semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Ketika Aktivis Lingkungan Muda Berkumpul di Takabonerate


Terik matahari mulai menyengat, angin hangat menghembus para peserta International Youth Climate Forum (IYCF) menjelang siang itu, Selasa, (26/10/10). Setelah berhamburan dari tiga buah bis Unhas, mereka tetirah di samping dinding gedung dekat dermaga Pelabuhan Soekarno-Hatta, sebagian yang lain ke tepi dermaga untuk memandangi laut lalu mengabadikan diri lewat foto bersama. Rencananya, mereka hendak bergabung dalam ekspedisi Takabonerate, sembari menemukan pengalaman baru, mereka akan memberi nuansa advokasi lingkungan masyarakat pulau dalam ekpedisi yang menelan dana miliaran rupiah itu.

Aroma keceriaan pun terpancar pada senyum di bawah kacamata hitam mereka, menyeruak dari baju santai mereka, pada langkah cekatan dalam menenteng koper mereka. Namun, keceriaan itu pelan-pelan melempem, karena menunggu cukup lama untuk berangkat ke Kepulauan Takabonerate, bagian selatan Kab. Selayar. Dengar-dengar, Kapal KRJ Surabaya 591 akan melaju pada sore hari. Hemm.. mereka pun mengatasi waktu dengan berbincang sejadinya, ada pula yang bernyanyi bersama memecah penat.

Tengah hari, peserta yang telah melakukan registrasi dan mendapatkan tanda pengenal naik satu persatu ke atas kapal perang itu lalu menyimpan barang di kamar masing-masing. Peserta dan panitia perempuan di tempatkan di kamar ber-ac, berkasur serta punya akses listrik sementara peserta dan panitia laki-laki menempati ruang terbuka di dek K yang merupakan lantai dasar, tidur di atas tandu tentara berwarna hijau, berdampingan beberapa rombongan pegawai dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulsel serta beberapa anggota kelompok selam universitas. Meski begitu, peserta yang di dek K lebih bisa membangun relasi dari luar kelompoknya, tentu dengan bertukar sapa dengan tetangga tenda.. hehehe…

Kapal masih berdiam diri, meski mesinnya sudah terdengar meraung. Sebenarnya, peserta IYCF ini merupakan salah satu rombongan peserta di antara rombongan lain dari beragam instansi yang bersama-sama mengikuti “takabonerate islands ekspedition 2010” yang disponsori Pemerintah Provinsi Sulsel yang bekerjasama dengan Lantamal Angkatan Laut. Penumpang yang mengikuti ekspedisi itu terdari dari DKP provinsi, Dinas Pariwisata Sulsel, IYCF, aggota klub selam beberapa universitas, Jurusan Kelautan dan Perikanan Unhas serta Birokrat Unhas sendiri, Coremap, angkatan Udara, angkatan darat, dan ada pula dari pihak Bank Indonesia dan Bank Sulsel. Jumlah keseluruhannya ada sekitar 400 orang. Di antara beragam kelompok itu, peserta IYCF pun turut nimbrung memandangi lautan yang tenang, duduk melingkar sembari berbincang, atau menemukan kenalan baru yang tentu asyik diajak ngobrol.

Pukul 15.30, gubernur Sulsel Sharul Yasin Limpo tiba di dermaga, keramaian pun menghampiri tangga kapal. Tak lama kemudian, beliau menyelenggarakan konfrensi pers di ruang tamu kapal perang itu bersama rector Unhas Prof. Dr. Idrus Patturusi, Emir Abeng anggota DPR RI, dan Komandan Chaidar, pemimpin angkatan laut. “Terumbu karang kepulauan takabonerate merupakan terumbu terindah ke tiga di dunia. Jadi, ekspedisi ini mendorong eksplorasi terhadap keanekaragaman hayati alam bawah laut kita. Ekspedisi ini akan menjadi agenda tahunan agar takabonerate menjadi pusat perhatian dunia,” ujar Sharul. Tentu, kehadiran partisipan peduli dampak pemanasan global, memberi nuansa intelektual dalam ekspedisi yang berwarna wisata tersebut.

