Membaca tema tentang darah merupakan sebuah kerinduan, deru semangat yang lahir dari kenekatan mendekati ilmu ‘dalam’, yang mulanya berasal dari ketidaktahuan apa-apa. Bayang akan obyek yang begitu kasar dan tak berlogika. Ya, dua tahun silam itu, saya masih menikmati kesibukan di lab. Fisiologi hewan air Universitas Hasanuddin. Waktu itu saya masih bergabung dalam tim asisten fisiologi dan khusus mempelajari darah atau sistem transportasi dalam tubuh. Yang dimulai tahun 2007 sebagai asisten magang, yang hanya dapat menyimpulkan metodenya saja, yaitu sedikit bagaimana menidurkan/anastesi ikan dengan metode pendinginan, bagaimana membuat pewarnaan sederhana, serta penghitungan jumlah eritrosit. Dan Tahun 2008 dan 2009 sudah menjadi asisten tetap.
Sesuatu yang ingin saya ceritakan, bahwa ternyata ilmu yang saya peroleh selama tiga tahun itu belum memadai atau belum terlalu berarti, masih banyak rahasia alam tubuh yang belum terungkap. Bagaimana tidak, pengetahuan yang berulang-ulang itu saya perdalam hanya berkisar pada fungsi organ-organ darah, anatominya, dan mekanisme kerja darah dalam tubuh. Kini, setelah dua tahun tak pernah menyentuh tema itu lagi, saya kembali menemukan buku yang didalamnya menceritakan tentang darah. Buku ini saya peroleh di lorong sempit masuk Kampus IPB Bogor pekan kemarin. Buku ini bertajuk “Fisiologi Hewan Air” karya Dr. Ir. Ridwan Affandi dan Dr. Ir. Usman Muhammad Tang, MS dari Universitas Riau. Semoga mereka berkenan untuk membagi sepotong karya ini juga di dunia maya Semoga referensi baru ini dapat melengkapi pemahaman kita tentang cairan darah pada organisme perairan, dan berguna bagi teman-teman mahasiswa untuk mengeksplorasi ilmu fisiologi tentang sistem transportasi itu. Berikut uraiannya:
Cairan tubuh
Air adalah bagian terbesar dari massa tubuh suatu organisme, meliputi kurang lebih 2/3 dari bobot tubuh dan merupakan zat esensial kedua setelah oksigen bagi kehidupan. Cairan tubuh adalah air dan zat-zat yang larut di dalamnya, terdiri dar dua bagian: 1) cairan intraseluler dan 2) cairan ekstraseluler. Kurang lebih 2/3 cairan tubuh adalah cairan intraseluler atau cairan dalam sel-sel tubuh. Cairan tubuh intraseluller dalam butir-butir darah merah sedikit berlainan dengan sel-sel lainnya, karena dalam sel-sel terdapat ion Na dan Cl dalam jumlah cukup besar. Sebab sel darah merah didominasi oleh hemeglobin.
Cairan ekstraseluler adalah semua cairan yang terdapat di luar sel. Cairan ini selalu bercampur dalam keadaan baik dengan volume sekitar 1/3 dari seluruh cairan tubuh. Cairan ekstraseluller berdasar tempatnya dibagi ; 1) cairan intertial adalah cairan yang terdapat diantara sel-sel, 2) cairan intravasculer yaitu cairan yang terdapat dalam pembuluh-pembuluh, 3) cairan urebro spinal ialah cairan yang terdapat dalam otak dan sum-sum tulang punggung, 4) cairan gastrointestinal merupakan cairan yang terdapat dalam saluran, 5) cairan dalam ruangan-ruangan yang potensi seperti persendian-persendian. Cairan intertial sebagian dalam keadaan bebas, tetapi umumnya terikat oleh zat-zat yang memerlukan air seperti serat-serat kolagen dan polimer asam hyaluronika, meskipun demikian keadaan ini masih dapat ditembus oleh zat-zat lain. Plasma adalah bagian darah yang non seluler, dan cairan ini selalu berhubungan dengan cairan intertial melalui pori-pori kapiler darah. Kira-kira 60% dari darah adalah plasma dan 40% lainnya adalah benda-benda darah.
