Dear Ibu Susi Pudjiastuti,
Saya tidak terlalu mengenal Ibu, saya hanya pernah mendengar
nama ibu sebagai pengusaha perikanan yang sukses, dan pemilik perusahaan jasa
penerbangan Susi Air. Kabar terakhir yang saya dengar, yaitu tentang pesawat
Susi Air yang jatuh di Maluku Tenggara pada sekitar Maret 2014 lalu. Saya
was-was, sebab saya hendak berangkat ke
Maluku Tenggara (Malra) waktu itu. Alhamdulillah, selamat di Malra, saya bahkan
sangat menikmati lima hari di sana, sembari mempelajari budaya masyarakat Kei
dan Tual, serta menambah pengetahuan tentang cara hidup nelayan dan petani
rumput laut di Malra.
Tiba-tiba, sehari sebelum pengumuman Kabinet Kerja, 25
Oktober 2014, Ibu Susi terdengar kuat digadang-gadang sebagai Menteri Kelautan
dan Perikanan. Saya santai saja, karena saya percaya pada cara-cara pemimpin
Jokowi - JK, bahwa beliau akan memilih anggota kabinet yang dapat bekerja
dengan baik, memiliki target yang jelas, tidak terbebani oleh jerat - jerat
politis, profesional dan mengerti persoalan yang dihadapi. Kehadiran Ibu Susi
di kabinet kerja Jokowi - JK bukan hal yang mengagetkan bagi saya. Sebab
cara-cara menilai kinerja seseorang dalam pandang Jokowi bukan dilihat dari
deretan gelar akademik, bukan dilihat dari kemampuan omong dan pesona
penampilan.
Saya pun percaya, seseorang selalu mencari partner yang
sesuai atau cocok dengan karakter dirinya. Saya pun melihat pantulan sinar
Jokowi pada Ibu Susi, dimana Ibu ini tidak terlalu pusing dengan tata krama
umum, dengan hal-hal yang berbau citra, unggah ungguh, artifisial. Yang penting
adalah bagaimana pesawat dapat sampai dengan selamat, bagaimana ikan dan udang
tiba di negara ekspor dengan kualitas baik.
Untuk urusan manajemen, urusan komunikasi, urusan kerja,
saya yakin pada Ibu Susi. Dan hal itu telah dibuktikan dengan mekarnya bisnis
dalam dunia perikanan yang Ibu Susi Kelola, dimana persaingan dalam bisnis
perikanan saya akui luar biasa rumit. Dan hanya sebagian kecil saja pribumi
yang berhasil bertahan di bisnis perikanan. Dalam bisnis tersebut, dibutuhkan
disiplin yang tinggi, kemampuan analisa pasar, kemampuan untuk mempertahankan
kualitas ikan dan menjaga kepercayaan kepada para nelayan dan pembeli.
Saya pun pernah mencoba untuk berbisnis di bidang pengiriman
hasil perikanan, tapi percobaan pertama saya gagal karena kepiting yang saya
kirim untuk pertama kalinya banyak yang mati dalam perjalanan dan berakhir
rugi. Padahal, sebelum-sebelumnya saya sudah bekerja sebagai peneliti
pemeliharaan kepiting sistem indoor di
perusahaan eksportir kepiting di Jakarta. Ternyata bekal sebagai peneliti tidak
menjamin keberhasilan dalam dunia usaha. Dari situ saya tahu, bahwa sekolah
tinggi sebagai sarjana perikanan dan sebagai peneliti sebuah perusahaan tidak
menjamin bahwa orang tersebut akan sukses pula jika mengelola bisnisnya sendiri.
Sebab, dalam bisnis ada jatuh bangun, ada ujicoba-eksperimen, ada resiko besar
di hadapan. Bisnis tidak hanya berurusan dengan rasa ingin tahu yang hendak
dipuaskan.
Di samping itu, Ibu tidak hanya berpaku pada satu bidang
bisnis, tapi merambah hal lain, yaitu transportasi untuk medan-medan sulit. Ibu
melihat itu sebagai peluang, yaitu peluang untuk saling membantu, saling
menutupi, win - win solution. Saya percaya, orang-orang berfikir di luar kotak,
selalu saja menemukan solusi dalam kondisi-kondisi sulit. Orang-orang seperti
inilah yang dibutuhkan untuk mengatasi problem yang sedemikian kompleks.
Ibu Susi pantas memimpin Perikanan dan Kelautan, sebab
problem Perikanan Kelautan bukan hanya tentang perikanan dan kelautannya, tapi
segala hal yang terkait dengan eksploitasi dan konservasi sumberdaya alam
tersebut. Perikanan - kelautan jangan hanya dilihat dengan kacamata ilmu
perikanan dan kelautan, dimana orang-orang yang berurusan dengan kelautan dan
perikanan hanya alumni kelautan dan perikanan saja. Sebab, dalam perikanan dan
kelautan ada ekonomi yang mendorong nelayan menangkap ikan, mendorong pengusaha
mengirim ikan, mendorong industri mengembangkan produk-produk olahan perikanan,
di sana ada hukum yang mencoba untuk menetapkan batas-batas pengelolaan
perikanan, ada tata ruang wilayah atau zonasi, ada hukum laut, ada
undang-undang yang memandu para pengusaha dalam melakukan bisnis yang
memerhatikan aspek sosial dan lingkungan, di sana ada juga tentang
masyarakat-antropologi, bagaimana masyarakat nelayan dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari, bagaimana masyarakat dapat bertahan hidup di laut, bagaimana
konflik penguasaan lahan di pesisir dan laut, serta di sana juga ada masalah
lingkungan, apakah praktek-praktek perikanan dapat menjamin kelangsungan
spesies dan ekosistem? apakah praktek-praktek perikanan tidak menyebabkan
kerusakan lingkungan sekitarnya?
Ikan dan laut harus dilihat dari beragam perspektif, apakah
Ibu Susi mampu mengakomodir dan mencari jalan keluar terhadap
permasalahan-permasalahan tersebut? Apakah Ibu Susi mampu mengangkat derajat
nelayan, seperti cara dia mengangkat dirinya dari keterpurukan-keterpurukan
ekonomi waktu masih belia? Apakah Ibu Susi mampu membantu masyarakat
pulau-pulau kecil, seperti dia membantu jasa transportasi bencana Tsunami Aceh?
Apakah Ibu Susi dapat membenahi kerusakan karang, berkurangnya sumberdaya
perikanan, penebangan mangrove? apakah ekowisata dapat lebih dikembangkan
dengan konsep bisnis dan ekologi? Apakah? Apakah? Apakah?
Untuk itu, marilah kita sama-sama menunggu gebrakan-gebrakan
Kabinet Kerja, termasuk Ibu Susi. Ibu yang saat ini sedang dikeluhkan karena
gayanya yang nyentrik, merokok, tidak pakai bh, dan bertato ini. Lantas, ada
apa dengan rokok, tidak pakai bh dan bertato? Apakah dengan tidak merokok,
memakai bh, bertato dapat memimpin perusahaan maskapai penerbangan, dapat
melakukan kegiatan ekspor impor perikanan yang secara langsung turut membantu
ekonomi nelayan?
Untuk Ibu Susi, saya ucapkan selamat bekerja. Kami
siap mendukung segala kebijakan-kebijakanmu yang berpihak pada perbaikan
masyarakat perikanan dan perbaikan lingkungan perikanan dan laut. Idham Malik,
Pemerhati Perikanan - Kelautan
0 komentar:
Posting Komentar