Kapal mulai meninggalkan dermaga Soekarno-Hatta pada pukul 17.00. Pasilitator mulai mengorganisir peserta IYCF, games ice breaking dilakukan di ruang kosong ujung dek K. Games bertujuan untuk mempererat hubungan dan ajang saling kenal mengenal para peserta. Agenda berikutnya dilanjutkan pada pukul 19.30 sehabis makan malam, yakni whorkshop tentang kampanye, peserta dilatih untuk membuat kampanye. Saat itu tema kampanye adalah echokitchen atau relasi antar aktivitas dapur dengan harmoni lingkungan. “Berkampanye yang baik itu harus berkelanjutan, dapat diatur, punya tolak ukur, masuk akal, dan ada batasan waktunya,” ungkap Didit Haryo (27), fasilitator asal Greenpeace Jakarta. Menurutnya, saat whorkshop peserta terlihat bersemangat untuk menunjukkan aksi nyata untuk lingkungan.

Saat whorkshop dilakukan pembagian kelompok, yakni terdiri atas lima kelompok; kelompok isu, riset, aksi, media dan jaringan/network. Tim pembuat isu bertugas mengumpulkan isu di lokasi yang berkaitan dengan pemanasan global. “Kelompok ini akan menentukan metode yang menarik untuk sosialisasi pemanasan global. Apakah dilakukan dengan cara mengumpulkan warga di tempat lapang atau hanya dengan mendatangi rumah warga satu persatu,” ujar Yeyen (21), anggota tim isu yang berasal dari UIN Bandung.

Tim riset bertugas untuk menggali informasi seputar kondisi warga pulau, mengidentifikasi potensi serta masalah lingkungan. “Berkenaan dengan masalah, kelompok riset membagi tiga kategori; pertama adalah sampah, kami membagi sampah menjadi sampah organik dan nonorganik, kedua adalah air, bagaimana agar air tanah tidak tercemar, lalu ketiga adalah energi, yaitu bagaimana agar para warga menghemat energi,” kata Syifa Fausiah (21), pendamping tim riset. Tim aksi lebih pada pembersihan pantai, tim media membuat media yang bermuatan cinta lingkungan. Sedangkan tim jaringan mensosialisasikan keadaan lingkungan pulau yang hendak di kunjungi, pulau Rajuni ke masyarakat global lewat website internet.
Berkunjung ke Pulau Rajuni

pada pagi benar peserta ekspedisi Takabonerate bangun dari istirahat malamnya. Lagu-lagu prajurit pun mengiringi bersih-bersih pagi, seraya mempersiapkan diri untuk berkunjung ke pulau Rajuni. Begitu halnya dengan partisipan IYCF, mereka telah siap untuk aksi sosialisasi efek pemanasan global, mengaplikasikan kesadaran dan ilmu yang telah diperoleh dari sharing informasi sepanjang konfrensi pemanasan global. Pukul 09.00 kami sudah diberangkatkan ke pulau Rajuni menggunakan perahu jolloro, yang memakan waktu hingga 45 menit.
Terik matahari menyapa kami di pulau yang dirimbuni pohon kelapa itu. Peserta yang telah tiba pun berlindung di bawah atap bale-bale yang telah disediakan. Cukup lama kami menunggu pembukaan, yang akan dibuka oleh wakil gubernur Sulsel, Arifuddin Nu’mang. Capai menunggu, para peserta ekspedisi mulai bergerak ke pusat acara, yaitu di lapangan depan Sekolan Menengah Pertama (SMP) Neg. 2 Takabonerate. Waktu kosong menunggu pembukaan, peserta IYCF memanfaatkan waktu sosialisasi di Sekolah Dasar (SD) Pulau Rajuni. “Di selang waktu itu, kami memperkenalkan isu global warming di sekolah dasar lewat metode games. Mengajarkan mereka mengenai budaya bersih, serta agar mereka dapat membedakan antara sampah organik dan nonorganik. Ekspresi mereka sangat menyenangkan,” ujar Wina, peserta asal Institut Teknologi Bandung (ITB). Berbarengan dengan itu, telah ada yang berkunjung ke rumah warga.

Sekitar jam satu siang, pembukaan pun berlangsung, beberapa delegasi IYCF naik ke atas panggung, diantaranya Husnul (Unhas), Anggito (Yogyakarta), dan Dito. Mereka berorasi tentang pentingnya menjaga lingkungan sekitar dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, menjaga karang dengan tidak melakukan aksi pengeboman. Suara microphone pun berdengung hingga ke luar pulau, karena semangat orator yang kian membuncah. Setelah itu tim terbagi tiga ada yang membersihkan pantai, ada yang ke rumah warga dan ada yang membuat film media kampanye cinta lingkungan.

