semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Pengetahuan yang Berguna dan Orang-Orang Pandir di Sekitar Kita

Melihat tema pokok kumpulan tulisan ini, saya merasa agak tersentak. Rasa kantuk dalam menjalani kehidupan modern yang sudah terskemata itu terantuk sebentar. Pengetahuan-pengetahuan berguna? Tema ini sudah sedemikian usang, tapi kok terasa segar. Bayangkan, saat-saat ini, dan saat-saat kemarin, kita tak lagi pernah diceramahi tentang pengetahuan-pengetahuan berguna. Kita lebih sering mendengar, carilah pengetahuan, yang mana pengetahuan itu dapat memberimu makan, pengetahuan itu dapat membuat kamu menjadi kaya, dengan menutupi suatu pengetahuan lain, kalau dengan cara-cara itu, berarti kita juga melakukan intrik, kebohongan, penipuan, kepada orang lain, kepada publik. Hal ini menjadi satu perspektif tersendiri, bahwa hidup untuk saat ini dan yang datang, kumpulkan duit sebanyak-banyaknya. Tak peduli cerita-cerita orang, tak peduli karya kamu tak dikenang.



Dalam artian ini, pada dasarnya semua pengetahuan pun menjadi berguna, tapi pertanyaan lebih lanjut, apakah itu hanya berguna bagi diri sendiri dan kroni, ataukah akan berguna bagi sesama dan banyak orang, atau seperti yang sering dibilang oleh Soekarno, dalam pidato Honoris Causanya di bidang teknik di Institut Teknologi Bandung (ITB), “Saudara-saudara, Teknik harus diambil dalam arti yang sempit atau malah luas sekali. Mikrofon ini adalah Teknik. Jangan kira lampu listrik itu saja yang Teknik. Segala alat yang kita adakan untuk membuat hidup kita lebih nyaman adalah Teknik. Bagi kita bangsa Indonesia, tujuan kita sebagai manusia adalah membuat hidup kita lebih nyaman dari sekarang ini dengan cara mengadakan satu masyarakat adil dan makmur, satu masyarakat tanpa
exploitation de l’homme par l’homme”. Ya, Bung Karno sudah memberi arah, tujuan dari ilmu itu adalah masyarakat adil dan Makmur. Katanya, bagaimana masyarakat adil dan Makmur itu? Het hoe, kita harus cari sendiri. Revolusi harus kit acari sendiri. Tidak hanya membuka textbook-texbook saja. Tidak ada revolusi yang ready for use.


Saat-saat ini ada pula yang menyitir bahwa pengetahuan yang berguna itu yaitu pengetahuan yang sesuai dengan presedur. Jadi, jika ingin berguna atau kata lain selamat, jalani saja sesuai prosedur. Tidak peduli relevan dengan kondisi lapangan ataukah tidak. Orang-orang begini bertebaran di mana-mana, karena pertama tidak punya kemampuan untuk menyelesaikan persoalan secara kreatif, kedua ada kekhawatiran berlebihan jika tidak sesuai aturan. Pemikiran-pemikiran seperti ini haruslah kita lawan kawan-kawan? Kenapa, karena pengetahuan tidak akan berguna, dan tidak akan berdampak, sebab bertentangan dengan kenyataan. Orang-orang ini juga menjadi terlalu cepat puas. Orang-orang dengan mentalitas cari aman ini akan membawa kita bukan pada persatuan, tapi pada disintegrasi, sebab cukup kental dengan sektarianisme dan primordialisme, mentalitas kelompok-cara berfikir kelompok, akibatnya kehilangan moralitas karena semangat yang diantar adalah semangat menang kalah, penyelesaian bukan secara fair play, tapi dengan keroyokan, kesopanan meredup, dan nilai-nilai moral menjadi lebih pada semangat Machiavellian. Pusat penilaian hanyalah pada apa kata/pendapat bos, bukan pada apa kata/pendapat penerima dampak. Yang benar adalah yang menurut saya, jika mendengar menurut orang-orang lain, ya tutup mata dan telinga saja.


Itulah sebabnya, pengetahuan-pengetahuan berguna memang perlu untuk diangkat-angkat lagi. Agar, kegiatan-kegiatan yang memang tujuannya untuk memberi nilai tambah/manfaat bagi masyarakat, tidak terkorupsi oleh Tindakan-tindakan yang seakan-akan berguna, tapi pada dasarnya tidak berguna, karena sejauh ini selalu dipimpin dan dijalankan oleh orang-orang yang mungkin saja juga tidak berguna, atau dalam bahasa lain adalah kumpulan orang-orang pandir dan bebal.