Perbedaan utama antara cairan ekstraseluler dan cairan intraseluler terletak pada konsentrasi beberapa zat, yang sangat menyolok antara lain Na+ dan Cl- lebih banyak dalam cairan ekstraseluller, sedangkan untuk ion K+, Mg+ dan zat-zat organik berada pada intraseluller, walaupun demikian keduanya dalam keadaan setimbang. Komposisi cairan tubuh adalah 2/3 dari tubuh dan 1/3 berupa benda padat. Dari 2/3 itu 33-61% berupa cairan intraseluler, 2,5 – 6 persen dalam bentuk darah (sel darah merah 1 – 2,5% dan plasma darah 2 – 4 %), 22 – 33 % berupa ekstraseluller (Na, Cl dan cairan jaringan).
Darah
Seperti pada hewan bertulang belakang dan berdarah dingin lainnya, salah satu ciri pembeda dari darah ikan adalah inti pada sel darah merah (eritrosit) yang sudah matang. Jenis sel-sel matang lainnya yang biasanya ditemukan dalam periferal darah ikan yang sehat adalah morfologinya mirip seperti sel-sel darah pada manusia (Yasutake dan Wales, 1983).
Ulasan periferal darah dari ikan yang sehat menunjukkan jumlah sel darah merah yang lebih besar dibandingkan sel-sel darah lainnya seperti limfosit, neutrofil (leukosit dengan polimorfonukleat), monosit dan trombosit. Pada ikan salmon yang masih muda hingga umur 3 – 4 bulan, sering didapatkan bentuk berbagai sel yang belum matang (Yasutake dan Wales, 1983).
Tata nama secara seluler yang digunakan dalam hematologi ikan didasarkan pada terminologi hematologi yang digunakan dalam klasifikasi darah manusia. Pada beberapa tahun terakhir ini, para peneliti telah menekankan arti penting faktor-faktor ontogenik dan fungsional. Darah mengalami perubahan yang sangat serius, khususnya apabila terkena infeksi. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan patologi pada darah adalah kadar hematorik, kadar hemoglobin, jumlah sel darah putih dan jumlah sel darah merah. (Lagler et al, 1977).
Eritrosit yang telah habis jangka hidupnya akan pecah, pecahan eritrosit kecil ini menyebabkan hemoglobin menjadi fraksi yang mengandung Fe. Dengan radioisotop Fe dapat dibuktikan bahwa fraksi ini ditimbun di hati dan limfa. Secara berangsur-angsur dikirim ke jaringan meloid untuk pembentukan eritrosit baru, fraksi protein (globin) akan dimanfaatkan untuk pemanfaatan hemoglobin baru dan fraksi pigmen akan diubah menjadi pigmen empedu (bilirubin) yang akan keluar bersama empedu (Dellmann dan Brown, 1989).
Eritrosit yang sudah matang adalah sel berbentuk elips berukurang panjang 13 – 16 mikron dan lebar 7 – 10 mikron. Pada ulasan pewarnaan Leischman-Giemsa, eritrosit ini mempunyai sitoplasma yang homogen. Inti terletak di tengah-tengah, juga berbentuk elips, berwarna merah keunguan dan mempunyai kromatin yang kompak. Polikromatosit (sel darah merah yang belum matang) sering ditemukan, khususnya pada fingerling ikan trout. Sel-sel darah merah yang belum matang ini biasanya kurang elliptikal dan mempunyai sitoplasma berwarna abu-abu kebiruan. Inti sel darah merah yang belum matang tidak sepadat sel darah merah yang sudah matang. Total sel darah merah pada ikan Rainbow trout muda berkisar 0,77 – 1,58 x 106/mm3 (Wedemeyer dan Yasutake dalam Yasutake dan Wales, 1983).
Sel darah putih tidak berwarna. Jumlah sel darah putih tiap-tiap mm3 darah ikan berkisar 20.000 – 150.000 butir. Bentuk sel darah putih lonjong sampai bulat (Lagler et al., 1977). Dengan pewarnaan Wright dan Giemsa terhadap luas darah, limfosit ditandai dengan bentuknya yang bundar dengan sejumlah kecil sitoplasma non granula bewarna cerah dan ungu pucat. Secara umum limfosit menunjukkan heterogenesis yang sangat tinggi dalam morfologi dan fungsinya, karena sifatnya yang mobil dan mempunyai kemampuan berubah bentuk dan ukurannya. Limfosit mampu menerobos jaringan organ tubuh lunak, karena menyediakan zat kebal untuk pertahanan tubuh (Dellman dan Brown, 1989).
