semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Buat Pakan Kepiting bersama Professor, Asyik Juga


Beberapa pekan ini, saya bersama beberapa orang teman yang bisa disebut tim kepiting aktif membuat pakan kepiting. Pakan tersebut akan diuji coba di Maros dan Banjarmasin bulan depan untuk pengembangan kepiting lunak (sofh sell). Ya, yang bertugas untuk mengujicoba pakan itu adalah saya dan seorang teman bernama Yasir. Teman yang betul-betul teman, baik dalam kesenangan maupun kesusahan. Ngomong-ngomong, pakan ini telah kami rancang sejak beberapa bulan lalu, sebagai bola bergulir dari dana Rapid, hasil kolaborasi universitas dan swasta untuk pengembangan penelitian bermutu dan berbasis masyarakat.
Pakan kepiting ini cukup langka, karena setahu saya belum ada perusahaan atau petambak yang aktif memberi pakan kepiting budidaya-nya dengan menggunakan pakan buatan. Mereka biasanya hanya menggunakan ikan rucah. Jadi, boleh dibilang ini adalah proyek besar untuk mengarahkan logika masyarakat agar menggunakan pakan yang berkualitas tinggi dan berbiaya murah.
Kenapa demikian, karena dalam pakan buatan, kita dapat saja mengganti-ganti bahan pokok atau komposisi dengan suatu bahan yang lebih murah. Beda halnya dengan ikan rucah, yang mungkin untuk memperolehnya mesti mengeluarkan kocek besar, belum lagi resiko penurunan kualitas air lantaran sisa-sia pakan yang tak termakan yang justru meningkatkan kadar amoniak.
Meski begitu, pakan buatan ini mesti dikerja dengan telaten, penuh kesabaran untuk mendapatkan hasil optimal. Tiap kali kami membuat pakan, pasti ada saja kendala yang menyibukkan pikiran kami. Tapi, saban kali demikian, kami langsung mentaktisi dan mencari sumber kecolongan. Dengan begitu, kami dapat belajar dari kesalahan dan berupaya untuk tak jatuh pada lubang yang sama. “Kan kita bukan keledai,” kata Prof Yushinta, berkelakar.
Sementara Dr Aslamiah, pakar pakan lab kepiting, dengan serius dan tekun mengutak-atik komposisi pakan untuk mendapatkan formula yang tepat. Ibu yang terbilang manis dan penuh canda ini sangat klop dengan Bu Yushinta. Tiap kali mereka bercakap, kami yang masih muda-muda selalu mendengar dengan seksama. Ada baiknya lah, kalau bukan mendengar informasi penting tentang penelitian atau tentang pikiran mereka yang cemerlang, bisa juga pengalaman-pengalaman pribadi mereka yang menginspirasi meski sedikit konyol. Hehe
Ya, ada pula diantara kami yang suka bereksperimen, ia adalah seangkatan saya dan sudah sarjana sejak dua tahun lalu, namanya Akbar Marzuki. Mengamati perangainya, ia tampaknya mewarisi telaten dan kuriositas Prof Yushinta, mungkin karena ia selalu nyaman dengan apa yang ia kerjakan, seperti tak ada beban pikiran. Ya, yang ada hanya semangat eksperiment, trial and error, meski kadang eror-eror pula.. haha.
Hari-hari kami di Lab Kepiting, yaitu lantai dua Pusat Kegiatan Penelitian cukup mengesankan. Mulai dari memori yang bertambah kapasitasnya dalam hal pakan dan kepiting, juga aroma aneh yang senantiasa melekat di pakaian dan kulit. Celakanya, aroma itu tak mau hilang-hilang baunya, bahkan hingga pulang ke rumah untuk tidur pulas. Meski telah di cuci dengan sunlight hingga tiga kali, di rendam dalam sabun, ataupun sampo. Uhh.. menjengkelkan juga ternyata. Hal lain yang memungkinkan untuk dimaknai adalah ‘waktu’, urutan kolosal yang paten itu terasa relatif, tergantung suasana hati. Jika hati dan pikiran mengatakan bete’ ah, waktu pun melempem lambat, berjalan seperti siput. Tapi, ketika menatap wajah para anggota tim yang cerah, memerah karena tawa, gigi-gigi mereka yang berjejer rapi, waktu itu kembali hilang dan menjadi benda asing yang tak dikenal. Waktu itu basa-basi, ia hanya sekadar penanda untuk membuktikan bahwa kita semakin menua, kian dekat dengan kubur.
