semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Sekadar Menjahit Informasi tentang Pengelolaan Tambak di Suppa, Pinrang



Minggu, 4 Mei 2014, dini hari, saya bersama Ervandi (24) dan Mustafa (24) melaju dari Makassar dengan rencana menuju Pare-Pare. Kami akan istirahat di sana sambil menunggu pagi dan mengerjakan poin-poin yang belum terselesaikan. Tujuan keberangkatan adalah bertemu dengan Ir. Taufik untuk ngobrol-ngobrol kondisi pertambakan udang windu di Suppa, mengunjungi kantor Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pinrang untuk diskusi rencana kegiatan Training BMP Budidaya Udang Windu (WWF Indonesia) untuk penyuluh perikanan budidaya Pinrang, Maros, dan penyuluh provinsi, serta melakukan pengambilan foto untuk kebutuhan gambar BMP Budidaya Udang Vannamei, yang sedang saya kutui dan belum juga kelar-kelar, hingga membuat pikiran berdengung-dengung.

Lantaran baru mengingat kamera dan GPS ketika sudah kenyang di sebuah warung di Kota Pangkep, terpaksa mobil dibelokkan kembali ke rumah di Kota Maros pada pukul 02.00 Wita dan memaksa orang tua bangun dari tidurnya. Oh my God. Kami pun start kembali dari Kota Maros pukul 02.20, dengan harapan Mustafa tidak tertidur di jalan sambil menyetir mobil. Kami semua sudah terlihat lelah dan memaksa kepala untuk terang melihat jalan, mustafa tidak dapat lagi menahan kantuk, kami pun memutuskan untuk istirahat di sebuah penginapan sederhana di tengah kota Barru, di Balla si Bae. Terdapat kenangan di tempat itu, di sepotong masa SMA, bersama 6 orang teman sekolah kami bertarung di sana untuk menjadi juara Pidato tingkat SMA se Sulsel, kegiatan itu diadakan oleh Organisasi Pelajar Islam Indonesia.

Tidur yang cukup panjang, kami bangun pada pukul 11.00 siang, dan melanjutkan perjalanan lagi ke Kota Pare, singgah sejenak di caffee The Carlos untuk mengisi perut di tengah hari dan mempelajari beberapa bahan untuk diskusi dengan Ir. Taufik. Setelah itu mobil kami berkelok-kelok di Kota Pare-Pare, mencari jalan keluar menuju Pinrang. Akhirnya pada pukul 15.20 Wita, kami tiba di depan rumah Ir. Taufik, di Dusun Tasiwali’e, Kec. Suppa, Pinrang.

Waktu itu Taufik baru saja datang dari acara tetangga-nya yang sedang merayakan Acara Sederhana lamaran anak Gadis. Ia mengenakan stelan jas hitam, sarung sutra dan peci. Kami pun diajak duduk-duduk di kolong rumahnya. Kemudian kami ngobrol ngolor ngidul, dengan begitu banyak tema dan jika tak disela akan terus menerus meluap. Tapi saya juga lupa sebagian besar yang diomongkan. Hahaha..

Mulanya saya memancing pertanyaan tentang kawasan tambak Pak Mangku, letaknya sekitar 3 kilometer dari jalan raya dan lorong menuju kawasan tambak Suppa. Saya melihat sekilas kawasan tambak itu, dengan kincir-kincirnya yang dengan semangat menyuplay oksigen pada tubuh udang. “Pak Mangku itu orang Cina, tapi dia mempunyai jiwa sosial, dengan cara membantu masyarakat di sekitar tambaknya untuk menanam rumput laut. Pak Mangku itu Cina Bolong,” ungkap Taufik. Saya hanya tertawa, mendengar istilah Cina Bolong, dimana-mana orang Cina itu berkulit putih, bukan hitam (bolong), tapi mungkin yang dimaksud adalah orang Cina yang memedulikan orang lokal.

                                          Tambak Pak Mangku.

