cenderung bersifat (Yin-filsafat Tiongkok).
Namun, celakanya perempuan dan bumi pada akhirnya sama-sama menjadi korban dari
keserakahan dan keangkuhan ilmu pengetahuan, disimbolkan dengan Yang.
Ini sebanding dengan teori James Lovelock. Ilmuan
Inggris yang lahir pada 1919 ini percaya bahwa bumi itu hidup, mengalami
pengaturan terus-menerus meski terdapat gangguan dari luar. Lovelock menamakan
teorinya dengan Gaia Hypothesis, yang terinspirasi dari nama salah satu
dewi Yunani, yaitu Dewi Bumi/Gaia. Dari rahim Gaia ini lahir alam semesta,
muncullah Uranus sang langit berbintang, disusul Oceanus, Coeus dan Crius, Crius, Titan Hyperion dan Lapetus, Phoebe si
mahakota emas. Gaia mirip dengan Dewi Sri pada mitologi Hindu. Dewi Sri dipercaya mampu mengontrol bahan makanan di muka bumi.
Meski perempuan dan alam terlihat terlihat
sangat berkaitan, perempuan belum punya kebebasan memelihara alam. Perempuan
terperangkap dalam budaya patriarki, budaya yang mengutamakan laki-laki yang
dianggap lebih rasional dan lebih kuat secara fisik. Sehingga laki-laki-lah
yang berperan mengambil kebijakan mengelola alam, yang terkesan egoistik. Tapi
lantaran keserakahannya itu pada akhirya mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Watak serakah ini dapat ditarik akarnya dari filsafat modern Descartes dan kosmologi
Isaac Newton. Descartes membedakan alam manusia dalam res cogitan
dan res extensa. Pikiran terpisah dari tubuh, sehingga pikiran dengan
mudahnya mengeksploitasi tubuh. Juga pandangan analisisnya,
yang selalu
melihat masalah secara sepotong-sepotong. Alam pun hanya
dilihat dari perspektif ekonomi, tanpa mempertimbangkan lingkungan. Kosmologi Isac
Newton memandang alam ini sebagai jam raksasa. Sebuah benda yang dapat diketahui masa depan dan masa lalunya secara pasti. Alam adalah sesuatu
yang mutak dan bebas kita bentuk seenaknya.
Namun kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
keserakahan manusia itu tanpa disadari justru berefek pada keselamatan
perempuan. Misalnya korban dalam penggunaan zat-zat berbahaya yang diproduksi ilmu
pengetahuan dan industri untuk rumah tangga, tak lain adalah perempuan.
Perempuan belum tentu bebas dari bahan pestisida dan bahan beracun lainnya.
Apalagi jika dikaitkan dengan globalisasi, pada
dunia yang sudah dianggap datar ini masih ada saja perempuan yang sengaja dijadikan buruh murah. Mereka dibuat bergantung kepada pemilik
modal yang mengontrol pertanian di kampung mereka, seperti penentuan tanaman,
pemilihan bibit, pengelolaan air (irigasi), pemupukan, pestisida buatan sampai
penentuan harga pada produk mereka. Patut dipikirkan bahwa perubahan cuaca yang
menyebabkan musim kemarau semakin panjang adalah buntut dari keserakahan
manusia.
Sehingga, memperingati hari Perempuan Sedunia
ini patutlah diutarakan bahwa perempuan adalah
aset utama untuk mengembalikan kasadaran lingkungan. Itu bisa dimulai dengan mewujudkan pola konsumsi hijau dalam rumah tangga, pemilahan sampah
menjadi sampah organik dan non organik, pengurangan timbunan sampah dengan
menjadikannya sebagai kompos. Perempuan pun sangat berperan penting menanamkan
kesadaran lingkungan kepada anak sejak usia dini, sebab ibu merupakan media
edukasi pertama bagi anak-anak.
Simone de Beuvoir pun pernah berkata, “Perempuan
sama dengan laki-laki, ia juga rasional dan kritis”.
0 komentar:
Posting Komentar