semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Mengapa Penanaman Mangrove Sering Mengalami Kegagalan?


(Kajian Mangrove Action Project/MAP, Canadian International Development Agency, Oxfam) (Tim Penyusun : Woro Yuniati dan Ben Brown: MAP 2011)

Latar Belakang
          Kesadaran berbagai kalangan akan pentingnya ekosistem mangrove semakin meningkat. Selain pemanfaatan sumberdayanya, ekosistem tersebut juga menyediakan jasa lingkungan yang sangat penting bagi keberlangsungan ekosistem pesisir dan laut. Pelestarian ekosistem mangrove yang masih sehat dan utuh merupakan upaya paling penting karena nilai ekonomi dan ekologinya sangat tinggi. Saat ini terdapat 2 juta hektar kawasan hutan mangrove yang rusak di Indonesia dan sangat membutuhkan upaya restorasi.

       Sudah banyak program restorasi mangrove yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat atau LSM. Metode yang umum diterapkan adalah dengan penanaman bibit atau propagule (buah, biji, atau benih) secara langsung. Namun penanaman tersebut tidak diawali dengan kajian faktor pendukung utama keberhasilan restorasi mangrove, yaitu kajian ekologi mangrove, hidrologi dan gangguan, sehingga upaya tersebut banyak mengalami kegagalan.

1. Bagaimana sejarah dari lokasi tersebut?
       Dalam merencanakan restorasi, perlu diketahui apakah lahan yang akan direstorasi tersebut sebelumnya merupakan habitat mangrove. Penanaman yang dilakukan pada kawasan yang sebelumnya bukan merupakan habitat mangrove sering mengalami kegagalan karena tidak adanya unsur-unsur pendukung untuk tumbuhnya mangrove.

     Penanaman pada kawasan yang sebelumnya tidak ditumbuhi mangrove, pada dasarnya bertentangan dengan prinsip ekologi karena mengalih fungsi sebuah habitat. Penelusuran sejarah dapat dilakukan dengan 2 cara, penggalian informasi partisipatif yang melibatkan masyarakat setempat, dan menganalisis citra satelit masa lalu dengan pendekatan GIS.

2. Jenis mangrove apa yang dulu tumbuh ?
    Setiap jenis mangrove mempunyai sifat ekologi yang spesifik (otekologi) berkaitan dengan pola reproduksi, pola penyebaran benih dan keberhasilan pertumbuhan bibit. Upaya restorasi bertujuan untuk mengembalikan kawasan mangrove yang terdegradasi kembali seperti kondisi alami sebelumnya. Dengan mengetahui spesies mangrove apa saja yang pernah tumbuh di suatu habitat dapat menjadi referensi bagi perencana restorasi untuk menentukan jenis mangrove apa yang akan ditanam.

    Sayangnya, hampir semua program penanaman mangrove hanya merujuk pada satu atau dua jenis mangrove saja. misalnya, hanya spesies Rhizophora sp yang dianggap spesies yang paling berharga. Pemahaman tersebut keliru, karena penanaman monospesies berdampak pada terbatasnya keragaman hayati ekosistem. Semakin beragam spesies mangrove, semakin kompleks pula rantai makanannya.

3. Dimana mereka tumbuh?
      Sifat ekologi dari setiap spesies mangrove menyebabkan terbentuknya zonasi di dalam kawasan hutan mangrove. Hal ini terjadi karena masing-masing spesies membutuhkan kondisi yang berbeda untuk tumbuh dengan baik. Beberapa spesies hidup dekat pantai, dekat daratan, di mulut muara yang dipengaruhi arus pasang surut, di tepi pulau, atau diteluk yang terlindungi. Penanaman mangrove yang dilakukan sepanjang pantai terbuka yang berombak besar, pada lokasi yang dalam merupakan faktor penyebab kegagalan.

      Suatu ekosistem mangrove terdiri dari berbagai komunitas yang berbeda. Dalam ilmu reboisasi sangat penting untuk mengetahui tentang jenis atau komunitas mangrove yang ada di hutan mangrove yang masih sehat, di sekitar lokasi rehabilitas atau disebut hutan referensi/analog. Jika tidak terdapat hutan referensi yang dimaksud, maka kita dapat merekonstruksinya dari data-data sekunder. Hutan referensi menjadi acuan dalam menentukan struktur dan komposisi vegetasi yang akan diupayakan di lokasi rehabilitasi.

4. Faktor penyebab kerusakan
        Faktor apa yang menyebabkan terjadinya kerusakan/degradasi hutan mangrove? Hutan mangrove yang terdegradasi dapat pulih tanpa upaya restorasi aktif dengan cara menyelidiki sumber gangguan yang dihadapi oleh mangrove dan kemudian menghilangkan sumber gangguan tersebut. Jika faktor yang mengganggu sistem hidrologi sudah normal, setelahnya cukip mengamati apakah perekrutan benih alami terjadi. Penanaman dilakukan hana jika rekruitment benih secara alami tidak terjadi.

      Program penanaman mangrove umumnya tidak melalui proses penilaian tentang sumber gangguan hidrologi kawasan restorasi. Pematang tambakk dan jalan yang membelah kawasan mangrove menghalangi pergantian arus pasang surut dan input air tawar sehingga bibit air mangrove biasanya akan mati dalam beberapa bulan setelah ditanam. Pun, jika tidak ada pasang surut dalam waktu lama maka tanah akan kering dan komunitas mangrove akan berkompetisi dengan tumbuhan darat lainnya.