Sebenarnya rumput laut tersebut justru menolong usaha pertambakan 20 hektar milik Pak Mangku. Dimana ketika air tambak tersebut dibuang ke laut, rumput laut dengan segera menyerap sisa-sisa pakan udang yang telah bercampur dengan air dan menjadi suspensi bahan organik berkandungan nitrogen dan posfat yang cukup tinggi. Makanya, menurut Amir, teknisi Kawasan Tambak Pak Mangku, ketika musim panen dan air tambak ramai-ramai dibuang ke laut, rumput laut yang rata-rata dipanen umur 20 hari menjadi dapat dipanen pada umur 15 hari. sehingga hubungan yang dibangun adalah hubungan simbiosis mutualisme, walaupun pada dasarnya Kawasan tambak lah yang lebih diuntungkan, karena dengan serapan bahan organik oleh rumput laut, kualitas air di sekitar teluk tersebut lebih terjaga dan dapat digunakan untuk pemeliharaan udang menjadi lebih optimal.

Walaupun barangkali, masih banyak juga limbah bahan organik yang tidak sempat diserap rumput laut dan melayang-layang lalu hinggap di substrat atau mengikuti arus gelombang, masuk di sungai, dan mencemari beberapa daerah. Jika sudah berlebihan, bahan organik tersebut akan memicu kesuburan perairan atau biasa diistilahkan eutrofikasi dan menyebabkan blooming alga, melimpahnya alga – lumut dan akan merusak perairan sekitar, membunuh organisme di perairan akibat sesak nafas dan keracunan karena alga-alga tersebut menyerap oksigen begitu banyak.

Dari membincangkan tambak Pak Mangku, kami menuju perbincangan tentang tambak plastik yang merupakan output dari program industrialisasi perikanan KKP 2013. Industrialisasi didaku berbasis blue ekonomy dan dilaksanakan di kawasan minapolitan, yang diintegrasikan dengan program PNPM Mandiri, PUMP, PUGAR ataupun KIMBIS (Klinik Iptek Mina Bisnis) untuk beberapa komoditas terpilih, yaitu udang, bandeng, dan rumput laut. Yang tujuannya yaitu untuk memenuhi target produksi serta meningkatkan ekonomi masyarakat. Untuk Sulsel, diharapkan dapat meningkatkan produksi udang hingga 33.200 ton.

Untuk itulah KKP melalui DKP Provinsi menginisiasi implementasi tambak plastik sistem intensif di Kecamatan Suppa, yang luasannya hingga 30 hektar. Namun, hingga saaat ini tambak-tambak tersebut masih terkulai dan mulai boyak. Plastik-plastik yang membungkus tambak terlilit-lilit. Maklum, kawasan tambak tersebut sudah teronggok selama 8 bulan, dengar-dengar lantaran dana bantuan KKP untuk industrialisasi kawasan tambak tersebut belum turun. Dana tersebut banyak terserap di kawasan tambak di Pantai Utara Jawa. “operasionalisasi tambak plastik tersebut masih menunggu kepastian dari pemerintah daerah, katanya akan dicarikan dari sumber dana lain,” ungkap Taufik.


                                          Tambak Pelastik di Kec. Suppa.

Pada 14 Mei kemarin, digelar pertemuan Sinkronisasi Stakeholder untuk Pemberdayaan Kawasan Minapolitan Wilota (Wiringatasi, Lotang Salo, Tasiwali’e), akhirnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) – Mandiri, bersedia untuk memberi kredit kepada Pengembangan tambak plastik tersebut. Untuk menjamin kelangsungan program tersebut, BPR menyediakan teknisi dari Japfa Comfeed, yang akan membantu petambak untuk mengatasi problem-problem yang selalu muncul di tambak. pada hari itu terjadi penandatanganan kerjasama antara BPR dan Pemerintah Daerah Kab. Pinrang. Sehingga tak lama lagi tambak plastik seluas 20 hektar akan beroperasi. Sisa yang 10 hektar itu akan dicarikan sumber dana lainnya.