Sel darah yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit atau di simpan di dalam sumsum sampai mereka diperlukan di dalam sistem sirkulasi. Dalam keadaan normal granulosit yang bersirkulasi di dalam seluruh aliran darah kira-kira tiga kali dari pada jumlah granulosit yang disimpan dalam sumsum. Sel-sel megakariosit ternyata juga dibentuk di dalam sumsum tulang dan sebagian dari kelompok sel-sel mielogenosa dalam sumsum tulang. Megakariosit ini lalu pecah dalam sumsum tulang, fragmen yang kecil dikenal sebagai platelet atau trombosit yang selanjutnya masuk ke dalam persendiaan darah (Guyton, 1996).
Alasan utama mengapa sel-sel darah putih itu sampai dijumpai dalam darah, biasanya karena sel-sel ini telah diangkut dari sumsum tulang oleh jaringan-jaringan limfoid menuju daerah-daerah tubuh yang membutuhkan sel-sel darah putih tersebut. Jadi diduga bahwa masa beredar sel-sel darah putih di dalam darah mungkin saja sangat singkat. Sel-sel monosit juga mempunyai masa beredar yang singkat di dalam darah sebelum sel-sel ini mengembara melalui membran-membran kapiler untuk masuk ke dalam jaringan-jaringan. Namun, begitu masuk ke dalam jaringan-jaringan, sel-sel ini akan membengkak sampai ukuran menjadi besar sekali untuk menjadi sel-sel makrofag jaringan dan dalam bentuk inilah sel-sel tersebut dapat bertahan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun kecuali dimusnahkan karena melakukan fagositik (Guyton, 1996). Selanjutnya dikatakan bahwa limfosit yang masuk ke dalam sistem sirkulasi secara terus menerus sesuai dengan waktu atau selama pengaliran limfe dan kembali masuk ke dalam darah, begitu seterusnya. Jadi ada sirkulasi yang terus menerus dari limfosit melalui jaringan.
Organ Pembentuk Darah
Pada vertebrata berdarah panas, pembentukan darah terjadi di sumsum tulang belakang, limpa dan tonjolan-tonjolan saluran limfatik. Pada ikan dan amfibi lebih banyak lagi organ-organ yang berperan dalam pembentuk sel-sel darah (hematopoesis).
Pada ikan, darah dibentuk di dalam ginjal, limpa dan juga timus. Pada stadia embrio, saluran darah dapat menghasilkan sel-sel darah, sedangkan ikan dewasa sel-sel darah masih dibentuk di permukaan saluran darah, namun pusat-pusat pembentukan sel-sel darah lebih nampak. Pada Cyclostomata, semua jenis sel darah lebih dibentuk dalam limpa dan terbesar pada submucosa usus alat pencernaan makanan.
Pada ikan berahang, limpa terdapat dengan jelas yang terbagi atas cortex (bagian luar) yang berwarna merah dan medulla (bagian dalam) yang berwarna putih. Cortex membentuk eritrosit dan trombosit, sedangkan medullanya membentuk limphosit dan granulosit. Pada ikan Acipencer, polyodon dan lepidoserin, jantung dikelilingi oleh jaringan dengan struktur sponge berwarna coklat kemerah-merahan. Jaringan ini menghasilkan lymphosit dan granulosit. Dinding esophagus pada ikan selachi, baik bagian atas maupun bagian bawah. Mulai dari bagian bucco-faring hingga bagian kardinal dari lambung terdapat organ lymphoid yang dikenal dengan nama leyding. Organ ini menghasilkan sel-sel darah putih, jika limpa dihilangkan maka organ leyding ini juga dapat menghasilkan sel-sel darah merah. Pada ikan chondricthyes dan dipspiral valve pada usus menghasilkan beberapa bentuk sel-sel darah putih (Lagler et al., 1977).
Ginjal adalah organ yang paling kaya akan jaringan limphoid, trombosit dibentuk di bagian mesonefrik. Selain terdapat pada ginjal, jaringan limphoid juga terdapat pada permukaan gonad jantan dan betina ikan selachi dan dipnoi, katup spiral usus membentuk leukosit. Eritrosit dan granulosit dibentuk di dalam arch-dorsal dari protovertebral hingga notokorda. Selain itu bagian-bagian sel tulang rawan pada kepala dari beberapa jenis ikan cucut (squaliformes) dan chimaera, lepisostus dan amia juga menghasilkan seluruh jenis-jenis sel-sel darah (Lagrel et al., 1977).
