semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Hidup dengan Tujuan, Adil dalam Bekerja dan Berfikir (Bagian 2)

Profil pribadi (iseng-iseng)


WWF - Indonesia
Pada Mei 2013, saya direkrut oleh Program Akuakultur WWF-Indonesia. Awalnya agak kaku juga, karena sudah lama tidak bersentuhan dengan wacana akuakultur. Meski begitu, ini adalah kesempatan untuk menimbah pengalaman di lingkungan kerja yang lebih professional dan berskala nasional. Untuk itu, saya mulai percaya diri untuk terjun ke dunia LSM yang lebih professional. Saya dipanggil ke Jakarta untuk adaptasi selama satu bulan. Dalam sebulan kerja, saya belajar tentang sertifikasi ASC Shrimp di Banten dan Pelatihan BMP Budidaya Udang Windu di Aceh. 

Kembali ke Makassar, Saya dituntut untuk melakukan pendataan dan sosialisasi program akuakultur WWF-ID kepada stakeholder – stakeholder kunci di Makassar. Kerja ku hanya berkenalan, memaparkan rencana kerja WWF-ID di Sulsel. Saya mengunjungi kantor institusi – institusi perikanan yang ada di Makassar dan sebagian di kabupaten yang ada di Sulsel. Sambil memaparkan maksud dan tujuan dan rencana kerja WWF-ID, saya juga meminta dokumen – dokumen resmi program kerja institusi – institusi tersebut. Hal – hal tersebut sebagai data sekunder untuk menyusun laporan Studi Dasar (Baseline Study) program akuakultur di Sulsel, sebagai dokumen awal untuk menyusun strategi pendampingan WWF-ID di Sulsel. Selain institusi, saya bersama tim kerja yang terdiri atas junior rutin melakukan kunjungan ke lokasi – lokasi sentra tambak udang, ikan dan rumput laut yang ada di Sulawesi Selatan, untuk memetakan persoalan, metode yang digunakan, kelembagaan, serta kondisi ekonomi dan lingkungan. Data primer dan sekunder tersebut digabungkan untuk memulai analisis persoalan – persoalan dan metode pendampingan terhadap petani budidaya maupun perusahaan budidaya perairan agar menerapkan metoder budidaya ramah lingkungan. Kami juga mengambil data wawancara, observasi dan data skunder di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Maluku. Sehingga terdapat pula dokumen hasil survei akuakultur di Sultra dan Maluku.   

                Observasi tambak untuk penyusunan baseline survei akuakultur Sulsel

Sembari mengambil data dan menambah jaringan dan pengetahuan budidaya perairan di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku. Saya juga dilibatkan dalam kegiatan pengambilan data serta FGD atau eksternal review untuk penyusunan dokumen – dokumen panduan budidaya yang baik. Dalam dua tahun tim akuakultur WWF-ID berhasil mencetak buku panduan atau BMP (Better Management Practice) untuk budidaya Udang Windu, Udang Vannamei, Bandeng, Rumput Laut, Gracilaria, dan Kerang Hijau.

Pendampingan di Pinrang
Setelah enam bulan mengumpulkan data, menambah jaringan dan pengetahuan, akhirnya tibalah masa untuk melakukan pendampingan secara langsung pada kelompok – kelompok pembudidaya di Sulawesi Selatan. Kami memutuskan untuk melakukan pendampingan di Pinrang, sebab pihak – pihak perikanan di Pinrang merespon dengan baik program akuakultur WWF-ID, mulai dari tokoh masyarakat di level lapangan yaitu Ir. Taufik Sabir, penyuluh yang dalam hal ini Abdul Salam Atjo, staf – staf DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan), hingga pimpinan DKP. Selain itu, terdapat mitra – mitra kunci di luar pemerintah, yaitu pihak universitas, yaitu program pendampingan Universitas Muslim Indonesia (UMI) yang dipimpin oleh Prof. Hattah Fattah. Selain itu, telah ada perusahaan yang komitmen untuk membeli udang dengan harga yang baik, serta peduli terhadap lingkungan, yaitu ATINA (Alter Trade Indonesia).

Kami juga terbantu oleh keterlibatan penuh Ir. Taufik untuk mengawal kami dalam pelaksanaan pendampingan petambak udang di Pinrang. Ir. Taufik bahkan menyediakan ruang kecil di belakang rumahnya (rumah kecil) untuk ditinggali fasilitator lokal WWF-ID. Ir. Taufik membantu untuk semua urusan, mulai dari identifikasi petambak dampingan, mendampingi setiap kunjungan lapangan, membantu mensosialisasikan kegiatan - kegiatan WWF-ID di Pinrang, dan yang paling penting adalah menyediakan informasi update mengenai kondisi petambak dan budidaya udang di Pinrang. 