Setelah tambak plastik, Taufik juga mempermasalahkan terbatasnya benur udang windu dalam memenuhi kebutuhan seluruh petambak udang di Pinrang. Jika dikalkulasi, dengan luasan tambak di Pinrang saat ini 15.000 hektar dan setiap hektar pembudidaya membutuhkan rata-rata 15.000 benur, maka kebutuhan benur mencapai  225 juta ekor benur untuk satu siklus, yang dimana rata-rata petambak melakukan usaha tambak sebanyak dua kali setahun, berarti 450 juta benur. Sementara jumlah hatchery di Pinrang berjumlah 9 buah, dengan kapasitas produksi 220 juta benur pertahun. Sehingga kebutuhan benur itu terpaksa ditutupi dengan membeli benur dari daerah lain. Selain itu, banyak hatchery yang menjual benurnya ke daerah lain, seperti Luwu, Sulawesi Tenggara. Alasan penjualan ke daerah tersebut, karena pembelinya orang Pinrang juga.

Hatchery udang saat ini sangat bergantung dengan ketersediaan artemia, sebagai pakan benih. Sedangkan harga artemia sudah cukup tinggi, dimana satu kaleng artemia dihargai Rp. 600.000. dekade lalu harga artemia tidak semahal sekarang, ditambah harga benur yang normal-normal saja, yaitu Rp. 35 – Rp. 40 perekor. Makanya banyak pengusaha hatchery yang menginisiasi produksi benur dengan mengurangi pemakaian artemia. Tentu ini sangat berpengaruh terhadap kualitas benur dan akan mempengaruhi daya tahan udang nantinya di tambak.

Hal ini tampaknya sulit dibendung, mengingat pemilik hatchery juga mencari untung dengan caranya masing-masing, dan tentang keputusannya untuk menjual benur ke luar daerah itu merupakan hak pemilik hatchery. Yang diperlukan adalah, bagaimana meningkatkan kuantitas dan kualitas benur, dengan pakan yang baik, kualitas air yang baik, serta pemeliharaan yang baik. Sementara sekarang ini, kualitas benur susah diukur karena banyak faktor yang dapat menjadi penghambat, seperti kualitas induk yang terkadang terinfeksi WSSV (White Spot Sindrom Virus) dan insang merah. Induk udang windu itu diperoleh dari perairan di beberapa tempat di Sulawesi Selatan, mulai dari perairan sekitar Pinrang dan Barru, juga perairan sekitar Teluk Bone, hingga perairan di wilayah Sulawesi Tenggara. Makanya Ir. Taufik bersama Dr. Ir. Hilal Anshari (dosen Unhas) berinisiatif untuk mencari induk lokal yang bebas virus, dengan menyeleksi satu persatu induk dari beberapa daerah tersebut, untuk mengidentifikasi bahwa induk pada daerah ini lebih rentan atau lebih bebas dari virus. Selain itu, Ir. Taufik juga sedang melakukan penelitian tentang aplikasi Phronima suppa yang selama ini dipraktekkan sebagai pakan alami untuk udang windu di tambak pembesaran, akan diteliti pula apakah dapat dimanfaatkan untuk benur sebagai pengganti artemia.

Phronima suppa juga menjadi persoalan tersendiri, karena pemanfaatan pakan alami dari salah satu jenis crustacea ini masih dianggap awam bagi sebagian warga. Ir. Taufik sudah melakukan ujicoba pada 10 petak tambak dengan padat tebar 10.000 ekor, dengan hasil panen pada size 40 sebanyak 107 kg – 291 kg. Phronima suppa diambil di laut kemudian dikultur di petak tambak selama 21 satu hari sebelum ditebar sebanyak 4 – 5 liter di tambak pembesaran. Bahan yang digunakan untuk mengkultur Phronima pun tidak jauh berbeda dengan bahan yang digunakan dalam persiapan tambak udang, yaitu juga menggunakan kapur dolomit, saponin, dedak halus, urea, SP 36, pupuk Za,  pupuk cair ursal, pupuk cair fores dan ragi.  



