semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Ekspedisi Desa Bacu-Bacu (Part 2)


Dalam PRA itu penduduk diminta untuk membuat kalender musim, kalender harian, dan diagram venn di desanya. Kalender musim merupakan salah satu teknik penggalian informasi atau pengumpulan data untuk mengetahui kegiatan dan keadaan yang terjadi berulang dalam suatu kurun waktu tertentu (musiman) dalam kehidupan masyarakat. Kalender musim ini berhasil memetakan aktivitas penduduk di tiga dusun.

Di Dusun ketiga dusun, rata-rata penduduk telah memiliki lahan, walau lahan mereka masih banyak di bawah satu hektar. Lahan mereka diperuntukkan untuk menanam padi sawah pada musim hujan, kacang di sawah pada musim kemarau. Kacang juga di tanam di ladang pada musim hujan, tepatnya bulan Maret hingga Juni. Sebagian kecil masyarakat ada yang mengusahakan cengkeh, mereka biasa panen setelah pohon cengkeh berusia tiga tahun. Bulan panennya yaitu Agustus hingga November. Usaha lain yang berkembang yaitu ternak sapi, ternak ini dikandangkan selama setahun, umur tiga tahun baiknya sudah laku di pasaran.



Lalu dilanjutkan dengan materi kalender harian, yaitu upaya untuk menggali pengetahuan dari masyarakat mengenai peta aktivitasnya dalam sehari. Dari sini diketahui waktu petani mengunjungi kebunnya? Waktu kapan mereka balik dari kebun, apa yang mereka lakukan pada malam hari? Dan apa yang dilakukan oleh para ibu rumah tangga/perempuan? Sehingga akan diketahui aktivitas dan waktu produktif penduduk.

Pola aktivitas sehari-harinya ada kemiripan di ketiga dusun, pada pagi hari mereka mengurus ternak, dengan menyiapkan pakan ternak. Setelah sarapan mereka menjenguk sawah mereka untuk melihat saluran air sawah, membersihkan rumput-rumput, atau sekadar mengamat-amati sawah. Tengah hari mereka kembali ke rumah, jam dua siang baru kembali lagi ke sawah atau ke kebun kacang. Sore hari kembali ke rumah, malamnya kembali ke sawah lagi untuk menjaga sawah atau kebun dari serangan babi hutan.   

Aktivitas perempuan di Bacu-Bacu boleh dikata cukup padat juga. Sejak subuh mereka sudah menyiapkan sarapan dan membersihkan rumah. Pada pagi hari mereka membantu anak untuk persiapan ke sekolah, setelah itu  ke kebun untuk memetik sayur. Bukan hanya laki-laki yang berangkat ke sawah, ibu-ibu juga begitu, mereka ke kebun pada pukul 08.00 dan ke rumah pada 11.00, kembali ke kebun lagi pada 14.00 dan ke rumah pada 16.00. sehingga, selain menyiapkan makanan dan membersihkan rumah, para perempuan juga bekerja di sawah.    

Diagram venn adalah metode untuk mendeteksi kerentanan di masyarakat, dengan melihat partisipasi lembaga di desa pada kehidupan masyarakat. Kehadiran lembaga di desa, baik itu lembaga formal maupun informal, sedikit banyak akan memberikan pengaruh pada masyarakat, namun masyarakat pun kadang abai terhadapnya. Diagram ini selain memberi pemahaman pada masyarakat mengenai keberadaan lembaga yang ada di sekitarnya, juga untuk mengetahui tingkat kepedulian dan tingkat keseringan (frekuensi) lembaga masyarakat dalam membantu memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat.

Pada bagan tersebut diperoleh gambaran bahwa terdapat beberapa organisasi di desa yang keberadaannya kurang dirasakan oleh masyarakat, di antaranya Bumdes (Badan Usaha Milik Desa), Karang Taruna, Majelis Ta’lim dan Puskesmas Bantu (Pustu). Badan yang dirasakan pengaruhnya oleh masyarakat namun tidak besar yaitu Posyandu, kelompok jimpitan, dan kelompok arisan PKK. Dari bagan ini kita dapat mengetahui kira-kira apa yang menyebabkan badan-badan itu kurang dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.

