Bangsa kita lagi tumbuh - tumbuhnya, dengan melalui berbagai rasa sakit. Mengawal perubahan itu, Bangsa kita sedang menempuh jalur ekstrim, perubahan - perubahan kebijakan banyak dilakukan. Kebijakan ekonomi melalui perbaikan infrastruktur, pengalokasian anggaran kepada desa - desa untuk distribusi ekonomi, pemerataan ekonomi pada daerah - daerah pinggir, terjadinya shifting atau peralihan ekonomi, yang lebih inklusif dan tersebar, yang sebelumnya dikuasai oleh korporat - korporat besar. Penangkapan para pejabat yang terbukti korupsi, perbaikan kelembagaan birokrasi, dan revolusi mental birokrasi agar lebih bersifat melayani daripada dilayani.
Dalam perjalanannya, sendi sendi bangsa kita kian diperkokoh pegelaran Asean Games, yang sebelumnya pernah diselenggarakan oleh Soekarno pada 1962. Sebagai tuan rumah yang telah mengorbankan banyak hal, nasionalisme kita serentak menguat. Kita ramai - ramai menonton badminton di stadion dan di tivi tivi. Kita tertekan dan dag dig dug saat finalti sepak bola semalam, antara Indonesia melawan Uni Emirat Arab. Meski tim Indonesia kalah, kita memberi apresiasi atas perjuangan mereka hingga batasnya. Seperti perjuangan Ginting (atlit badminton) yang melewati batas tubuhnya.
Kita bangga, kebesaran bangsa kita tercermin lagi dari prestasi olahraga atlet kita, yang menempati posisi 5 dari 45 negara, dalam urutan peraih medali terbanyak. Tak dapat dipungkiri bahwa olahraga selalu menjadi ajang kuat - kuatan antara negara, nasionalisme dan mental bangsa kita sebenarnya dapat dilihat dari prestasi - prestasi olahraga kita. Prestasi olah raga kita tak mungkin diperoleh hanya dari isapan jempol kan?
Atlit - atlit kita sudah berjuang keras, berlatih setiap hari, meluangkan waktu seoptimal mungkin untuk menguatkan stamina, mental, keahlian khusus untuk menghadapi pegelaran Asean Games. Motto satu emas setiap hari bukan isapan jempol. Atlit - atlit kita sudah membuktikannya.
Bagaimana dengan kondisi bangsa kita saat - saat ini? Di tengah globalisasi yang kian kompleks. Di tengah harapan yang amat besar pada pemerintah? di hadapan rongrongan yang kuat dari oposisi?
Saya berfikir, justru inilah kondisi yang akan membesarkan bangsa kita. Saat ini, masyarakat kita mengalami tekanan ekonomi, yang lebih diakibatkan oleh penyesuaian terhadap struktural ekonomi baru, melalui pemanfaatan teknologi informasi. Di samping akan menyesuaikan dengan konsep ekonomi berkelanjutan.
Bangsa kita saat ini sedang melakukan refleksi terhadap praktek - praktek ekonomi politik sebelumnya. Makanya, serasa begitu sulit. Bangsa kita, melalui pemerintah dan dukungan banyak pihak, sedang melakukan perbaikan infrastruktur fisik, kelembagaan, maupun mental kita. Agar ke depan, kita lebih siap menghadapi persoalan keduniaan dan keglobalan.
Bangsa kita sedang mengalami rasa sakit. Tapi dengan rasa sakit bangsa kita ini, akan menjadikannya lebih bermartabat. Tapi, hal ini mungkin jika kita bertahan pada disiplin. Ketika kita bahu membahu mengawal perubahan ini. Seperti proses latihan atlit kita, yang mengawal perkembangan sehari - hari melalui disiplin. Di mana - mana, perubahan selalu disertai rasa sakit.
Sayangnya, masih banyak unsur - unsur dalam masyarakat kita, yang selalu melihat ke belakang, ingin kembali kepada situasi yang nyaman, dan tak mau menerima rasa sakit. Padahal rasa sakit bangsa ini, yang kita rasakan bersama - sama ini, sebagai bagian dari penyatuan jiwa nasional kita. Sebagaimana bangsa ini hadir dan dipersatukan akibat dari rasa sakit penjajahan Belanda.
Ketika kita sudah melewati rasa sakit nasional ini, semoga ke depan kita menuai hasilnya, dengan merasakan kesejahteraan bersama. Cita - cita social justice terwujud, dimana warga Indonesia memperoleh kemerdekaan dari segala lini, merdeka dari tekanan ekonomi, merdeka dari tirani, dan merdeka untuk menjalankan aktivitasnya tanpa gangguan-gangguan sosial politik.
Saya teringat pidato Sukarno pada 1943, "Tahanlah menderita, tahanlah kesukaran, kebesaran kita, tak dapat kita capai di atas kasur bantalnya ketenangan. Kebesaran kita hanya dapat kita capai dari apinya perjuangan".
0 komentar:
Posting Komentar