Persoalan benur ini juga diperparah oleh tingkah para penggelondong udang, yang terkadang menurunkan kualitas benur yang berasal dari hatchery ke petambak. Sebagai perantara, penggelondong harus mengoptimalkan pemeliharaan dalam kolam gelondong dan mengangkut udang dengan baik agar udang tidak stress dalam perjalanan. Untuk itu, perlu ada pengamatan terhadap metode penanganan benur oleh penggelondong yang dimulai dari pembelian di hatchery hingga penjualan benur gelondongan ke petambak.

Selain benur, hal yang berpengaruh juga yaitu kualitas air. Dimana tampaknya sebagian petambak masih kesulitan untuk memperoleh air yang baik, yang berasal dari teluk dan dari perairan di selat Makassar. Kesulitan itu disebabkan oleh kuatnya sedimentasi di muara-muara sungai di Pinrang, yang menyebabkan pendangkalan sungai-sungai dan saluran air. Langkah yang ditempuh oleh Pemda Pinrang yaitu dengan mengangkat lumpur-lumpur (endapan) yang menghalangi arus pasang surut air ke tambak. beberapa saluran telah dilakukan revitalisasi dengan bantuan ekskapator. Menurut Dr. Ir. Muharijadi Atmomarsono, MSc, tindakan yang harus dilakukan sebenarnya adalah tindakan pencegahan, dengan memasang pemecah ombak pada masing – masing pintu muara. Pemecah ombak tersebut berguna untuk mencegah masuknya lumpur ke dalam saluran air, yang nantinya dapat menumpuk dan akan menghalangi lagi keluar masuk air. Sehingga menyulitkan petambak dalam memperoleh air yang berkualitas baik. “Walau saya orang penyakit, saya tetap berfikir pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Dengan alat pemecah ombak tersebut, kita tidak usah mengangkat endapan menggunakan eskapator tiap tahun,” ungkap Muharijadi.

Persoalan kualitas air ini menjadi pelik jika kita mencermati pencemaran-pencemaran buatan manusia, yang juga ekses dari pengelolaan tambak udang, yang agak besar seperti tambak supraintensif. Selama ini banyak yang mengeluhkan dampak negatif dari aktivitas tambak supraintensif, dimana metode ini dapat menghasilkan limbah hingga berton-ton dalam satu siklus. Apalagi limbah tersebut belum diolah dengan baik dengan mekanisme IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah), yang tentunya akan mengancam perairan di sekitarnya. Perairan Kec. Suppa tidak jauh dari perairan tempat tambak supraintensif beroperasi. Memang, tidak ada yang bisa membuktikan bahwa limbah tersebut mempengaruhi kualitas air di Kec. Suppa, tapi secara teoritis limbah tersebut sudah merusak lingkungan, entah lingkungan Kab. Barru ataupun Kab. Pinrang. Tapi siapa yang bisa menjamin bahwa limbah itu tidak bergerak ke perairan Kec. Suppa?



Hari itu, setelah hari mulai larut dan kopi sudah habis di cangkir, kami berinisiatif mengunjungi kediaman Abdul Salam Atjo, penyuluh Udang Kab. Pinrang untuk menginformasikan rencana Training BMP Budidaya Udang Windu untuk penyuluh. Dalam perjalanan menuju rumah Salam Atjo, Ir. Taufik terus mengungkapkan isi kepalanya, hal menarik yang sempat terlontar yaitu keberadaan alga dalam tambak dapat membantu untuk meminimalisir keberadaan bakteri vibrio dalam tambak. Alga tampaknya menimbulkan keseimbangan lingkungan dalam perairan tambak, sehingga membatasi perkembangan vibrio dalam tambak. logika keseimbangan ini akan sama jika yang menjadi objek yaitu tetumbuhan mangrove. Dimana keberadaan mangrove dapat meminimalisir munculnya bakteri-bakteri negatif yang dapat menghambat pertumbuhan dan dapat mematikan udang. Menurut Muharijadi  dalam akar mangrove terdapat zat-zat antibakteri yang dapat membantu menstabilkan air tambak dari bakteri-bakteri negatif.

