Pada 18 Agustus 2022, sehari setelah perayaan hari kemerdekaan, Pukul 05.00, saya bersama Abzal Bestari menyusuri jalan-jalan berlubang antara Tanjung Redeb dan Tanjung Selor. Kami mengendarai mobil pick up dengan membawa enam box/styrofoam berisi udang windu dan udang bintik. Udang windu ada sekitar 97 kilogram, sedangkan bintik sekitar 120 kilogram. Perjalanan ini dengan tujuan mengirim udang-udang itu ke pabrik pengolahan udang di Kota Tarakan, tepatnya di Perusahaan PT. Mutiara Mina Nusa Aurora (MMA).
Saya kurang bisa tidur dalam mobil pick up, padahal ngantuknya sudah berat. Setiap saya menyandarkan kepala ke belakang, kepala saya langsung menyentuh besi punggung mobil. Untuk menahan tubuh saya dari guncangan, tangan memegang erat pada pegangan, sembari melihat-lihat pemandangan dan ngobrol panjang dengan Ical. Ngobrolnya macam-macam, tentang hambatan-hambatan yang dihadapi di Kab. Berau, adanya orang-orang yang menghambat perkembangan kami, situasi pertemanan yang palsu, dan kepemimpinan yang kropos. Kami singgah makan pagi di perbatasan Berau-Bulungan, mie kari instan dua bungkus pun mengusir angin yang bersarang di perut dan pori-pori tubuhku. Lalu kami lanjut lagi, dan tiba di pelabuhan Tanjung Selor pada 09.30 wita.
Untuk pertama kalinya kami mengirim udang via speed boat. Ical mencoba menanyakan pada pegawai pelabuhan, diperoleh harga 60.000/bok, lumayan mahal juga jika kena-nya 6 bok. Apalagi ke depan akan membawa hingga 10-20 bok. Minimal ada pengalaman dulu membawa 6 bok.
Udang tiba di pelabuhan MMA, boks udang kami diangkut menggunakan pick up, lalu dibawa ke pintu gudang. Beberapa pegawai langsung bekerja, memisahkan udang berdasarkan size kemudian dicuci, lalu ditimbang untuk menentukan size-nya, kemudian ditimbang untuk menghitung berat totalnya. Sebelumnya kami sudah membagi-bagi udang berdasarkan ukurannya/size-nya. Ada ukuran 60 ekor/kg, 50 ekor/kg, 40 ekor/kg, 30 ekor/kg, dan ada juga 20 ekor/kg. Berarti, teman-teman yang bekerja sebagai tukang size, yaitu Kadir dan Andi Aso betul-betul jago dalam menggolong-golongkan udang. Tidak ada size yang lari. Cuma timbangan totalnya ada susut sedikit, yaitu sekitar 2 kilogram.
Hanya saja, kami keliru pandang mengenai apa yang disebut dengan kualitas udang dengan kepala (Head On), ternyata udang kami tak dapat dimasukkan sebagai kualitas HO, karena pihak pabrik juga akan melakukan pemotongan kepala dan menjadi Head Less (HL). Tapi kami tak berkecil hati, karena pada penjualan ini kami tak rugi-rugi amat. Hanya saja tak ada untung, sehingga tidak ada cover biaya operasional. Minimal kami sudah tahu kualitas apa yang dibutuhkan, dan akan menjadi bahan pelajaran berharga bagi kami untuk pengiriman udang berikutnya.
Kami disambut oleh bagian pembelian udang PT. MMA, yaitu Ibu Cinsia, ia pun memberi harga yang lumayan baik, sehingga kami memperoleh kepercayaan diri untuk terus maju dan tidak menyerah. Sebab, usaha yang sedang dibangun ini hanya butuh waktu untuk memperoleh hasil yang baik, dapat mensejahterahkan orang-orang yang mengusahakannya, serta memberi harga yang baik bagi para petambak.
Sorenya saya dan Ical kembali ke Tanjung Redeb, dengan membawa sinar dari cela, yang memberi harapan untuk masa depan yang cerah.
0 komentar:
Posting Komentar