5. Syarat hidrologi mangrove
       Hutan mangrove memiliki syarat hidrologi dan iklim yang bervariasi di seluruh dunia yang menyebabkan variasi jenis komunitas mangrovenya. Banyak anggapan bahwa mangrove merupakan tumbuhan yang hidup di air asin. Faktanya mangrove merupakan tumbuhan yang hanya toleran terhadap air asin.

     Selain dengan mekanisme beradaptasi terhadap kondisi ektrem tersebut, sistem hidrologi merupakan faktor yang paling penting yang mendukung keseimbangan dan keberlangsungan ekosistem mangrove. Aliran air tawar dari daerah hulu membantu mengurangi kadar garam dan mengandung nutrisi yang dibutuhkan hutan mangrove.

    Arus pasang surut yang lancar membantu penyebaran benih secara alami dan membersihkan atau mengurangi kadar garam berlebih dan zat racun yang mengendap di lapisan atas tanah. Penyebaran mangrove setempat dan dominasi suatu spesies pada hutan mangrove dipengaruhi oleh ketinggian, durasi dan frekuensi genangan baik oleh air pasang maupun oleh air tawar. Mangrove akan mudah mati jika tergenang atau terendam air terus menerus.

     Mangrove dapat tumbuh dengan baik jika tergenang air pasang kurang 30% (untuk jenis bruguiera spp. Dan Lumnitzera spp.) dan 30 – 35% (Rhizophora stylosa, sonneratia spp dan Avicennia spp) dari keseluruhan waktu siklus pasang surut. Perencanaan rehabilitasi umumnya tidak memperhatikan ketinggian, durasi dan frekuensi genangan air pasang. Sering terjadi bahwa sebagian besar atau semua bibit yang ditanam akan mati atau tumbuh kerdil karena disebabkan terlalu sering tergenang/terendam dan stress karena kejenuhan tanah dalam waktu lama.

6. Ketinggian substrat tempat tumbuh mangrove
     Sebagian besar mangrove tumbuh pada tanah yang berlumpur. Juga dapat tumbuh di pasir, tanah gambut, bahkan batu karang. Aragones et al (1998) dalam Giesen et al (2006), mengamati bahwa Rhizhopora spp, Bruguiera spp, Sonneratia spp dan Ceriops spp, tumbuh baik di pantai berkarang dan kawasan sepanjang dan dekat sungai pasang surut. Sedangkan Sonneratia umumnya tumbuh di teluk terbuka, Xylocarpus spp, Lumnitzera spp dan Aegiceras spp. Tumbuh baik di zona yang berbatasan dengan daratan. Masing-masing spesies mangrove tumbuh pada ketinggian substrat yang berbeda dan pada bagian tertentu. Tergantung pada besarnya paparan mangrove terhadap genangan air pasang.

     Praktek penanaman terkadang dilakukan pada kawasan daratan lumpur fluvial (tidak mudflat) yang tidak cocok untuk mangrove. Daerah ini umumnya memiliki kejenuhan air (kadar air) yang tinggi, substrat yang rendah oksigen dan kadar H2S (hidrogen sulfat) yang tinggi yang dapat menyerang akar serabut pohon mangrove. Sering juga penanaman dilakukan jauh ke arah laut (di luar zona surut terendah) dengan asumsi bahwa mangrove dapat menambah daratan jika ditanam pada zona tersebut. Mangrove tidak dapat menambah daratan, justru sebaliknya mangrove tumbuh pada daerah yang sudah tersedimentasi.

     Wolters et al (2005) melaporkan bahwa upaya restorasi di lahan yang belum lama rusak, lebih sering mengalami keberhasilan karena substrat relatif lebih tinggi (belum terkena erosi dalam jangka waktu lama). Untuk kasus Asia Tenggara, restorasi mangrove umumnya dilakukan pada dataran lumpur yang berketinggian rendah, dimana mangrove yang tidak pernah tumbuh di sana atau bukan jenis pionir namun merupakan spesies yang bernilai komersil (contoh Rhizhopora).

7. Input Air Tawar pada Kawasan Mangrove
       Jenis hutan mangrove terbesar dan tersehat di dunia adalah riverine mangrove, yaitu mangrove yang tumbuh di sepanjang aliran sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Jenis hutan mangrove ini membutuhkan suplai air tawar untuk keberhasilan pertumbuhannya. Aliran air tawar dari arah hulu membantu mengurangi kadar garam dan membawa nutrisi yang dibutuhkan mangrove. Air tawar mengalir ke hutan mangrove melalui saluran permukaan maupun saluran bawah tanah. Pematang tambak, pembangunan jalan dan pemukiman dapat menghambat suplai air tawar ke dalam kawasan restorasi mangrove.

8. Letak pertukaran pasang surut air laut
          Kawasan mangrove terkait dengan pasang surut air laut. Arus pasang surut mengalir melalui sungai-sungai yang menghubungkan laut dan daratan. Dengan melakukan penelusuran sejarah atau menganalisis citra satelit masa lalu tentang sungai pasang surut alami, kita dapat memperbaiki atau membuat kembali saluran hidrologi normal yang dibutuhkan hutan mangrove dengan mencontoh pola sungai pasang surut alami yang pernah ada di masa lampau. Penanaman yang dilakukan di kawasan bekasa tambak hasil alih fungsi hutan mangrove dilakukan dengan membongkar beberapa titik pematang untuk menciptakan pintu air dengan mencontoh pola sungai alami, sehingga arus pasang surut dapat kembali dengan normal. 




0 komentar:

Mengapa Penanaman Mangrove Sering Mengalami Kegagalan?