Tampaknya, setelah kita membahas panjang lebar tentang induk, benur, bakteri, virus, kualitas air, alga, dan mangrove. Kita seperti diperlihatkan bahwa persoalan pertambakan ini secara teknis lebih pada persoalan dua aspek, yaitu internal dan eksternal. Internal dalam hal ini yaitu persoalan fisiologi udang, yang di dalamnya terkait dengan genetika dan kemampuan tubuh udang dalam berhadapan dengan virus dan bakteri. Kedua persoalan eksternal, yaitu tentang kualitas air dan keberadaan mangrove yang dapat meminimalisir bakteri penyebab penyakit. selain itu ada pada usaha manusia untuk mengoptimalkan kualitas lahan dan media hidup udang, dengan input-input tambahan seperti kapur, pupuk, dedak, dan pakan, serta menjaga kualitas air agar tetap segar dan sehat bagi udang. Kadar input-input itu disesuaikan dengan standar fisika dan kimiawi untuk kehidupan udang. dimana input diberikan ketika kualitas media hidup berada di bawah standar, yang disebabkan oleh macam hal, pertama bisa disebabkan karena memang lahan tersebut miskin unsur hara dan merupakan lahan berbahaya (kandungan asam tinggi), atau karena faktor cuaca dan iklim, misalnya kondisi sehabis hujan deras.

Masalah berikutnya dan juga penting, yaitu masalah budaya masyarakat (kultur) dalam berinteraksi dengan alam dan manusia lainnya. Terkadang kegagalan panen bukan karena benur dan kualitas air, tapi pada sikap dan manajemen petambak. Sikap dan manajemen itu ditentukan oleh lompatan-jangkauan pikiran serta sikap ilmiah petambak, dan juga dipengaruhi secara tak sadar oleh kebudayaan yang membentuk cara berfikirnya selama ini. Kebudayaan itu sendiri diperoleh dari penilaian-penilaian melalui mata dan telinga sendiri, serta diperoleh melalui cerita-cerita yang bergulir di antara mereka. Dan tentu, aspek-aspek inilah yang terkadang luput. Kita pun baru menyadari setelah kita bersusah payah mengurusi hal teknis, melakukan perbaikan-perbaikan, dan kita pun bertanya-tanya, kenapa perubahan ke arah yang lebih benar sangat lambat?

Dan tentu, kita pun harus memeriksa kembali, apakah ada faktor lain yang menyebabkan peroses perbaikan lebih lambat? Bagaimana dengan proses penguasaan alat-alat produksi dan pengetahuan? Kemudian kenapa proses transformasi pengetahuan itu terlihat lambat, padahal akumulasi pengetahuan itu telah dipupuk sejak berpuluh-puluh tahun oleh petambak. Apakah ada pengaruh akumulasi modal terhadap akumulasi pengetahuan? Apakah ada pengaruh jangkauan pergaulan dengan penguasaan teknis. Hal inilah yang harus kita pelajari bersama-sama.

Idham Malik
Rumah Kecil identitas Unhas, 
17 Mei 2014



2 komentar:

vanille mengatakan...

Saya br lihat blog ini..sangat membantu saya dlm berfikir dan cara pandang saya dlm mengelola tambak saya..trimakasih

vanille mengatakan...

Saya br lihat blog ini..sangat membantu saya dlm berfikir dan cara pandang saya dlm mengelola tambak saya..trimakasih

Sekadar Menjahit Informasi tentang Pengelolaan Tambak di Suppa, Pinrang