1 minggu yang lalu
Hati-Hati dengan Jakarta!!
Khususnya bagi mereka yang berasal dari daerah-daerah, yang dengan centang perenang terkesima dengan kemegahan, spektakuler, dan sesuatu yang baru. Karena di balik yang tampak baik-baik itu, selalu saja tersembunyi rahasia, yang jika dibuka ujung-ujungnya duit juga. Duit dan duit, mahluk aneh yang mungkin seperti dajjal yang telah lama turun ke bumi ini. Duit ini membuat orang dengan segala macam cara mendesain diri dan keahlian untuk memancing orang lain mengeluarkan duitnya, sadar atau pun tanpa sadar.! Dan Ingat!! Apa pun bisa dijual di sini, bukan saja tenaga, keahlian profesional, atau gelar-gelaran di kampus, tapi juga yang sebenarnya tidak cocok dikomersilkan, seperti aqidah dan agama..!! yang terakhir inilah yang parah. Kebenaran yang diperjualbelikan!!!
Hati-hati dengan kata-kata manis, ungkapan-ungkapan kebenaran yang mungkin keluar bak intan dari mulut manusia berwatak anjing..!! kata-katanya memang sangat perlu disimak, lantaran mengandung mutiara-mutiara kehidupan, untuk mengarungi keganasan kota yang sebenarnya sengaja atau tanpa sengaja juga ditebarkan oleh mereka. Sihir kebutuhan hidup, keinginan untuk memperoleh kenikmatan duniawi selayaknya orang-orang berada membuat para penjual aqidah ini dengan pelan-pelan merasuk, menyelusup masuk ke memori orang-orang yang kelihatan ikhlas mengejar ilmu, pepatah-pepatah kuno, atau sejarah-sejarah silam yang tidak terdapat di kampungnya. Layaknya orang yang baru masuk hutan dan membutuhkan kompas, setelah mendapat orang tua yang tampak punya wibawa, kecerdasan, dan prilaku yang baik. Iya pun menyerahkan dirinya sepenuhnya untuk dibimbing memasuki dunia tanpa arah di kota metropolitan (hutan) ini.
Namun, lagi-lagi sayang, UUD (ujung-ujungnya duit) kembali berlaku, setelah sekian kali berkunjung untuk meminta petuah, wejangan hangat, dan metode untuk bertahan di jakarta, perangkap pun dipasang dengan memancing-mancing di tengah kegamangan kehidupan batin kita. Mulanya dengan meminta barang sedikit untuk membuka pintu rezeki, sekadar untuk ongkos makan dan rokok, sekaligus untuk mengetes mental agar tidak mencintai duit. Pancingan pertama ini masih tampak wajar, karena sekalian berbagi rezeki yang dari Yang Maha Kuasa. Juga lebih karena penghargaan, lantaran beliau telah rela meluangkan malam-malamnya untuk memberi masukan-masukan “berharga”. Mau dibilang berharga boleh dan tidak berharga juga boleh, karena kita juga pendapat sendiri-sendiri dan selalu bertentangan. Pendapat tentang metode dalam menjalankan hidup, penerimaan terhadap yang lain, sikap kritis terhadap penindasan, kritis terhadap mereka yang menghina dan merebut hak kita. Pendapat kita pun seringkali dibungkam dengan cap angkuh, pamer kepintaran (metode yang cukup tepat sasaran), sehingga terpaksa hanya menjadi pendengar yang sebenarnya dalam benak sengkarut marut pikiran yang bertolak belakang. Memang sikap rela juga perlu, untuk menjaga stabilisasi sistem, tapi kalau kita terus-terusan rela, dimana wibawa kita, dimanakah otakmu yang bercokol di belakang matamu itu !! Jati diri harus dipegang kuat-kuat, jangan ikut arus terhadap lingkungan yang picik ini. Lingkungan yang legowo terhadap ketidakadilan, terhadap pensayatan diri mereka sendiri, lantas meremehkan yang lain, yang baru dan menganggapnya kosong.
