semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Hariadi Adnan : Perintis Rumput Laut Indonesia

Hariadi bersentuhan dengan dunia rumput laut tanpa rencana dan kesengajaan. Bermula dari ajakan Soerdjo Dinoto, pegawai Lembaga Oseanografi Indonesia (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Direktorat Hidrografi, yang juga kakak iparnya, untuk melakukan penelitian rumput laut jenis spinosum di Pulau TIkus, Gusus Pulau Pari, Kepulauan Seribu pada 1967. Waktu itu Hariadi baru saja lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan belum punya pekerjaan, ajakan Soerdjo baginya merupakan peluang untuk mencari pengalaman di dunia kerja.

Meski tak ada pengalaman sama sekali, Hariadi menekuni budidaya rumput laut spinosum, yang bibitnya diperoleh dari alam setempat atau bibit lokal. Menurutnya, perkembangan spinosum di Pulau Seribu cukup bagus, waktu itu kendala penyakit belum terlihat dan rumput laut tumbuh sesuai dengan yang kita impikan. Namun penelitian ini sempat tersendat pada 1969, tidak adanya anggaran lantaran kurangnya perhatian dari pemerintah. Meski begitu, penelitian tetap berlanjut hingga kakak ipar Hariadi meninggal pada 1970 yang berbuntut pada bubarnya proyek penelitian ini. Dari pengalaman Pulau Seribu, Hariadi menyimpulkan bahwa rumput laut dapat dikembangkan di Indonesia, meski dengan fasilitas yang sederhana, seperti penggunaan tali ijuk untuk bentangan, yang mesti harus diganti setiap bulan.


                         Sumber : foto facebook Hariadi Adnan   

Pada tahun 1974 hasil kerja Hariadi dkk di Kepulauan Seribu dilirik oleh perusahaan dari Denmark, yaitu Kopenhagen Pactin, perusahaan Amerika Martina Koloid, dan Perusahaan Francis, AUB SA. Ketiga-tiganya melakukan survey di Pulau Samaringga, Selat Banggai, Sulawesi Tengah. Tapi, yang melanjutkan ketertarikannya hingga ke tahap pemberian bantuan untuk pelaksanaan proyek adalah Kopenhagen Pactin. Penelitian rumput laut di Kepulauan Seribu direkonstruksi ulang, juga dengan peralatan seadanya. Saat itu, Hariadi dibantu dua sahabatnya, yaitu Bambang Tjipto Rahadi dan Bambang Basuki.

Hariadi dan rekannya mengembangkan rumput laut spinosum dari bibit hingga pembesaran, aktivitas budidaya rumput laut ini ternyata diperhatikan oleh masyarakat setempat. Mereka tertarik untuk turut membudidayakan rumput laut. Hariadi menanganinya dengan memberikan ke mereka bibit dengan harapan ketika rumput laut mereka berkembang, bibit yang diberikan dahulu dapat dikembalikan. Saking dekatnya Hariadi dkk dengan masyarakat, seorang kawan penelitinya, menikah dan memperistrikan warga setempat.

Pada 1978, Hariadi dan timnya meninggalkan Samaringga dan membawa bibit spinosum 6 kilogram basah ke Bali, tepatnya di Tenure, Benoa.  Ujicoba di Bali terbilang berhasil, selain karena kualitas air yang baik, juga karena diterapkan metode pembibitan khusus dan pembesaran yang sudah maju. Pada 1981, mereka untuk pertama kalinya melakukan pengiriman ekspor ke Kopenhagen-Denmark dengan jumlah fantastis waktu itu, yaitu 81 ton. Pada tahun-tahun itu juga permintaan terhadap rumput laut cotoni meningkat, untuk itu Hariadi dan kawannya berkunjung ke Filipina untuk memperoleh bibit langsung dari Filipina. “Bibit dari Filipina inilah yang digunakan hingga sekarang,” terang Hariadi.

Penelitian dan pengembangan rumput laut di Bali berlangsung hingga tahun 2008. Pada tahun itu, Hariadi mengaku jenuh dan ingin mengerjakan hal lain. Makanya dia meninggalkan Bali dan memilih menjadi freelance setelah mengurus rumput laut selama lebih dari 40 tahun. Bapak yang lahir pada 4 November 1943 ini beberapa tahun terakhir berjuang sebagai Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI). Melalui ARLI, Hariadi turut memberi sumbangan pemikiran dan advokasi kepada pengembangan rumput laut masyarakat kecil. Menurutnya, kelemahan kita hingga saat ini, yaitu lemahnya pendataan, sehingga pemerintah kesulitan mengukur jumlah rumput laut yang dapat diekspor dan jumlah rumput laut yang diserap oleh industri nasional. Untuk itu, salah hal yang harus dibenahi segera adalah pendataan tersebut, agar pemerintah dapat mengambil dasar yang kuat untuk kebijakan perdagangan rumput laut serta pembangunan infrastruktur industry rumput laut, demi pensejahteraan pembudidaya rumput laut.

Sampai saat ini, Hariadi masih malang melintang di dunia rumput laut, melakukan pembinaan dan pemberian arahan pada para pelaku rumput laut Indonesia. Beliau menetap di Jogjakarta, kota yang lekat dengan kata rindu, pulang dan angkringan, menyempatkan mengajar di Universitas PN Veteran Yogyakarta. Beliau memang sudah berumur 73 tahun, tapi semangatnya untuk memajukan rumput laut tidak pernah surut.

Idham Malik



0 komentar:

Hariadi Adnan : Perintis Rumput Laut Indonesia