Yang terasa betul ketidakhadirannya adalah Pustu. Sebabnya yaitu petugas Pustu yang dibangun pada 1997 itu jarang hadir, baik itu bidan maupun kepala Pustu. Padahal hidup mereka sudah dijamin negara. “Para petugas ini datang ke desa hanya sekali dalam tiga bulan, atau sekali dalam enam bulan,” ujar Meleng. Sehingga banyak warga yang mulanya sakitnya tidak terlalu berat, namun karena tidak tertangani dengan baik, lama-kelamaan menjadi sakit berat dan harus ditangani di rumah sakit. Ini justru merugikan masyarakat, sebab selain sakit juga akan menguras biaya.

Di desa ini terdapat warga yang menderita sakit parah yang tidak tertangani dengan baik, baik itu berupa sakit menahun (gondok, gatal bersisik, asma), cacat (buta, tuli), dan penyakit menular (kusta, lepra dan TBC). Penyakit dan cacat butuh perawatan serius dari pihak petugas kesehatan, sebab merekalah yang bertanggungjawab membantu masyarakat desa. selain itu para petugas ini punya kewajiban untuk menyelenggarakan posyandu berupa imunisasi di desa bagi anak-anak di bawah umur 7 tahun. Imunisasi membentuk antibody generasi Bacu-Bacu agar tidak mudah terserang penyakit.

Aktivitas yang padat dan tidak disertai dengan ketercukupan gizi membuat warga desa rentan terhadap penyakit. Terutama penyakit-penyakit musiman, seperti influenza, demam, dan penyakit diare. Namun sayangnya, saya tidak menelusuri strategi apa yang digunakan oleh warga dalam menanggulangi penyakitnya. Misalnya dengan mengonsumsi tanaman-tanaman obat tertentu, meminta tolong pada dukun ataukah mencari obat di pustu atau di pasar dekat kecamatan. Saya pun tidak menelusuri sejarah penyakit pada penyakit gondok, kusta dan TBC, sehingga akan diketahui penyebab dan metode penyebaran penyakit. Dari sini dapat diketahui intervensi apa yang mesti diperbuat oleh pihak luar, misalnya LSM, pemerhati masyarakat. Misalnya dengan memberikan pemahaman mengenai penyakit dan cara pencegahannya.

Dari segi sanitasi, saya melihat sebagian warga desa Bulo-Bulo sudah mewujudkan tata sanitasi yang baik. Warga Bulo-Bulo sangat memerhatikan aspek kebersihan di lingkungan mereka, dengan rajin membersihkan halaman rumah, dan juga kebersihan toilet. Ketersediaan air untuk kebutuhan domestik tercukupi sehingga tidak terlihat ada masalah di bagian sanitasi ini atau prilaku hidup sehat. Walaupun terdapat satu dua warga yang mengaku belum memiliki WC (Water Closed).  

 Lemahnya kelompok jimpitan dan arisan juga menjadi indikasi lemahnya ikatan sosial di masyarakat. Jimpitan merupakan upaya masyarakat untuk bersama-sama mengumpulkan modal yang akan digunakan untuk memperbaiki fasilitas-fasilitas umum.  Ini terlihat ketika kami mengadakan penggalian masalah-masalah yang ada di desa. ketika membincangkan persoalan bidang pertanian, ternyata beberapa peserta membentuk benteng dan menyerang para pengambil kebijakan dan pemerintah.



Warga menilai bahwa rusaknya saluran irigasi disebabkan oleh kurang beresnya kinerja kontraktor dan mereka yang terlibat dalam pengerjaan proyek irigasi. Sehingga terdapat sawah warga yang tidak terkena air atau saluran air bocor dan tidak sampai ke ujung irigasi. Malam itu, warga menyerang bertubi-tubi pembuat saluran air itu, yang katanya tidak melibatkan masyarakat dalam mengerjakan proyek. Hanya dua bulan setelah selesai pengerjaan irigasi, saluran tersebut bocor.

Setelah melihat sendiri esok harinya, saluran irigasi warga tersebut memang mengalami banyak titik kebocoran, sehingga air tidak sampai ke ujung saluran. Namun, saya cukup mengherankan kenapa warga tidak sukarela memperbaiki titik-titik kebocoran itu? Sebenarnya dengan biaya tak seberapa, kebocoran itu bisa ditanggulangi dengan modal swadaya masyarkaat. Belum lagi saluran itu banyak tersumbat akibat banyaknya tumbuhan liar hidup di saluran tersebut.         




0 komentar:

Ekspedisi Desa Bacu-Bacu (Part 2)