Dengan kata lain, masih sedikit bisa ikhlas walau yang memberi juga masih membutuhkan duit. Yah.. sedikit masuk akal, karena semakin sering menebar rezki itu pada dasarnya sama dengan menanam modal, dimana tuhan akan menumbuhkan buahnya dan kelak kita tinggal memetiknya. “Tuhan pun menjadi modal..” Jakarta memang tak memandang status, guru atau orang yang dituakan itu pun terkena sihir ‘duit’, dimana-mana harus mengeluarkan ‘duit’.
Setelah itu, masuk ke prangkap kedua, yakni dengan iming-iming pembersihan hati, kotoran harus dikeluarkan agar puasa yang dijalankan dapat betul-betul mendatangkan berkah. Menjalankan puasanya sangat berkhasiat, pertama kita dilatih untuk tetap bertahan kerja walau dalam kondisi perut kosong, dua kita diajar untuk bersabar menghadapi waktu, lebih bisa menjernihkan pikiran untuk menuntaskan permasalahan-permasalahan kerja. Yah.. dengan berpuasa kita dapat belajar menjadi orang bijak!! Apalagi jika hari-hari berpuasa itu disertai zikir-zikir utama, seperti ungkapan syukur, pengakuan akan kekuasaan Yang Maha Tahu. Tambah klop deh.. batin kita betul-betul hidup, detik-detik jantung kita selalu berdialog dengan asma Tuhan.. !! tapi, lagi-lagi sing hati-hati.. sehabis berpuasa ternyata ada ongkos ungkapan rasa syukur.. dimana kita mesti mengeluarkan kotoran dalam tubuh yang sebelumnya menghambat tabir hati kita. Betul juga jika pelepasan pendapatan itu jatuh pada orang yang tepat, seperti pengemis atau memang orang yang betul-betul membutuhkan.. tapi, bagaimana kalau jatuh pada orang yang salah..?
Keberuntungan pemberi petuah itu lantaran beliau memiliki kecerdasan dalam melihat solusi dari setiap permasalahan seseorang. Kemampuan itu ia peroleh sehabis zikir dalam kamarnya, setelah balik, ia pun mengeluarkan beberapa kata kunci untuk dijalankan, lalu dengan serta merta akan terkuak jawabannya. Orang yang tadinya susah akan tidak susah lagi, orang yang tadinya suka memukul istri akhirnya bertaubat, orang yang hendak bercerai akhirnya rukun lagi, orang yang lagi bertikai di tempat kerja akhirnya damai kembali. Betul-betul mujarab..!! itulah yang mempesona, sesuatu yang tak lazim, tidak umum. Namun juga menyimpan rasa was-was dan curiga. Kata orang, itu bisa diperoleh jika telah melalui proses penjernihan hati sekian lama. Hati yang seluas samudera, seperti mata air gunung Galunggung yang tak habis-habis. Hati ini jika dikelola dan dilepas tabir-tabirnya akan memandu diri memahami yang tak terpahami, mengetahui sesuatu yang ruwet, dan memecahkan problem yang rumit.. karena hati yang bersih akan selalu bersentuhan dengan cahaya Tuhan dan cahaya Muhammad. Sehingga ilmunya bersifat langsung, Laduni, alam khabir yang menyisip ke alam shagir (tubuh).. tentang hal ini, betul juga..! tapi, bagaimana kiranya kalau manajemen hati ini dikomersilkan? Atau sengaja ditutup-tutupi dengan agenda zakat, sedekah pembersihan hati?
Tentu, banyak informasi yang bisa diperoleh dari orang-orang seperti ini. Tentang peristiwa-peristiwa magis, tentang telepati, tentang komunikasi dengan penghuni lautan, gunung-gunung, tentang peristiwa alam yang ganjil, tentang tafsir mimpi yang unik dan pada dasarnya masuk akal lantaran semata-mata permainan kata-kata, dan tentang manusia yang mampu membaca masa depan. Dan pada malam-malam sejak pertengahan Maret ini, saya sering mematikan lampu kontrakan dan berkunjung ke pondok beliau itu, sekadar untuk mencari saudara, teman ngobrol, sekaligus mendapat informasi.. awalnya betul-betul betah, karena informasi tentang manajemen diri betul-betul masuk. Katanya itu adalah ilmu ‘Tulisan’, ilmu yang langsung bermanfaat bagi orang banyak..!! ilmu yang dilakoni langsung, tidak sekadar ‘katanya’ atau teori semata.. dalam tataran ini selalu betul, dan masuk akal!! Namun, lagi-lagi, hati-hati, di balik ini Ujung-ujungnya Duit. Setengah bulan bergaul, namun berbuah kekecewaan. Kini saya mulai ragu dengan semua kata-katanya, yang benar dan salah, saya kini berani mengambil sikap, bahwa banyak perangkap dalam kata-katanya.