Pendampingan dimulai dari sosialisasi BMP Budidaya Udang Windu di salah satu desa di Kec. Suppa, Pinrang, dengan mengundang sekitar 60 peserta yang berasal dari petambak udang, penyuluh dan staff DKP Pinrang. Setelah sosialisasi, dilanjutkan dengan pelatihan BMP Budidaya Udang Windu, yang lebih bersifat teknis, seperti membahas masalah penyakit udang, bibit, serta lingkungan dan sosial. Petambak yang diundang berasal dari Desa Tasiwalie, Desa Wiringtasi, Desa Lotangsalo (LOWITA Suppa), maupun Desa Lotangsalo dari Kec. Mattirosompe, serta Kelurahan Lanrisang dan Jampue. Sebelum pelatihan, terlebih dahulu dilakukan pendataan Gap Assessment BMP Budidaya Udang pada petambak – petambak yang akan diundang, untuk melihat kesenjangan dari segi teknis, kelembagaan, legalitas, dan sosial, dan lingkungan.

                          Pelatihan BMP Budidaya Udang Windu, di Suppa, Pinrang

Setelah itu, pada 2014, dimulailah pendampingan pada dua kelompok petambak udang windu-vannamei di Kawasan minapolitan Lowita Suppa, yaitu Kelompok Phronima yang terletak di Desa Tasiwali’e dan Kelompok Samaturu’ di Desa Wiringtasi, keduanya berada dalam Kawasan Minapolitan Lowita Suppa. Pendampingan Kelompok Phronima dimulai dengan mendata tambak – tambak yang mengandung atau terdapat phronima di dalamnya yaitu total luas tambak yaitu 143,92 hektar (rata-rata udang windu), sedangkan luas tambak vannamei yaitu 30,44 hektar. Setelahnya dilakukan pendataan metode budidaya serta hasil produksi masing – masing petak tambak petambak yang didampingi. Saat itu, ditetapkan bahwa petambak yang didampingi terdiri atas 25 petambak, 18 petambak dari Kelompok Phronima dan 7 petambak dari Kelompok Samaturu. Dalam pendampingan, WWF-ID merekrut satu orang pendamping untuk tinggal bersama petambak di sana, yaitu Muh. Abdillah Yunus.

Untuk menguatkan pendampingan, dilakukan pula sosialisasi terkait BMP Budidaya Udang kepada para penyuluh perikanan Pinrang, makanya dilakukan pelatihan dengan melibatkan penyuluh, dengan materi – materi yang sesuai dengan kebutuhan penyuluh, yaitu peningkatan kapasitas teknis, metodelogi kerjasama, serta permasalahan pembibitan, selain itu, pengenalan tentang sertifikasi ASC Shrimp. Harapannya, penyuluh bertambah semangat dan mempunyai tools baru dalam pendampingan kepada petambak, dan mengupdate diri terhadap wacana akuakultur yang berkelanjutan.

WWF-ID juga dilibatkan dalam kepengurusan Badan Koordinasi Kawasan Minapolitan Lowita Suppa pada bidang Pengembangan Sumberdaya Manusia, yang dimulai dengan pembahasan pembentukan Badan Koordinasi Minapolitan Lowita pada Mei 2014 dan SK kepengurusan keluar pada September 2014. Atas dasar itulah pada Agustus 2015, WWF-ID memfokuskan program kerja dalam bentuk penguatan kapasitas SDM melalui program Sekolah Tambak Kawasan Minapolitan Lowita Suppa, Pinrang. WWF-ID mendesain kurikulum Sekolah Tambak, dengan jumlah pertemuan yaitu 10 kali pertemuan. Pertemuan pertama yaitu penggalian permasalahan dari petambak dan sosialisasi rencana pertemuan – pertemuan berikutnya, serta input teknis strategi dari pemandu yang didatangkan langsung dari konsultan program Akuakultur WWF-ID dari Jakarta. Tema – tema yang diangkat terkait dengan permasalahan utama yang dihadapi oleh petambak, seperti manajemen pengelolaan Kawasan secara terintegrasi, manajemen kelompok, persoalan legalitas tambak, pencegahan dan pengentasan penyakit udang, limbah dan pestisida berbahaya serta aplikasi pupuk organik, permasalahan benur dan pembibitan udang, permasalahan dalam rehabilitasi ekosistem mangrove. Sejauh ini telah pelaksanaan Sekolah Tambak sudah berlangsung sebanyak 7 kali pertemuan. Sekolah tambak ini disambut dengan hangat oleh para petambak, jumlah partisipan Sekolah Tambak rata – rata 30 – 40 orang pada setiap pertemuan. Pada saat bersamaan, DKP Pinrang juga membuat skema Sekolah Lapang untuk para petambak. Sehingga antara Sekolah Tambak WWF-Indonesia dan Sekolah Lapang DKP Pinrang, saling bersinergi dalam penguatan kapasitas petambak udang Pinrang.

