semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Berbagi Gelisah lewat Film dan Sebuah Karton Manila

Catatan International Youth climate forum 2010, Minggu 24 Oktober 2010

Ada sekitar 60 partisipan International Youth climate forum 2010 duduk tersebar di ruang pertemuan lantai dua Balai Perindustrian Makassar siang ini, pukul 13.00 wita, Minggu, (24/10). Pandangan mereka tertuju pada layar proyektor yang sementara memutar film dokumenter tentang dampak pemanasan global. Seperti peluruhan es dan masa depan pulau-pulau, penjelasan secara ilmiah sumber dan efek global warming (GW) yang tersaji kocak lewat film kartun. Beberapa film yang disuguhkan betul-betul menyentuh nurani. Saat itu, fasilitator mengajak para partisipan untuk memikirkan bersama dampak pemanasan global, serta solusi strategis dan praktis untuk menanggulanginya.

Film-film itu berasal dari Organisasi lingkungan dunia, Green Peace. Yang menyatakan bahwa CO2 bumi pada 2050 akan mengalami klimaks dan tentu akan menimbulkan mudharat di muka bumi. Agenda green peace adalah kampanye GW yang disebabkan oleh semangat mengonsumsi yang berlebihan oleh warga dunia. Tentu, agenda ini sejalan dengan semangat para fasilitator dan partisipan yang memaparkan dan menyimpulkan bahwa Komsumsi menghasilkan buangan energi berbahaya dari produk AC, listrik, kulkas dan angkutan bermotor. Buangan Carbon berasal juga dari oksidasi bahan bakar minyak yang belum ramah lingkungan. Selain itu, plastik merupakan salah satu ancaman terbesar abad ini.

“Change our habit, life style,” ungkap Osama, partisipan asal Mesir. Yah, budaya konsumtif ini harus diminimalisir, seperti mengonsumsi makanan dan air secara bijak, tidak menggunakan produk plastik serta melakukan pengolahan sampah atau daur ulang (reuse, recycle, reduce). Pada wilayah energi salah satunya dengan senantiasa menggunakan transportasi publik.

Menariknya, pernyataan itu diabadikan dalam coretan-coretan sederhana di atas beberapa kertas karton manila berwarna yang terlekat rapi di dinding ruang diskusi. Diantaranya; use the electric effisensily, no government, energy saving, use public transfortation, throw the rubbish, stop illegal loging, walk, don’t waste, not smoking, over population and do not use old car. Kalimat-kalimat yang tersebar acak di delapan karton manila yang berbeda warna ini sebenarnya adalah buah hasil Forum Discussion Group (FGD) yang dimulai pagi harinya, pukul 09.00 Wita. Yah, FGD berlangsung sebelum agenda mengomentari film documenter Global Warming.

FGD ini merupakan agenda inti pada hari ini, dimana dibentuk sepuluh kelompok yang masing-masing kelompok berjumlah lima partisipan dan ditemani seorang fasilitator. “Pada forum ini masing-masing kelompok diajukan lima pertanyaan, yaitu what our contribution to Global Warming? The focus issue of GW, tantangan kita akan GW serta contribution GW to influence culture?” ucap Rhea B. Penaflor, salah satu fasilitator dari Filiphina.

“Pada diskusi tadi kami dapat bertukar informasi tentang banyak hal menyangkut solusi menangani dampak global warming,” ujar Vike, mahasiswa utusan Universitas Sriwijaya Palembang. Gadis berjilbab ini cukup terkesan, sebab banyak solusi efektif yang telah diterapkan di luar negeri, tapi belum dikembangkan di Indonesia. Seperti teknologi biofuel yang sudah merebak di Universitas-universitas di Filiphina. Atau seperti di Singapura yang telah begitu ketat mengeluarkan hokum larangan membuang permen karet pada sembarang tempat.

Pada kesempatan berikutnya, pukul 15.00, Sweny (45), seorang aktivis lokal, Makassar keturunan Cina turut mempresentasikan agenda penyelamatan bumi versi gerakan spritualnya. Solusi inti yang ia tawarkan adalah penggunaan enzim yang diperoleh dari hancuran bahan organik seperti sayur-sayuran serta kulit jeruk, untuk menetralisir unsur Metana yang dianggap cukup pengancam pelubangan ozon. Enzim ini dapat berupa ampas yang digunakan untuk mengolah limbah padatan organik serta cairan untuk limbah cair.

Menurut Ricky Thungen (60), teman seperjuangan Sweny, “metana jauh lebih berbahaya dibanding CO2, hitung-hitungannya hingga 32 kali carbondioksida. Soalnya, greenpeace yang dianggap sebagai pemerhati lingkungan hanya menyinggung CO2, dan jarang memikirkan dampak dari penambahan gas Metana”. Sumber utama metana berasal dari limbah kotoran ternak serta banyak terdapat di kedua kutub bumi.
Demikianlah pernak-pernik ide pada sepotong hari ketiga dimana berkumpulnya para aktivis lingkungan sedunia. Semoga saja harapan-harapan para partisipan yang sejak hari pertama ditorehkan pada sebuah kertas manila dapat terwujud hingga mereka meninggalkan kota Daeng ini. “Exciting, make action, I am Reduce my CO2 production, Learn How to conserve our nation” demikian sepotong harapan para peserta..

Idham Malik



0 komentar:

Berbagi Gelisah lewat Film dan Sebuah Karton Manila