Untuk melihat perangkapnya, kita harus menjabarkan sedikit metode atau ‘racun’ halusnya dulu, dimana berkali-kali korban ditohok dengan kata-kata, setiap memasuki ruang baru kita harus bodoh lagi, naik jenjang kita bodoh lagi. Betul juga katanya, tapi kita juga punya benak sendiri untuk mengatasi kebodohan itu, dengan modal yang dulu-dulu, entah dari pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, atau dari televisi dan buku-buku. Justru, setiap memasuki ranah perjuangan kita harus berakal, tenang, dan penuh kesiagaan!! Bagi orang yang menggunakan otaknya, memang susah menjadi orang bodoh.. hehee.. Belum lagi dengan adagiumnya, “masalah kalau dipermasalahkan akan jadi masalah”, hahaha.. bulshit,, masalah memang harus dipermasalahkan, diurai, diteliti, ditemukan benang merahnya untuk bisa terpecahkan, terkendalikan. Bukannya kita mau diperbudak oleh masalah, tapi kita ingin menanganinya, mengatasinya, untuk kebaikan hidup itu sendiri. Sehingga dari masalah itu lahirlah pemahaman-pemahaman baru, ilmu-ilmu baru. Pengetahuan hadir lantaran munculnya masalah di masyarakat. Tak mungkin ada teknologi tepat guna kalau tidak dipermasalahkan masyarakat sebelumnya. Tak mungkin lahir ilmu-ilmu kalau tidak dipertanyakan sebelumnya oleh para filsuf-filsuf dan pemerhati-pemerhati keadaan manusia.. Memang titik akhir sudah ditentukan tuhan, tapi bagaimana kita mengatasi keinginan itu, dengan tekad yang kuat, sehingga cita-cita tercapai, tentu dengan kuatnya hasrat, semangat, berpikir dan bekerja rajin. Tuhan Maha Tahu apa yang kita usahakan..
Tentang rezeki, adagiumnya, rezeki itu harus diletakkan di tangan, agar mudah direbut dan dikeluarkan, makanya ada istilah garis tangan. Filosofinya nyambung juga, lantaran memang rezeki itu diatur oleh tuhan lewat Malaikat Israfil-nya, tapi tidak seujub-ujub begitu. Rezeki itu punya asal-usul juga, ada hukum kausalitas di dalamnya. Dimana zaman ini pembagian rezeki sangat ditentukan oleh kecakapan personal dalam menangani sebuah permasalahan. Tentu mereka-mereka yang memiliki kapasitas intelektual, emosi, dan kepemimpinan yang baiklah yang dominan mendapatkan hadiah rezeki itu. Dan rezeki juga menyapa bagi mereka yang tidak pantang menyerah untuk melihat peluang, melihat kebutuhan-kebutuhan masyarakat terkini yang akan dikelolanya menjadi sebuah produk. Nah, tanaman kita, bukan sekadar menanam uang dengan berbuat kebaikan, kebaikan pun harus jelas pada siapa dulu!! Tapi menanam uang dengan belajar dengan baik, bekerja dengan baik, dan berhubungan dengan orang dengan cara yang baik-baik. Begitulah pikiran sederhana saya..
Ingin rasanya kembali membincangkan tema-tema filsafat, yang lebih rasional bersama teman-teman di Makassar.. sebagian kawan saya di sini pada percaya sama yang aneh-aneh, yang melingkar-lingkar, yang katanya bersifat ‘batin’, sehingga saya pun terpaksa ikut arus, membuat saya penasaran untuk menambah khasanah wawasan keilmuan. Namun, sayang lagi-lagi berbenturan dengan rasionalitas saya. Untung, kalau tak menemukan salah, saya tak mungkin mendapatkan cahaya kebenaran. Tapi, kesalahan jangan sampai berlarut-larut, ini pun barangkali sebagai peringatan bahwa kita harus kembali belajar, dan tak henti-hentinya belajar dimana pun kita berada. Ilmu yang sudah kita pegang dulu, tak boleh kita lepas pada waktu dan tempat yang berbeda. Ilmu menjadi pegangan pada batang yang kuat, yang ilmiah dan rasional.. !! mohon ampun pada akalku yang sempat tersirap.. kini aku sangat menginginkan buku-buku filsafat dan agamaku yang tertinggal di rumah..
Jadi di kampung ‘Kayu Besar’ ini, dimana saya seorang diri warga Makassar, dikelilingi oleh orang-orang asing, yang ramah dan tak ramah. Saya tidak sekadar meneliti kepiting, tapi juga meneliti aktivitas kerohanian terselubung ini. Mencoba melihatnya dari dalam, lebih lantaran penasaran!!, karena hal-hal seperti ini tak ada di Makassar.. juga lebih untuk mencari pertemanan, dimana komunitas-komunitas perbincangan sangat lengang di kampung Kayu Besar ini. Dan mulanya saya merasa beruntung mendapatkan komunitas yang satu ini, yang pada akhirnya mengecewakan juga.. hehe.. Orang disini pada memikirkan bagaimana caranya bertahan hidup. Maklum, penghuni kampung ini kebanyakan para buruh migran yang bekerja di pabrik-pabrik. Jadi, kehidupan saya berkecimpung dengan orang-orang kelas menengah dan kebanyakan kelas bawah. Kelas bawah yang wataknya juga banyak yang tak beres. Setan ‘picik’ tidak memandang kelas, kemerdekaan dan kesadarannya pun terhadap kemanusiaan kadang lebih janggal juga dari golongan bawah. Prangkap penyakit hati, iri dan dengki kadang berkubang dalam kelas bawah ini. Mesti diingat kata bang Napi, “waspadalah-waspadalah, kejahatan terjadi bukan karena niat buruk, lebih karena adanya kesempatan!!”, kata ini sangat ampuh untuk membedah kondisi masyarakat Jakarta. Tapi, ada baiknya juga hidup dalam lingkungan begini, karena saya dapat merasakan langsung kerasnya hidup di Jakarta. Meski sebenarnya saya masih mendingan, karena kerja semau saya saja, dan seperti tak ada tekanan. Saya bisa bebas tidur siang di kamar, tanpa ada yang mengganggu. (laboratorium dekat sekali dengan kamar kontrakan, jadi tinggal melangkah saja untuk mengamati perkembangan kepiting). Namun, satu saja kekurangannya, saya kini bekerja seorang diri. Lagi-lagi sendiri.. hehehe..
Kesimpulan terakhir saya, lebih baik, dalam mengejar kerohanian itu, kita jangan melupakan akal.. harus masuk akal!! Akal yang mengendarai nafsu.. itu yang betul.. bukan dengan mematikan akal dan meningkatkan hati.. khawatirnya, hati adalah bualan-bualan saja untuk menundukkan akal.. dan.. jika ada yang membimbing dengan meminta duit, itu termasuk tidak masuk akal!!.. dan saya tidak takut akan hari depan.. saya tidak mau masa depan saya direcoki dengan hal-hal yang sok ‘magis’. Saya ingin berjuang sendiri, hanya saya dan Tuhan lah yang mengatur, itu saja. Tuhan-lah tempat saya bergantung. Saya menyerahkan diriku pada-Nya. Entah jadi apa, itu urusan aku dan Tuhan. Bukan dengan yang lain, termasuk pada orang-orang yang mengaku-ngaku, ‘suci’ itu.
Jadi, hati-hati dengan Jakarta, aqidah pun bisa didagangkan dengan kata-kata bergula, retorik handal!!.. seperti kepiting-kepiting malang di samping kamarku ini.. hemm.. entahlah, mungkin saya juga yang silap.. semoga Tuhan Melindungi kita terhadap hal-hal yang tidak masuk akal ini.. aamiin..
Kelurahan Kayu Besar, 1 April 2011
2 komentar:
Jakarta itu keras bung!
iya Bang.. sejak saat itu, sy mulai belajar hati-hati.. terimakasih komentarnya.. :)
Posting Komentar