Pelaksanaan Sekolah Tambak ini secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir petambak dan stakeholder perikanan yang ada di Pinrang, untuk mulai memikirkan cara – cara budidaya yang ramah lingkungan. Mungkin dalam praktek mereka masih menerapkan cara – cara lama, tapi dalam pikirannya sudah mulai tertanam cara – cara budidaya yang baik dan ramah lingkungan. Terdapat petambak yang secara langsung merasa terbantu dengan Sekolah Tambak ini dan terang – terangan mengungkapkan bahwa mereka memperoleh pandangan baru dan cara baru untuk penyelesaian persoalan dalam budidaya udang di tambak mereka.

                     Pelaksanaan Sekolah Tambak pertama, 2014.

Sekolah Tambak sendiri terinspirasi dari kegiatan Kelas Literasi yang saya ikuti di Makassar, untuk meningkatkan kapasitas para penulis muda Makassar. Saya melihat konsistensi dalam pemberian materi dapat menghasilkan lompatan pemahaman. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar teori gerak, yaitu kuantitas ke kualitas. Perubahan akan terjadi seiring dengan konsistensi gerakan. Semakin sering kita memberi pengaruh melalui pertemuan dan diskusi, semakin besar kemungkinan terjadi lompatan pemikiran pada peserta didik. Pada dasarnya rangkaian panjang Sekolah Tambak sebagai dasar atau landasan pemenuhan syarat – syarat perubahan pemikiran pada pera petambak, dari cara berfikir eksploitatif ekonomi ke arah ekonomi berkelanjutan.         

Bersamaan dengan itu, WWF-ID pun berupaya untuk menguatkan kelembagaan di tingkat kelompok, dengan melakukan pertemuan ke pertemuan dengan para petambak untuk mendiskusikan visi – misi, struktur, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, program kerja. Sempat pula didiskusikan manajemen keuangan dan kemungkinan untuk pengumpulan dana kelompok melalui iuran – iuran anggota kelompok. Namun, sejauh ini cukup sulit untuk mengajak petambak untuk konsisten dalam pelaksanaan program kerja kelompok, dalam hal ini program kerja bidang budidaya dan bidang pemasaran. Untuk itu, program kerja hanya dilakoni oleh fasilitator lokal WWF-ID, seperti pendataan kondisi tambak dan asistensi teknis, pendampingan dalam pembuatan probiotik RICA, memberikan contoh dalam penerapan budidaya cacing untuk memperoleh pupuk kascing, bersama petambak mengelola tambak ujicoba BMP Budidaya Udang Windu, walaupun berakhir dengan kegagalan panen.

     Ir. Taufik selalu mendampingi kami untuk menjalankan program aquaculture di Pinrang.

Pada pertengahan 2015 hingga saat ini, para petambak udang beralih dari udang windu ke udang vannamei, lantaran hempasan kegagalan panen akibat penyakit udang yang dipicu oleh kualitas air yang menurun dan cuaca buruk (iklim). Sehingga membuat program perbaikan lingkungan guncang, sebab budidaya udang vannamei lebih memicu perubahan lingkungan melalui input limbah organik yang dihasilkan. Tekanan lingkungan, tekanan ekonomi, tekanan pasar, serta rasa frustasi petambak akibat kegagalan panen dan jebakan status penggunaan lahan yang masih berstatus sewa. Para petambak tradisional yang hanya memanfaatkan lahan sewa atau petambak yang statusnya sebagai pekerja masih membutuhkan jaminan akan stabilitas produksi. Sehingga, sangat mudah untuk mengajak mereka untuk beralih komoditas, dari windu ke vannamei.