Zat Penyusun Darah
Darah ikan tersusun atas cairan plasma dan sel-sel darah yang terdiri atas sel darah merah (eritrosit), darah putih (Leukosit) dan keping darah (trombosit). Volume darah dalam tubuh ikan telestei, heleostei dan chondrostei adalah sekitar 3% dari bobot tubuh, sedangkan ikan condrocthyes memiliki darah sebanyak 6,6% dari berat tubuhnya (Pandall, 1970).
Di dalam plasma darah terkandung garam-garam anorganik (natrium klorida, natrium bikarbonat dan natrium fosfat), protein (dalam bentuk albumin, globulin dan fibrinogen), lemak (lesitin dan kolestrol) serta zat-zat yang lain seperti hormon, vitamin, enzim dan nutrien (Dellman dan Brown, 1989). Plasma merupakan cairan bening yang mengandung bagian dari sel-sel darah, mineral terlarut, hasil serapan dari proses pencernaan, produk sisa dari jaringan, hasil sekresi khusus, enzim, antibodi dan gas-gas terlarut.
Materi yang dibawa oleh darah antara lain ion anorganik seperti Na, Cl, Mg, Ca, dan senyawa seperti hormon, vitamin dan protein plasma. Protein plasma yang terdapat dalam darah ikan antara lain alfa globulin (2 jenis), beta globulin (2 jenis) dan gamma globulin. Selain itu terdapat pula albumin dan transferin. Protein tersebut berperan pada respon kekebalan, bertindak sebagai buffer (penyangga) bila terjadi perubahan pH rendah dan mengatur tekanan osmotik darah (Bond, 1979).
Proses Pembentukan Darah
Sel-sel darah dibentuk dalam jaringan hemopoetik disebut hemopoesis. Proses dimulai sejak pranatal, pada kehidupan embrio yang masih muda, dan dilanjutkan pascanatal dengan pola yang berbeda (Dellman dan Brown, 1989). Menurut Franson (1986) bahwa semua sel darah berasal dari sumber yang sama, yaitu sel-sel batang primordial yang terdapat di dalam sumsum tulang. Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesis dan pembentukan leukosit disebut leukopoiesis.
Dalam hemopoiesis ada beberapa teori yang perlu diketahui yaitu teori monofiletik atau unitarisme dan teori polifiletik. Teori monofiletik menerangkan bahwa sel-sel dengan potensi hemopoietik adalah hemositoblas. Hemositoblast ini akan menumbuhkan eritrosit, granulosit, agranulosit dan trombosit. Hemositoblast dalam jaringan mieloid (sumsum tulang) dan jaringan limpoid, secara morfologis sama tetapi fungsional berbeda. Hemositobalst dalam jaringan mieloid disebut mieloblast, yang menumbuhkan eritrosit, granulosit dan trombosit. Hemositoblast dalam jaringan limfoid disebut limfoblast, yang menumbuhkan granulosit. Teori poifelik, mencakup beberapa aliran antara lain, teori dualis yang berpatokan pada dua macam sel hemopoietik yang morfologis serta fungsional jelas. Mieoblast yang terdapat dalam sumsum tulang dan limfoblast dalam jaringan limfoid, keduanya adalah hemositoblat.
Volume darah pada ikan terdiri dari bagian ekstraceluller yang masuk dalam sistem cardivasculler ditambah dengan volume eritrosit, leukosit, dan platelet dalam darah. Volume darah dari hasil pengukuran volume plasma dan hematocit pada ikan-ikan besar seperti Agnatha mempunyai volume darah yang lebih besar dari ikan-ikan lain. Untuk condrichthyes volume 6,6% dari berat badan sedangkan condrestei, halostei, dan telestei (untuk spesies-species ikan air tawar dan laut) mempunyai volume darah kurang lebih 3% dari berat badan (Randall, 1970). Volume darah dalam jaringan tubuh ikan berbeda untuk setiap jaringan. Seperti yang dikemukakan oleh Stevens (1968) dalam Randall (1970) menemukan bahwa darah tidak sama distribusinya dalam jaringan tubuh dari Rainbow trout.
Demikianlah sepotong informasi tentang darah ini, untuk eksplorasi selanjutnya silahkan anda mencarinya sendiri pada sumber-sumber lainnya.. terimakasih..
Disalin di Cengkareng Timur, 10 Februari 2011
1 minggu yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar