semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Refleksi Sepuluh Bulan Menanam Mangrove di Pinrang


Penanaman mangrove WWF-Indonesia bersama PT. Bomar dan melibatkan kru Aquaculture Celebes Community (ACC) sudah dilakukan sejak Desember 2017, lebih jauh lagi sejak Juli 2017. Dalam prosesnya, banyak pelajaran yang dapat dipetik, bukan hanya pelajaran mengenai teknis, tapi juga pelajaran dalam mengelola kehidupan sosial dan manajemen program.

Sejak Juli 2017, kendala teknis sudah tampak. Penanaman mangrove sebanyak 200 buah tidak terencana dengan baik. Bibit diperoleh dari Pangkep dengan kondisi bibit sudah tua, dengan bentuk tinggi dan kurus,  kemungkinan akan sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Bibit ini diurus oleh tim peluncur dari PT. Bomar yang tidak begitu mengerti tentang biologis maupun ekologi tumbuhan mangrove. Saat itu, mangrove masih dianggap sebagai simbol persatuan untuk mengawal perbaikan lingkungan. Tim lebih fokus pada pengorganisasian tamu, agenda diskusi, dan bagaimana mangrove menjadi isu mainstream di Pinrang. Saat itu, tim WWF-ID berhasil mengajak Wakil Gubernur Sulawesi Selatan yang kebetulan berada di Pinrang, serta Bupati Pinrang untuk turut terlibat dalam penanaman mangrove.

Kegiatan penanaman mangrove bersama Bupati Pinrang dan Wakil Gubernur Sulsel

Desember 2017, sebagai langkah awal penanaman dengan perencanaan sedikit matang. Pembelian bibit sebanyak seratus bibit, yang berasal dari Suppa, Pinrang untuk ditanam di saluran air Kawasan budidaya udang Pallameang, Kecamatan Mattirosompe, Pinrang. Bibit sudah cukup baik, tapi, kendala berulang, lokasi penanaman memang area kambing mencari makan. Tak dapat dihindari, kejadian bibit pertama terulang kembali, daun – daun bibit mangrove dilahap kambing.

             Penanaman mangrove sebanyak 100 bibit pada Desember 2017.

Pada Januari 2018, kembali dibentuk tim penanaman mangrove, melibatkan ACC dan tiga mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) Universitas Hasanuddin (Unhas) untuk penanaman kembali di lokasi yang sama dengan antisipasi dengan pembuatan pagar. Ditanam kembali mangrove sebanyak 100 buah. Namun, lagi – lagi kambing menerobos pagar yang terbuat dari jaring hitam. 100 bibit pun kembali menjadi sia – sia.

Pada Februari 2018, diusahakan lagi penanaman mangrove, dengan memesan langsung bibit sebanyak 1000 bibit dari Pangkep dengan antisipasi pembuatan pagar di setiap jalur masuk kambing. Namun, komunikasi tidak ketemu. Pagar dibuat tapi tidak bertahan lama, bibit yang ditanam sebanyak 400 buah di Kawasan tambak kembali menjadi santapan kambing. Kami pun lebih memusingkan kenapa petambak tidak terlibat dalam penanaman mangrove? Untung, sebagian bibit berhasil diungsikan dan ditanam di lokasi tambak yang jauh dari kambing, sehingga sebagian bibit berhasil selamat.

Penanaman 200 bibit mangrove di saluran air kawasan tambak udang, Suppa.

Pada Februari juga, dilakukan penanaman sebanyak 200 bibit di saluran air Suppa, menggunakan bibit lokal, bibit berasal dari pohon mangrove yang ada di teluk Suppa, dikembangkan oleh Zulkarnain (Fasilitator Lokal AIP Udang Pinrang, WWF-ID) bersama tiga mahasiswa PKL MSP Unhas. Bibit yang ditanam di saluran sebagian besar selamat atau tumbuh dengan baik, namun terancam rusak akibat adanya hewan ternak sapi di Kawasan tersebut, yang potensi memakan daun bibit mangrove.

Penanaman mangrove berikutnya yaitu pada Juni 2018, dengan mendatangkan 10.000 bibit dari binaan PPLH Puntondo, Desa Laikang, Kab. Takalar. Bibit tersebut dibagi dua, sekitar 5000 bibit ditanam di Kawasan tambak Pallameang dan 5000 bibit ditempatkan di Desa Tasiwalie, Kec. Suppa. Pada penanaman Juni 2018, berhasil ditanam sekitar 4450 bibit dengan melibatkan petambak daerah sekitar, kelompok – kelompok pemuda pemerhati lingkungan yang diorganisir oleh ACC, serta jajaran penyuluh perikanan dan staff Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pinrang. Penanaman ini pun diikuti oleh 3 manajer perusahaan udang dari Jepang. Penanaman tersebut terbilang sukses, sebab berhasil melibatkan sekitar 140 an partisipan/relawan, terdapat sekitar 100 relawan yang berlatar belakang pemuda dan mahasiswa serta sekitar 20 relawan dari tim pramuka salah satu Sekolah Menengah pertama (SMP) di Pinrang.

    Penanaman mangrove oleh relawan mangrove pada Juni, di Suppa, Pinrang.