Makanya, pendataan kembali diarahkan untuk pendataan vannamei, selanjutnya memaksa kami untuk kembali mempelajari udang vannamei lebih baik untuk menghadapi para pembudidaya vannamei yang baru – baru saja mencoba budidaya udang vannamei. Untuk itu, muncul kesepakatan dengan petambak untuk mengawal mereka dalam peningkatan kapasitas budidaya udang vannamei melalui :Kelas Vannamei” Kelompok Phronima. Kelas vannamei ini sudah berlangsung sebanyak 3 kali pertemuan, dengan melibatkan seorang teknisi tambak supraintensif, untuk menjelaskan dasar – dasar budidaya udang vannamei. Untuk menguatkan konten vannamei, kami secara mandiri juga mencoba untuk budidaya udang vannamei secara mandiri untuk mengetahui secara langsung metode budidaya udang vannamei, peluang dan tantangannya. Meski diujung – ujungnya hasil yang kami peroleh tidak seberapa dan sempat membuat tim akuakultur turun semangat.

Selain mendampingi Kelompok Phronima, WWF-ID juga menjajaki hubungan kerjasama dengan perusahaan coldstorage eksportir udang, yaitu PT. Bogatama Marinusa (BOMAR). PT. Bomar berniat untuk terlibat dalam perbaikan budidaya udang melalui program Seafood Savers WWF-ID. WWF-ID bersama PT. Bomar menyusun rencana perbaikan agar produk yang didaftarkan PT. Bomar dapat mengklaim sebagai produk ramah lingkungan melalui skema pasar, melalui skema Sertifikasi Udang Aquaculture Stewardship Council (ASC).

Kegiatan pendampingan dimulai dengan pendataan tambak, pembuatan dokumen dampak tambak terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati, pembuatan dokumen dampak tambak terhadap kehidupan sosial, penyusunan dokumen – dokumen pemeliharaan udang yang baik, pelibatan pihak – pihak pemerhati lingkungan untuk terlibat dalam gerakan lingkungan dalam bentuk konsolidasi dalam penanaman mangrove.

Pendampingan Petani Rumput Laut Gracilaria Takalar

Pendampingan WWF-Indonesia tidak hanya di Pinrang, tapi juga mendampingi petambak rumput laut gracilaria bersama perusahaan rumput laut Celebes Seaweed Group (CSG). Sejak Agustus 2016 WWF – ID melakukan pendataan kondisi tambak yang ditunjuk oleh CSG untuk didampingi. Pada Januari 2017 telah terbentuk kelompok pembudidaya gracilaria yang berangkat dari kesadaran bersama para petani yang sebelumnya telah terkoneksi dengan perusahaan CSG. Bersama 20 orang petambak, terbentuk kelompok yang bernama Kelompok Samaturu’e, dengan visi kelompok yaitu menuju kesejahteraan bersama dan perbaikan lingkungan, misi kelompok yaitu peningkatan kuantitas produksi rumput laut serta kualitas rumput laut. Dirumuskan pula metodelogi untuk menuju peningkatan kuantitas dan kualitas rumput laut tersebut, melalui program kerja kelompok. Ditetapkanlah program kerja dalam dua divisi, yaitu divisi budidaya dan pemasaran. Untuk divisi budidaya terbagi atas tiga program, yaitu pendataan tambak secara rutin, pelatihan teknis budidaya, pertemuan rutin membahas persoalan budidaya, penelitian dan pelaksanaan tambak percontohan gracilaria berdasarkan BMP Budidaya gracilaria yang disusun oleh WWF-Indonesia.

Makanya, sejak terbentuknya Kelompok, secara rutin dilakukan pertemuan, baik dalam rangka pelatihan budidaya maupun pertemuan untuk menggali informasi dan penyamaan persepsi dalam bentuk FGD. Terhitung sudah lima kali pertemuan dalam bentuk pelatihan dilakukan pada Kelompok Samaturu, yaitu Pelatihan BMP Budidaya Gracilaria, Pelatihan Kualitas Air, Sharing informasi budidaya gracilaria bersama dosen – dosen akuakultur Unhas, Pelatihan manajemen usaha dan perencanaan keuangan, Pelatihan Pembibitan dan Penanaman Mangrove. Kami menyebut pelatihan – pelatihan tersebut sebagai “Kelas Samaturu”.  Prinsip dasar Kelas Samaturu’ jiuga mencontoh prinsip Sekolah Tambak, yaitu Kuantitas ke Kualitas.

