Curahan keluh kesah tidak ada habisnya di kota ini... Perasaan terkurung seperti dalam film Alfred Hitchcock, bak berenang dalam lautan eter, cahaya terjebak dan tidak mengikuti gaya yang sebenarnya.. Di kota ini saya belajar untuk memulai dari awal, segala sesuatunya. Mulai dari pelajaran-pelajaran mengenai pertambakan, sebab di sini tambak tradisionalnya cukup khas, para pelaku petambak yang juga berbeda, serta orang-orang yang bergelut dalam pendampingan masyarakat.
Saya hanya dapat membayangkan peperangan-peperangan sebelumnya dalam kotak kaca atau dari balik jendela, melihat dari jauh, tapi tak dapat diunduh kembali. Kemenangan-kemenangan kecil dahulu tidak dapat direka ulang lagi, di sini.. Saya harus mencari format baru, cara baru, strategi baru untuk memberi bantuan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan petambak tradisional di Kab. Berau.
Peristiwa, kejadian, motif-motif para aktor betul-betul baru dan agak sulit ditebak, bagi saya yang terbiasa berfikir apa adanya, dengan sedikit pengamatan mengenai simbol, tanda, dan motif di belakang prilaku dan kejadian-kejadian. Di sini saya belajar kembali untuk mengenali tanda-tanda, prilaku, perubahan-perubahan gerak dan kosa kata dari orang-orang. Di sini saya belajar waspada..
Karena itu, saya bersyukur juga memperoleh situasi seperti ini, insting-insting purbaku terasah kembali, prinsip-prinsip dasar teruji kembali, dan saya diajak kembali memikirkan hal-hal yang bersifat fundamental/mendasar, tentang bagaimana harus mengambil langkah, berfikir dan bersikap. Saya dipaksa untuk membaca kembali hal-hal yang berbau moral dan etika, serta prinsip-prinsip dasar perjuangan sosial. Memaknai kembali seperti apa gerakan-gerakan sosial harus dibangun.
Di sini pula saya belajar membangun konsep dan gerakan yang bersifat dasar, yang kemungkinan mampu menciptakan peluang perubahan yang lebih besar pada nasib masyarakat petambak. Sementara gerakan yang sementara dibangun yaitu berakan tokolan udang windu, dimana kami sudah dapat menjamin sintasan pada tokolan berusia 1 bulan (30 hari) hingga 55 persen. Selain itu, saat ini kami mendorong perbaikan kualitas udang dengan skema "Kualitas ke Kuantitas", perbaikan kualitas udang pasca panen untuk mendorong perbaikan kuantitas udang/produksi udang di tambak melalui skema pendampingan. Menurutku, dua strategi ini jika konsisten dan membuahkan hasil di masyarakat, dapat menjadi faktor penentu untuk perubahan sosial di komunitas petambak tradisional.
Kedua gerakan ini saya perjuangkan bersama teman-teman untuk bisa tetap berkelanjutan dan tidak terjebak pada agenda projek atau sekadar gagasan saja. Sebab, saya melihat, organisasi tempatku bekerja tidak begitu mengapresiasi ide-ides seperti ini, dan capaian-capaian yang telah diperoleh kurang mendapat tanggapan. Bahkan, saya kurang mendapat peluang lagi untuk mengembangkan atau mereplikasi capaian itu.
Makanya, mau tidak mau, kedua strategi itu, harus digeser dan diintroduksi saja ke pihak-pihak yang memiliki keinginan kuat untuk membangun perikanan budidaya Berau. Saat ini pihak yang tertarik dan memiliki wawasan yang cukup untuk menerima ide ini adalah pengelola Ecovillage, Hariadi Hamda, semoga kalaborasi dengan Hariadi Hamda bersama Ilham Yaqin, serta dua teman yaitu Indra dan Ical dapat betul-betul membangun Berau melalui dua skenario ini, melalui jalan panjang berliku dengan berpuluh-puluh evaluasi dan revisi.
Saat ini pun saya sementara mendalami data-data sosial maupun praktik budidaya udang di Berau di tiga kampung, yaitu Pegat Batumbuk, Suaran dan Tabalar Muara. Saat ini saya sudah mendalami dua kampung, yaitu Batumbuk dan Suaran, dan sedang mencoba untuk mendalami Tabalar Muara. Asyik juga rasanya berlama-lama di depan laptop, melihat satu persatu data petambak, kemudian menarik kesimpulan dari data-data itu dengan kamar legalitas, sosial, dan metode/ilmu pengetahuan, sehingga saya mulai paham kondisi-kondisi yang menyertai para petambak di Batumbuk dan Suaran, seperti status kawasan dan tanggapan mereka terhadap status tersebut, akses mereka yang lemah terhadap kualitas benur yang baik, praktik mereka dalam memberantas hama yang masih terjebak oleh penggunaan pestisida kimiawi (tiodan), kurangnya panduan praktik budidaya yang baik, lantaran belum adanya standar operasional yang baku atau menjadi arah panduan mereka dalam budidaya udang, jebakan modal mereka pada pengumpul sehingga kesulitan dalam pengambilan keputusan, dll.
Dari data dan refleksi ini menjadi bahan saya untuk berkomunikasi dengan parapihak/stakeholder, terdapat daftar isu dan bahkan isu yang lebih spesifik yang harus dibincangkan, sehingga saya tidak hanya menjadi pendengar yang hanya mangut-mangut di hadapan orang yang memiliki otoritas dan kewenangan, justru saya ingin memasukkan poin-poin permasalahan yang kita temukan secara objektif ke dalam daftar perhatian mereka, dan terdapat langkah-langkah bersama atau mendorong mereka untuk membangun strategi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Saya menginginkan mereka membincangkan hal-hal yang bersifat fundamental, sehingga metode yang dibangun sesuai dan tepat sasaran, tidak terjebak oleh persoalan-persoalan pinggiran yang membuat tenaga terkuras dan waktu terbuang tidak menghasilkan apa-apa.
Demikianlah langkah-langkah terbaru saya, setelah dilanggah, disabotase, dikucilkan, saya tidak akan menyerah untuk membangun gerakan.. bibit-bibit baru yang sudah tumbuh dan diinjak tidak akan mati begitu saja.. Ia akan bangkit lagi, membesar dan akan merobohkan bangunan raksasa yang tua dan sudah reyot..
0 komentar:
Posting Komentar