Meski begitu, penanaman tersebut tidak lepas dari koreksi, saya mencoba untuk mengoreksi keputusan – keputusan yang tak lepas dari tindakan saya. Tidak semua bibit yang ditanam di lokasi yang aman. Sekitar 20 persen bibit ditanam di lokasi yang masih rawan kambing. Walaupun sebenarnya setengah bibit yang mestinya sepenuhnya di Pallameang, sudah diungsikan ke Suppa. Ternyata bibit masih lebih banyak disbanding lokasi yang aman. Jadilah bibit yang terletak agak luar dan dapat dijangkau oleh kambing, sebagai santapan kambing. Kawasan tersebut semestinya dipagari. Namun rantai informasi tidak berjalan lancar, dan masih kurangnya respon tanya jawab, sehingga pengambilan keputusan lambat. Selain itu, belum adanya anggaran pemasangan pagar dari perusahaan.

Pada Juli 2018, dilakukan lagi penanaman mangrove di pesisir Teluk Suppa, khususnya Desa Tasiwalie, Kec. Suppa, Pinrang, yang juga merupakan pesisir kawasan budidaya udang Kelompok Phronima, kelompok yang didampingi oleh WWF-Indonesia. Bibit mangrove yang ditanam sekitar 2800 - 3000 bibit. Saat itu, terjadi disinformasi akut, sehingga lokasi penanaman dilakukan di pesisir Teluk Suppa, sebab, belum ada lokasi lain di sekitar sana yang bisa ditanami mangrove. Namun, sayangnya kebijakan untuk menaman di teluk suppa keliru. Kondisi pasang surut di lokasi tersebut tidak memungkinkan mangrove tumbuh dengan baik. Pada kunjungan 15 September 2018 kemarin, hal itu terbukti dengan cukup banyaknya mangrove yang mati. Untuk itu, langkah yang harus segera dilakukan adalah memindahkan mangrove yang telah ditanam tersebut, yang masih selamat, ke lokasi terdekat yang cocok dengan pertumbuhan mangrove.

     Penanaman mangrove di perairan Teluk Suppa, Pinrang. 

Untuk membedah masalah ini, dapat dikoreksi sejak dari penentuan jumlah mangrove yang harus ditanam. Sejauh ini pengambilan keputusan masih berangkat dari asumsi atau perkiraan. Sebelumnya sudah ad peta mangrove yang bisa ditanam, yaitu sebanyak 33.000 untuk Kawasan seluas 60 hektar. Namun, karena kondisi banyaknya hama kambing, maka diperkirakan hanya 10.000 bibit yang dapat ditanam di lokasi saluran air dekat dengan tambak Pak Sultan. Ternyata, pada minus 3 hari sebelum penanaman, saya memantau lokasi, ternyata tidak semua dapat ditanam di lokasi tersebut. Maka diungsikanlah sebagian, sekitar 5000 pohon ke Suppa. Di Suppa inilah kita kecolongan, tidak sempat memperhitungkan dimana lokasi penanaman mangrove yang tepat.

Ke depan akan dilakukan lagi penanaman mangrove, untuk menutupi kuota penanaman hingga 60.000 bibit. Berarti terbuka kemungkinan – kemungkinan baru, atau peluang – peluang untuk kesalahan yang sama. Untuk itu, mari kita renungkan secara bersama – sama persiapan – persiapan atau perencanaan yang matang, sebelum dilakukan penanaman mangrove. Kejadian – kejadian sebelumnya, menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.

Pelajaran Apakah Itu?

Kita harus mengetahui lebih dalam lagi seluk beluk kehidupan mangrove, baik fisiologis (internal) maupun ekologis (eksternal). Otomatis kita harus mengetahui syarat – syarat hidup mangrove di alam. Kita harus lebih tekun dan lebih kuat belajar lagi. Jika perlu, kita membuat kelas mangrove bersama ekspert di bidang mangrove, untuk mempertajam dan menutupi kekurangan informasi kita tentang mangrove.

Melakukan perencanaan persiapan penanaman mangrove dengan lebih dalam lagi. Sebaiknya, aspek perencanaan ini yang diperkuat. Sehingga, dapat menepis kemungkinan – kemungkinan kegagalan dalam penanaman mangrove. 

Keterbukaan informasi. Semangat diskusi harus kita bangun kembali. Agar ketidakterpenuhan informasi, termasuk informasi kondisi lapangan dapat segera kita atasi atau kita carikan jalan keluarnya. Untuk hal ini, kita harus memaksa diri kita untuk berdiskusi dan menginformasikan segala sesuatu yang berlangsung di lapangan.

Kesediaan untuk bekerjasama dan mengambil inisiatif. Bersikap jujur tentang kondisi yang ada. Masing – masing dari kita harus siap bekerjasama, dengan mengedepankan kepentingan kelompok terlebih dahulu daripada kepentingan pribadi.

Dengan begitu, kita akan bersama-sama mengarungi lautan persoalan dan tantangan, demi akuakultur bertanggungjawab dan ramah lingkungan.





0 komentar:

Refleksi Sepuluh Bulan Menanam Mangrove di Pinrang