semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

PSBD Sastra Daerah Menghambat Punahnya Bahasa

Pada Rabu malam, (17/07.08) kala itu, berlangsung semarak pementasan budaya di pinggir Danau Unhas, yang diselenggarakan Jurusan Sastra Daerah Unhas dalam rangkaian Pekan Budaya Nusantara 2008. Tiap universitas pun menampilkan budaya daerahnya masing-masing, misalnya Universitas Gajah Mada (UGM) menampilkan ketoprak Jawa-nya, Universitas Negeri Surabaya menampilkan Wayang Orang-nya, tak ketinggalan Universitas Pattimura dengan Tari Perang-nya. Tentunya, Unhas tak kalah menariknya, mengundang grup seni kondang Makassar yang beraksi lewat bola takraw dalam Pa’raga, Tari Gandrang Bulo, Tari Senduk. Di undang pula para Bissu dari kabupaten Pangkep, para Waria (banci-red) penjaga Pustaka ini melakukan adegan berani, yakni menusukkan ujung belati ke dada dan lehernya tanpa luka sedikitpun.

Melihat itu muncul kebanggaan kepada Sastra Daerah Unhas yang mampu bangkit dari ketertinggalannya beberapa tahun terakhir. Apalagi pada tahun ajaran ini jumlah pasukan sastra daerah melonjak drastis, disinyalir sebesar 500 persen. Yaitu 63 orang, dengan kategori 13 mahasiswa reguler, dan 50 mahasiswa hasil kerjasama Unhas dengan Pemerintah Provinsi Sulsel dengan Pendidikan Sarjana Guru Bahasa Daerah (PSBD). Pada dua indikator itu, salut buat Unhas karena mampu mencarikan jalan keluar terhadap lubang hitam persoalan Sastra Daerah ini.

Padahal sebelumnya Sastra Daerah setengah nafas mempertahankan eksistensi jurusan. Pada tahun 2006 jumlahnya delapan dan sekarang tingga empat mahasiswa, 2007 ada 13 mahasiswa, malah pada 2005 Sastra Daerah hampir kolaps, karena jumlah mahasiswa yang mendaftar ulang dua mahasiswa saja. Pada 2005 itu jumlah keseluruhan mahasiswa dari semua angkatan hanya 41 mahasiswa, sama jumlahnya dengan satu angkatan pada jurusan lain. Mengamati data-data ini ada hal lain yang patut dipikirkan dan pastinya saling berkaitan, yaitu persoalan punahnya bahasa.

Pusat Bahasa Depdiknas memprediksikan, lebih separuh dari 726 bahasa daerah yang ada di seluruh Indonesia terancam punah. Sepuluh diantaranya sudah punah. Dan hanya 13 dari total 726 bahasa daerah itu kelestariannya masih aman untuk lima tahun ke depan. Dari ke 13 bahasa itu termasuk di dalamnya Bugis dan Makassar karena jumlah penuturnya masih lebih dari satu juta orang. Kalau untuk tataran dunia sekitar 50 persen dari 6700 bahasa di dunia mengalami kepunahan dalam satu abad terakhir.

Penurunan penutur pada sebagian besar bahasa ibu di dunia membawa ekses negatif terhadap budaya dan peradaban. Dimana pada bahasa daerah terdapat nilai etika dan kesantunan, serta kearifan-kearifan lokal di dalamnya. Jika bahasa bergeser budaya pun bergeser, wujud jati diri etnis dalam pelayanan publik dan kemanusiaan pun melempem. Pada akhirnya, generasi muda yang sudah gagu berbahasa daerah tak lagi mengenal budaya asalnya, mereka pun secara massal menyerap budaya global atau populer yang ditawarkan media elektronik. Kemudian tergerus dalam jaring-jaring kapitalisme global, tanpa dibarengi kekuatan pondasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Contohnya, menurut pakar telematika, Roy Suryo mengatakan bahwa jumlah penyalahgunaan layanan internet terbesar kedua adalah Indonesia, sementara dalam hal pemanfaatan internet untuk hal beguna ada di tangan Amerika Serikat dan Jepang.

Jurusan Sastra Daerah seyogyanya harus eksis untuk menahan laju intervensi budaya global. Cukup banyak pesan-pesan moral yang terkandung dalam sastra daerah. Semangat sipakatau sipakalebbi (saling menghargai) harus dilestarikan, begitu pula dengan Siri na pacce (budaya malu). Tentunya itu tak kalah bernilai dari budaya asing.

Tajuk Akhir September, Pk. Identitas 2008



0 komentar:

PSBD Sastra Daerah Menghambat Punahnya Bahasa