Dampak dari pelatihan – pelatihan yang difollow up lagi pada saat pertemuan rutin yaitu perubahan pola pikir sebagian petambak. Menurut pengakuan petambak, saat ini sudah ada beberapa yang mulai menerapkan pemeliharaan gracilaria dengan usia panen yang tepat, yaitu 45 – 50 hari. Sebelumnya masih banyak petambak yang hanya memelihara di bawah usia 45 hari, yang tentu kualitas rumput laut belum maksimal. Selain itu, sudah banyak petambak yang menerapkan manajemen pengeringan dengan baik. Pengeringan hingga kadar air tersisa 15%, dengan kondisi bersih atau kadar kotor di bawah 3%.

                      Survei gracilaria di Takalar, 2015

Selain di Takalar, pendampingan rumput laut gracilaria juga dilakukan di Bone, yaitu di Cenrana. Namun, pendampingan di Cenrana belum begitu dalam, baru sebatas pelatihan – pelatihan dan pertemuan – pertemuan untuk pembentukan kelompok. Lantaran kondisi geografis yang sulit, dimana harus melewati jalur sungai serta produksi rumput laut yang rendah pada beberapa bulan selama setahun. Pendampingan di  Bone akan dilanjutkan dengan menyesuaikan sumberdaya manusia yang ada.

Pendampingan dikuatkan dengan adanya tambak percontohan yang didukung oleh WWF-ID dan ACC (Aquaculture Celebes Community). ACC menggadai tambak milik salah satu petambak Kelompok Samaturu untuk jangka waktu 5 tahun. Tambak tersebut kemudian dikelola dengan baik oleh WWF-ID – ACC, dengan melakukan perbaikan pintu air serta perbaikan pematang tambak. Saat ini sudah masuk siklus panen kedua, dengan peningkatan produksi panen hingga 70%. WWF-ID juga melakukan perbaikan pengeringan tambak dengan mendorong pembuatan para – para pada bagian dalam pematang tambak. Penambahan ruang pengeringan melalui para – para sangat membantu untuk peningkatan produksi. Sebab, waktu panen semakin singkat dengan bertambahnya rumput laut yang dapat dikeringkan dalam satu hari, dengan semakin cepatnya waktu panen, akan meningkatkan pula kemampuan tumbuh bibit rumput laut pasca pemanenan. WWF-ID juga mendorong adanya plastik UV, penggunaan plastic UV sangat berguna untuk mempercepat waktu panen lantaran panas dan terperangkap dalam rumah kaca Plastik UV. Selain itu bermanfaat saat musim hujan. Rumput laut yang dikeringkan tidak terancam rusak akibat terguyur air tawar. Tambak ujicoba ini juga memicu lahirnya inovasi berupa alat panen. ACC yang didukung oleh WWF-ID telah membuat prototype alat panen, yang kedepannya dapat dikembangkan sebagai alat panen. Tujuan dari mesin panen rumput laut ini adalah mampu mempercepat proses panen, yang sebelumnya dicapai selama 7 – 10 hari perpetak, menjadi hanya 2 – 3 hari. Selain itu dapat lebih hemat karena berkurangnya biaya untuk membayar pekerja panen.

Tanda tangan pengelolaan tambak gracilaria, ACC - Kelompok Samaturu, Desember 2017

Dalam dua bulan terakhir, WWF-ID konsentrasi untuk melengkapi administrasi anggota kelompok berupa pembuatan Kartu KUSUKA serta TPUPI (Tanda Pencatatan Usaha Pembudidayaan Ikan). Lengkapnya administrasi tersebut merupakan langkah awal agar kedepannya anggota kelompok tidak direpotkan saat mengusulkan proposal bantuan ke pemerintah. Selain itu, kartu KUSUKA juga dapat menjadi ATM (Anjungan Tunai Mandiri) petambak ketika memperoleh bantuan dari pemerintah.

Adanya komitmen untuk perbaikan budidaya, solidaritas bersama dalam membangun kelompok, serta lengkapnya administrasi, menjadi syarat utama pengembangan organisasi dan ekonomi, dari Kelompok Pemula menuju Koperasi Pembudidaya Gracilaria. Petambak sudah memikirkan rencana pembentukan koperasi tersebut. Beruntungnya, sudah terbangun kesadaran dari para petambak untuk mengumpulkan dana bulanan/iuran, meski belum rutin dan optimal.  

