semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Surat Edaran Valentine

Baru saja saya membaca sebuah postingan dari sebuah media online Makassar, bahwa Pemkot mengeluarkan Surat Edaran Tidak Merayakan Hari Valentine. Saya tercenung, sontak saya menggali-gali ingatan tentang surat edaran serupa di Makassar, sepanjang saya berada Makassar. Seingatku, tidak ada hal-hal seperti ini.
Ya, ini hal baru di Makassar, aromanya gimana gituh, rada-rada orde bau. Tapi, dalam berita media online tersebut, tidak dijelaskan landasan apa kiranya dikeluarkan maklumat semacam itu? Separah itukah malam Valantine, hingga diboikot ? Kalau pun parah, sejauh apa penelitian tentang dampak sosial-psikologis valantine terhadap anak muda Makassar? Apakah ada semacam hysteria pasca perayaan valentine? Apakah ada warga yang melapor dilecehkan pasca Valentine? Apakah pihak yang berwenang mengeluarkan kebijakan ini telah konsultasi terlebih dahulu dengan perwakilan warga? Apakah ada dokumen konsultasi tersebut? Apakah ini semacam ketakutan massal (momok), ataukah praduga para birokrat saja? Berbagai pertanyaan bermunculan merespon keluarnya maklumat ini.
Kekuasaan mulai merangsek masuk ke dalam ruang-ruang pribadi, secara frontal bagai terjangan badai. Belum lagi yang terserang badai kekuasaan adalah para generasi muda, pemuda yang masih sekolah, yang sementara meraba-raba arti kebebasan, mulai merasai eksistensi diri dan kehendak. Anak muda adalah golongan yang sebenarnya paling sukar untuk diatur, sebab dalam diri mereka terdapat gejolak untuk melawan semua otoritas dan hal itu merupakan sesuatu yang wajar untuk perkembangan jiwanya. Saya khawatir, aturan-aturan seperti ini justru membuat para pelajar membrontak, dan ada semacam dorongan untuk bertindak di luar batas. Selain itu, saya tak habis fikir, maklumat ini juga diperuntukkan untuk Kepala Sekolah Dasar (SD), setinggi apakah gerangan kecurigaan pemkot terhadap anak SD, yang pipisnya saja masih belok ke sana kemari.
Tugas DInas Pendidikan Pemkot Makassar bukan mengeluarkan surat edaran yang menohok seperti ini, tapi dapat ditempuh dengan cara yang lebih elegan. Lebih baik mendukung perayaan hari valentine yang santun, semacam duduk-duduk bersama membaca karya William Shakespiare tentang Romansa cinta Romeo and Juliet, atau mendengar puisi cinta Kahlil Gibran. Ataukah lebih baik disusun strategi kebudayaan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan pada diri remaja? Seperti penguatan nilai-nilai dalam keluarga yang disertai penguatan perhatian orang tua. Menciptakan kultur yang sehat di sekolah dengan diskusi-diskusi yang bebas untuk membahas secara mendalam tentang esensi hari valentine. Setidaknya mengajak para siswa berfikir reflektif dan mencari tahu tentang hari valentine. Sehingga, para siswa dapat mengambil hikmah (yang baik-baik) dari hari valentine dan membuang yang buruk-buruk dari hari valentine. Remaja yang telah terbuka wawasannya tentang sejarah, esensi, praktek, serta kesalahpahaman yang terjadi tentang hari valentine, tidak akan mungkin dengan gampang membiarkan dirinya dieksploitasi oleh teman remajanya.
Selain itu, bagaimanakah teknis operasional maklumat ini? Tindak hukum seperti apa yang akan diterapkan jika terdapat anak SD, SMP, dan SMA yang kedapatan merayakan hari valentine? Dapatkah guru-guru memantau para anak didiknya yang bejubel itu untuk tidak merayakan hari valentine? Apakah ada aturan kepada cafee-cafee, restoran-restoran untuk tidak menerima para tamu usia sekolah? Apakah kelak akan ada polisi moral? Surat edaran seperti ini justru menjadi bualan semata, sebab tidak memiliki konsekuensi untuk penegakannya secara ketat. Sebuah aturan yang telah dikeluarkan namun tidak dijalankan sebagaimana mestinya akan membuat aturan tersebut menjadi tidak punya kekuatan, dan akhirnya merendahkan pembuat aturan itu sendiri.
Dengan munculnya maklumat seperti ini, saya rasa Dinas Pendidikan Pemkot Makassar terlalu baper deh.

Makassar, 7 Februari 2016




0 komentar:

Surat Edaran Valentine