Ya, waktu bersama mereka sedikit mirip ketika aku berduaan dengan kekasih, dengan ia yang matanya cemerlang, dengan senyuman yang indah. Melihat wajahnya bagaikan melihat surga, membuat hati menjadi tenang yang sebelumnya gelisah. Gembera setelah sedih. Ia adalah kemenangan dari perjuangan yang panjang. Atau ia adalah sahid, karena memperolehnya butuh keringat dan strategi. Emm. Jangan bicarakan setrategi di momen ini. Hehe.
Pakan, banyak hal yang telah aku ketahui dari proses pembuatan pakan, meski terbilang sangat sedikit. Mulai dari komposisi, formula, bahan, hingga kegunaan-kegunaannya, tapi, terus terang, saya harus mengorek informasi lebih banyak lagi tentang hal ini untuk menjadi lebih sempurna. Ada beberapa pertanyaan, seperti kenapa pakan bisa tenggelam? Setahu saya, karena adanya bahan perekat serta berat pakan yang massa jenisnya lebih berat dari air. Bahan perekat itu akan mengutupi rongga-rongga dalam pellet, di samping bahannya yang lumayan halus karena sudah digiling, jadi daya rekatnya tinggi. Dari informasi yang saya dapat, semakin halus suatu partikel, maka ikatan-ikatan antar partikel itu semakin erat. Meski begitu, ini baru asumsi saja, masih dalam hayal, belum ada konfirmasi dari Doktor ataupun Professor.
Untuk lebih mematangkan lagi keyakinan saya akan pakan, saya harus tahu komposisi kebutuhan nutrisi pada kepiting. Misalnya, persentase protein, lemak, karbohidrat dan vitamin, sehingga pertumbuhan kepiting dapat meningkat dengan asupan nutrisi dari bahan yang mudah dan murah diperoleh. Pertanyaan berikutnya, bagaimana kebutuhan nutrisi kepiting yang sebenarnya? Karena sepengetahuan saya kepiting adalah carnivora atau pemakan daging. Jadi ia tak terlalu membutuhkan karbohidrat, tapi proteinlah yang menjadi raja. Tapi, dalam komposisi pakan yang kami buat, terdapat karbohidrat 30 persen. So, tampaknya, apakah hewan karnivora juga membutuhkan karbohidrat sebegitu banyak? Apa bedanya antara kepiting yang menggunakan pakan segar dengan menggunakan pakan buatan? Serta yang menggunakan karbohidrat 30 persen? Rumit juga ya.
Pertanyaan ini terjawab sehari berikutnya, menurut Ibu Aslamiah, kepiting itu omnivora, atau pemakan segala. Jadi, ia membutuhkan juga karbohidrat, tapi tentunya tetap lebih bagus jika semakin banyak proteinnya. mendengar jawaban itu, batok kepala saya terpincut, inilah akibat dari malas baca buku kepiting. payah ya.
Pertanyaan-pertanyaan yang lain adalah mengenai sifat biologi kepiting, terkhusus ke fisiologinya, kebiasaan hidup, serta ekologinya. Itu yang mesti dilahap. Jika perpaduan luar dan dalam itu dipahami. Pastilah saya dapat menguyah lebih nikmat kerumitan-kerumitan yang lainnya.
Hari ini adalah hari Selasa, 24 Maret 2009, lima bulan lebih telah berlalu, sejak saya mengajukan diri ikut menekuni kepiting pada pertengahan Oktober lalu. Tampaknya, begitu banyak waktu yang terbuang, meski tak juga terlihat sia-sia. Sepertinya untuk menjadi seorang ahli sukar juga, waktu harus dimanfaatkan untuk satu hal saja, dan meminggirkan yang lain. tapi, terus terang, di dunia ini banyak sekali usikan, entah itu novel, bacaan-bacaan bermutu lain, teman-teman yang hendak di ajak ngobrol. Entahlah, karena identifikasi-identifikasi di atas adalah hal yang semu dan tak berdasar. Jadi penghalang terbesar sebenarnya ada dalam pikiran saya saja. Pikiran inilah yang harus dilawan dan dimanajemen. Tanpa menafikan yang lain-lain tadi.
Rabu besok, saya akan buat pakan lagi jika tak ada halangan. Bersua kembali bersama kawan-kawan yang akan kurindukan kelak. Bercanda dengan Ibu Professor Yushinta Fujaya dan Dr Aslamiah, dua Dosen yang senantiasa jadi pujaan dan mungkin akan menjawab segala kegelisahan. Kembali hilang dalam kesunyian menggiling, megepres, atau memotong-motong bulatan pakan yang telah matang. Bersatu dengan aroma menyengat yang membuat bau badan kami jadi seragam. Ah.. pengalaman ini akan jadi kenangan, semoga saja tujuan ke Kalimantan Selatan tercapai, bertemu dengan kepiting-kepiting mungil di sana.. hehe

Lab Fisiologi Hewan Air
24 Maret 2009




0 komentar:

Buat Pakan Kepiting bersama Professor, Asyik Juga