Aquaculture Celebes Community (ACC)

Di atas sempat disinggung ACC yang telah mengelola tambak. ACC terdiri atas teman – teman yang sudah lama terlibat dalam kegiatan perbaikan budidaya WWF-Indonesia. ACC memiliki tujuan yang sama dengan WWF-ID, yaitu mendorong praktek – praktek budidaya yang bertanggungjawab dan berkelanjutan, mengawal rehabilitasi mangrove, mengawal terbentuknya Lembaga petambak yang terorganisir dengan baik, mendorong adanya Lembaga ekonomi perikanan yang adil dalam bentuk koperasi bagi para petambak. ACC boleh dikata adalah anak kandung WWF-Indonesia untuk program akuakultur di Sulawesi Selatan.

                Panen pertama tambak gracilaria ACC, di Kel. Takalar Lama, Takalar.

Saat ini ACC membantu WWF-ID dan PT. Bomar untuk menjalankan program rehabilitasi mangrove. ACC berhasil mengorganisir komunitas – komunitas pemuda yang peduli lingkungan untuk terlibat pada kegiatan rehabilitasi mangrove pada Kawasan budidaya udang windu di Kel. Pallameang, Kec. Mattirosompe, Kab. Pinrang dan pesisir Teluk Pare di Desa Tasiwali’e, Kec. Suppa, Kab. Pinrang. Sejauh ini ACC telah membantu WWF-ID dan PT. Bomar untuk menanam mangrove sebanyak 10.000 pohon, dan telah membibit mangrove sebanyak 8000 bibit. ACC bersama WWF-ID dan PT. Bomar akan terus melanjutkan kegiatan penanaman mangrove di Pinrang hingga tertanam 60.000 bibit pohon atau rehabilitasi ekosistem mangrove seluas 30 hektar.

Untuk mendukung rehabilitasi mangrove, ACC mengambil inisiatif untuk mengarahkan komunitas komunitas pecinta lingkungan untuk membentuk gerakan bersama di bawah wadah Garda Mangrove. Saat ini telah dilaunching Garda Mangrove wilayah Pinrang – Pare, dengan melibatkan sekitar 10 komunitas pecinta lingkungan. Harapannya, dengan aktifnya Garda Mangrove bekerja untuk perbaikan lingkungan pesisir di Pinrang – Pare, memberi inspirasi bagi para pecinta lingkungan di daerah lain untuk bergerak bersama dalam wadah jejaring garda mangrove pula. Kemudian ke depan akan lahir jejaring Garda Mangrove Sulsel yang saling berkoordinasi satu sama lain untuk perbaikan lingkungan pesisir.

            Penanaman mangrove bersama ACC dan Garda Mangrove, Juli 2018

Selain belajar untuk mengelola tambak gracilaria di Takalar, ACC juga sedang mengembangkan bisnis perikanan yang berkelanjutan. ACC menghubungkan antara petambak dengan konsumen udang yang peduli lingkungan di Jakarta dan Makassar. ACC telah menjalin kontrak kerjasama dengan Fish n Blues (perusahaan perikanan ramah lingkungan) berbasis di Jakarta, dengan permintaan rutin 50 kilogram udang windu perbulan. Untuk wilayah Makassar, ACC menjual udang kepada masyarakat kelas menengah untuk memperkenalkan kepada mereka udang berkualitas baik dan diperoleh dengan memperhatikan keberlanjutan ekosistem. ACC telah berkomitmen untuk menyisihkan sepuluh persen dari keuntungan penjualan produk perikanan untuk aksi – aksi peduli lingkungan dan mendorong budidaya yang berkelanjutan.

Ke depan, ACC dengan dukungan WWF-ID dapat menjadi organisasi independen, yang akan mengawal perubahan paradigma dan praktek perikanan budidaya, dari yang bersifat eksploitatif menuju praktek perikanan budidaya yang berkelanjutan.

Penutup

Sedari kecil hingga saat ini, kehidupan saya dikelilingi dengan lingkungan yang baik dan bertemu serta akrab dengan orang-orang yang baik. Keadaan sekitar yang mendukung perkembangan emosional dan rasional saya, menjadi alasan utama saya untuk terus bekerja, mempertahankan sifat – sifat baik dalam diri manusia.

Saya sangat bersyukur menerima hidup seperti ini. Rasa syukur ini tidak bisa saya balas. Tindakan – tindakan saya ini mungkin sangatlah sedikit dibanding nikmat kehidupan bahagia yang saya terima selama ini.

Terimakasih




0 komentar:

Hidup dengan Tujuan, Adil dalam Bekerja dan Berfikir (Bagian 2)