“Menangkan pikiranmu sebelum memenangkan yang
lain”
Kalimat di atas bukan petuah siapa-siapa,
tapi adalah lontar ngigau seseorang yang selalu dilingkupi kebingungan.
Ungkapan spontan dari akumulasi ragam penyadaran. Kesadaran yang diperluas,
meski esensinya menuju sebuah titik. Fokus bernama pikiran. Pusat yang kemudian
mengoordinasi segala prilaku dan tindakan. Jadi tak salah kalau kita
berkesimpulan bahwa ngigau di atas adalah sebuah kebenaran. Dapat pula disebut
pusat memproduksi kebenaran.
Jika kesadaran sudah meluber, tentunya
berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Kebijakan yang mengarah pada pemberdayaan
yang lain. Peningkatan diri, dan selain dirinya. Penemuan titik pemicu ini mesti
melibatkan pengetahuan. Ilmu yang diperoleh dengan membuka mata hati, niat baik
dengan segala keihlasan. Dengan begitu, dunia akan membuka pintunya dan
memberikan resep-resep jitu menuju kesejahteraan. Ini berlaku untuk semua,
menjadi pola universal yang berdasar dari diri yang terdalam bermanivestasi
suara hati, akal, dan yang satu (yang mutlak). Maaf jika pembahasan meluber ke
otoritas tuhan. Karena ia memang sumber segala kebenaran.
Ilmu yang tak disertai kesadaran mendalam
mengenai kesatuan dan unversalitas akan memicu konflik horisontal. Mengalienasi
diri terhadap yang lain. Mendamba kompetisi dan mengejek dependensi. Kesadaran
belum selapang dada, mungkin masih berada ditenggorokan. Sekadar untuk
memuaskan diri terhadap materi dan keduniawian. Kemudian menganggap diri hebat
dan meremehkan yang lain. Padahal kenikmatan tertinggi adalah dengan berbagi
dengan yang lain, bahagia jika kita dapat bermamfaat bagi manusia dan dunia.
Sungguh nikmat jika saja tiap-tiap elemen
saling berbagi, mengisi kekurangan. Tak ada sifat iri dan dengki karena
sama-sama bahagia. Menerapkan keadilan berdasarkan kodrat penciptaan. Sesuai
kesanggupan, sehingga tak ada dilebihkan dan dikurangkan. Mungkin tergantung
dari tingkat pemahaman dan kesadaran. Dunia menjadi kian abstrak, statis
menjadi dinamis, isi berarti pula kosong, satu berarti banyak, hamba sekaligus
memimpin, gelombang dan partikel. Semua menyandang prinsip dualisme,
keberimbangan. Mengarah ke equilibrium. Equilibrium yang tak lain adalah hukum
alam dan kehidupan. Makanya bahasa
absrak jangan dianggap sulit, tapi itu menjadi motivasi untuk memberdayakan
akal. Akal yang brfungsi untuk memaknai realitas kemudian memberdayakan
realitas.
Mengetahui diri
berarti mengetahui dunia. Karena diri tak lain manivestasi dunia. Dunia mini yang prinsip-prinsip
alam berlaku di dalamnya. Memacu pemahaman tentang keberadaan dan fungsi utama
kehadiran. Selain menyembah juga menjadi khalifah. Berpotensi untuk menjadi
spritual sekaligus sukses duniawi. Mengelolah diri juga diartikan mengelola
alam. Dan diri tentunya dikelola oleh akal dan hati kita.
Tulisan lama
yang ditemukan kembali.
0 komentar:
Posting Komentar