Coba bayangkan, sebagai contoh nilai proyek sebesar Rp. 1 miliar, tujuannya untuk peningkatan produksi udang atau rumput laut, dikerjakan selama 1 tahun oleh sekitar 5 orang. Tapi karena kekeliruan-kekeliruan, kesalahan-kesalahan berulang, ketidakmampuan untuk analisis dan refleksi, maka gagal-lah proyek itu. Oleh karena tidak dapat menunjukkan dampak yang signifikan, baik bagi dirinya sendiri sebagai pribadi dan kelompok, juga bagi orang-orang lokal yang diharapnya terkena dampak. Atau anggaplah, ada koordinator yang sudah 5 tahun menjalankan program, secara kuantitas banyak sekali, tapi jika kita telusuri satu persatu dampak dari proyeknya, begitu kurang yang memuaskan, terus kita tanya orang-orang yang terkena dampak, juga tidak menunjukkan kepuasan, bahkan lebih menunjukkan komentar negatif. Tapi orang-orang ini mendapat respon yang baik dari organisasinya. Nah, dapatlah kita berfikir, seperti apa kerugian yang kita peroleh dengan berperannya orang-orang pandir dan bebal ini.


Rata-rata orang-orang yang menerapkan pengetahuan yang tidak berguna, dan juga hidupnya tidak berguna itu, akan sangat sulit menerima masukan, koreksi apalagi kritik. Sikapnya selalu menunjukkan sikap bebal, atau keras kepala dengan kadar yang lebih tinggi. Menolak ide-ide baru, menolak sistem dan manajemen yang baik. Menganggap segala tindakan yang bertujuan untuk peningkatan kesadaran dan juga tindakan langsung yang menunjukkan dampak, tapi tidak berasal dari dia sebagai tindakan perlawanan, dan tendensius menyerang pribadinya.


Olehnya itu, sepertinya cukup boleh jika kita menggali dan menggali lebih dalam, ada apa dengan orang-orang sekarang? Apakah mereka yang bekerja di wilayah yang dalam kondisi berkembang-masyarakat berkembang. Barangkali, orang-orang ini kurang asupan literasi, atau jika orang-orang ini adalah lulusan universitas bahkan ada yang bergelar master, pada dasarnya bukanlah sarjana yang berpredikat intelektual, atau sekadar sarjana, bachelor-bachelor saja. Ilmu dan kredensi itu, dipakai betul-betul untuk mencari hidup, dus, belum lagi jika suasana mendukung untuk saling menyelamatkan diri dalam sebuah perantauan. 


Saya mengingat artikel Mangunwijaya pula bahwa dasar penyelamatan sumberdaya manusia kita harus dimulai dari bangku Sekolah Dasar. Boro-boro kita memikirkan proses di ruang kuliah, jika sejak di bangku sekolah memang sudah diformat untuk menjadi penurut, menjadi pasukan yang patuh. Sistem pendidikan kita menciptakan suasana menghafal tanpa pengertian yang memadai. Bahkan, suasana pendidikan mendorong anak didik untuk taat pada komando, sedangkan bertanya dan berfikir kritis adalah tabu. Nah, sudah diperoleh salah satu akarnya, kenapa begitu banyak orang pandir dan bebal di negeri ini, bahkan mereka-mereka itu menempati jabatan-jabatan penting.


Lantas, apa yang harus kita lakukan? Sebaiknya tidak terjebak dengan permainan-permainan picik orang pandir, sebab mereka-mereka ini akan selalu punya cara untuk menjatuhkan orang-orang yang berada pada jalur yang benar. Makanya, kita penting melihat cara-cara Bung Karno dalam mengaktivir semangat bangsa, melalui trilogi yang didengungkannya pada 1923: national geest – national will – national daad/mengaktivir semangat nasional – kemauan nasional – Tindakan nasional. 


Sehingga kita perlu menjalankan saja tugas dan tanggungjawab kita dengan sebaik-baiknya. Perlihatkan pada orang-orang pandir itu, bahwa masih tersisa di muka bumi orang yang teguh pada prinsip, metodelogi, dan akal sehat. Kedua, tidak memberi ruang lebih luas kepada orang pandir untuk menjadi pemimpin/penguasa, sebab, jika pimpinan adalah orang pandir, biasanya bawahannya juga orang-orang pandir juga, atau ia memilih bawahan yang lebih pandir atau jika tidak pandir, minimal adalah tipikal pekerja yang manut-manut. Ketiga, mendorong semangat intelektualitas/geest, untuk mengungkit kemauan/wil untuk merubah sesuatu, lalu harus ada Tindakan/daad yang betul-betul berarti, yang diperoleh dari kalkulasi yang matang, hasil perdebatan yang Panjang, dan melalui metodelogi yang rasional dan terbukti dapat memberi dampak yang seluas-luasnya bertujuan untuk menjadi berguna, dalam artian menuju masyarakat adil dan makmur. Keempat, jika tidak sanggup bertahan, lebih baik menghindarlah/menyingkir dari mereka. Sebab terdapat sebuah ayat mengatakan, “Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri”. Tuhan saja tak dapat mengubah, apalagi kita-kita ini saudara-sadara… Sekian.




Related Posts

0 komentar:

Pengetahuan yang Berguna dan Orang-Orang Pandir di Sekitar Kita