“Saya mendatangi dua rumah warga, mereka sangat terbuka dengan kami. Ternyata warga lebih aplikatif memanfaatkan bahan alam untuk aktivitas dapur. Mereka menggunakan pasir untuk mencuci piring, padahal kami ingin menganjurkan menggunakan jeruk nipis,” celoteh Yeyen, peserta IYCF. Namun, menurutnya hal itu dilakukan warga lebih karena faktor ekonomi agar lebih menghemat pengeluaran rumah tangga. Setelah mengunjungi rumah warga, Yeyen merasa prihatin lantaran nasib warga yang seakan-akan diisolir. “Di pulau itu tak ada sinyal handphone, sehingga akses informasi mereka terputus. Belum lagi kurangnya pasokan air tawar yang mereka gunakan untuk minum sehari-hari,” ucapnya. Di samping itu, Yeyen menyesalkan penampilan sebagian peserta IYCF, menurutnya terlalu berlebihan, sebaiknya jika ingin berinteraksi dengan masyarakat mesti sesederhana mungkin, agar kita dapat berbaur dengan mereka.

Tim pembersihan pantai yang berjumlah 20 orang dikomandoi oleh Fadil, delegasi dari Universitas Jenderal Sudirman, Yogyakarta, tim ini mengumpulkan sampah-sampah nonroganik sepanjang pantai untuk dimusnahkan atau dibakar. “Sampah di sekitar pantai sangat banyak, kesadaran warga akan pentingnya budaya bersih pantai sepertinya belum muncul,” kata Fadil. Jane (22), peserta asal University of Fhilphine, Filipina mengungkapkan hal yang sama, “untuk pantai seindah itu, sayang kalau terlihat banyak sampah,” ujarnya. Fadil pun menyayangkan waktu yang diberikan sangat minim, sehingga tujuan aksi tidak tercapai. “Kami berencana ke pulau seberang untuk sosialisasi, namun karena tidak ada fasilitas penyeberangan, sehingga kami tidak berangkat ke sana. Padahal warga setempat sudah menunggu kami,” sesalnya.

Sementara tim media dipimpin oleh Stanlay (19) dari School of London, Jakarta. Tugas tim media ini adalah membuat film. Masing-masing dari delegasi negara yang ikut serta membuat ungkapan cinta lingkungan di atas karton manila dengan bahasa negara masing-masing. Lalu mereka berjalan ke arah laut hingga terendam sampai pinggul. Setelah itu mereka mengangkat karton berisi ungkapan itu untuk di tangkap kamera. Jadi, semua peroses itu diabadikan oleh kamera video.

Petang hari, mereka kembali ke kapal perang KRJ Surbaya 591, dimana pada malam harinya mereka istirahat dan sebagian lainnya turut menikmati pesta malam yang dimeriahkan oleh artis ibukota, seperti Nia Paramitha, dan Ika KDI. Tinggal sehari mereka mengapung di perairan itu, dimana seharian berikutnya tak bermuatan apa-apa, cuma sekilas refleksi mengenai kegiatan hari sebelumnya. Malam hari, 29/10, kapal sudah melaju di perjalanan kembali ke Makassar, acara ramah tamah dilangsungkan. Pasilitator, panitia dan peserta pun saling bertukar informasi dan alamat email, karena tak lama lagi mereka berpisah jauh. Suasana haru bercampur ceria pun menyeruak.

Pada malam itu juga peserta menandatangani dokumen komitmen bersama untuk cinta lingkungan, tetap menjaga persahabatan antar negara, tetap menjalin komunikasi antar sesama, tetap setia menyuarakan perlawanan terhadap perusak lingkungan, serta bersahabat dengan lingkungan dengan pola hidup yang sederhana. Point-point itu ditorehkan pada karton manila, tanda tangan itu sebagai pertanda komitmen untuk terus bersatu, membangun jaringan untuk menyelamatkan lingkungan. “bersama kita bisa”… hehehe…

Idham Malik



0 komentar:

Ketika Aktivis Lingkungan Muda Berkumpul di Takabonerate